Sunday, January 31, 2010

Bersantai Sejenak di Kebun Wisata Pasirmukti, Bogor


Suasana di Kebun Wisata Pasirmukti. Menghijau & sejuuukk!
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2010.


Okay, mungkin ini bukan untuk para backpacker, karena tempat ini lebih cocok untuk wisata keluarga dan acara kumpul-kumpul (gathering). Namun tempat ini dapat menjadi alternatif jalan-jalan hemat : sediakan budget sekitar Rp 50.000 hingga 300.000,- anda dapat menikmati berbagai fasilitas yang ditawarkan oleh
Kebun Wisata Pasirmukti, yang berlokasi di Citeureup (Bogor), hanya sekitar 1 jam dari Jakarta. Jadi Anda bisa "pagi berangkat, siang main, sore pulang".

Akhir pekan kemarin, saya sekeluarga menyempatkan untuk bersantai sejenak di Kebun Wisata Pasirmukti, setelah menghadiri acara wisuda kakak-kakak saya. Ceritanya sih pengen ngumpul-ngumpul sekaligus refreshing setelah berbulan-bulan mengerjakan tesis, hehehe...


Suasana di Kebun Wisata Pasirmukti.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2010.


Kebun Wisata Pasirmukti ini dapat dicapai sekitar sejam dari Jakarta. Memiliki luas sekitar 80 hektar dengan fungsi utama sebagai lokasi agrowisata, Pasirmukti juga memfasilitasi berbagai acara outbound, ada fasilitas combat battle fields, flying fox, dan sebagainya. Mungkin untuk menyeimbangkan dengan biaya maintenance juga. Saya lihat ada banyak sekali mandor kebun dan satpam yang bertugas di beberapa titik lokasi.

Di sini ada pula peternakan sapi, ayam, bebek, marmut, dan sebagainya. Hmm, bukan peternakan betulan sih, karena fungsi sebenarnya hanya untuk memperkenalkan anak-anak terhadap binatang ternak, jadi skalanya juga masih kecil-kecilan. Ponakan saya yang berusia 2 tahun tampak senang sekali dapat mengelus kambing, marmut, hewan-hewan lainnya, dan memberi makan mereka. Ada landak juga! Ternyata landak itu lumayan besar ya??

Berinteraksi dengan hewan.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2010.

Udaranya juga bersih dan enak buat leyeh-leyeh. Sayangnya karena saat ini masih musim hujan, sungainya terlihat keruh, padahal katanya kalau cuaca lagi normal sungainya akan terlihat jernih sekali.

Dan satu lagi yang menarik, karena saat ini lagi musim rambutan, pohon-pohon di depan penginapan tampak meriah dengan rambutannya. Huiii... menggiurkan! Tapi sayang ada papan besar bertuliskan "Dilarang memetik buah"... :( Tapi kalau mau beli sih bisa saja, 3 ikat Rp 10.000,-. Kalau mau lebih puas, Anda juga bisa memanen satu pohon rambutan, biayanya Rp 300-400rb per pohon. Wah pasti puas & kenyang banget tuh, hehehe...

Di sini terkenal dengan jeruk lemong cui-nya. Kenapa disebut "lemong"? Kayanya sih agak-agak terpengaruh lafal Perancis kali ya?? Hehehe...

Pasirmukti juga menyediakan penginapan berupa bungalow dengan range harga antara Rp 1,1 juta - Rp 2,4 juta permalam, dengan kapasitas 5 hingga 15 orang. Benar-benar cocok untuk acara gathering!

Fasilitas yang ada:
  • Orchid Garden
  • Fish Pond
  • Fruit Plants in Pot
  • Orchard Garden
  • Mud Field Arena
  • Minahasa Cottage
  • Resto Bakudapa
  • Camping Ground
  • Wale Tonaas & Menara Klabat
+ + + + +

Ini info kontaknya kalau mau detail yang lebih jelas:
Kebun Wisata Pasirmukti
Jl. Raya Tajur Pasirmukti km. 4
Citeureup - Bogor
Tel. (021) 8794 3864/65, Fax. (021) 8794 3866
E-mail : pasirmukti@cbn.net.id

Kantor Jakarta
Jl. S. Iskandar Muda 2A
Arteri Pondok Indah, Jakarta - Selatan
Tel. (021) 739 8808, Fax. (021) 739 8886
E-mail : kebun@pasirmukti.co.id
URL : http://www.pasirmukti.co.id

Friday, January 29, 2010

Djakarta Tempoe Doeloe

Posting tamu oleh : Juningsih Anggraeni

Heee.. saya gak nyangka kalau Jakarta ternyata masih punya banyak tempat-tempat antik bersejarah yang layak dikunjungin selain Monas sama Museum Gajah. Misalnya nih, Museum Prasasti, Museum Wayang, Museum Fatahilah, Menara Syahbandar, Museum Bahari dan Pelabuhan Sunda Kelapa. Hihihihi, anak Jakarta yang gak gaol [gaul pake "O" jadi gaol biar makin ngenes!] ~wink2~

Nah, saya mo bagi-bagi cerita nih, trip "Djakarta Tempoe Doloe" bareng Outpack™ Indonesia.

(1) Museum Prasasti
Tempatnya agak-agak spooky gimana gituh, ya maklum lah ya namanya juga menyambangi makam. Meski kebanyakan kerangka sudah diambil keluarga dan dipindahkan ke negara asalnya, tapi konon katanya masih ada satu kerangka enggan hengkang, mitosnya selalu ada akar pohon yang melilitnya sehingga sukar untuk dipindahkan. Wew, ini mah kerangka penjajah yang cinta mati sama Indonesia Raya kali yak, hehe..
Ada loncengnya di pinggir gerbang masuk makam, katanya sih dulu waktu jenazah di bawa ke makam ini melalui Kali Krukut, lonceng itu dibunyikan.. bunyinya, teng-teng-teng gitu deh.. 'kerenan' bunyinya ini seh daripada tukang bakso yang sering lewat depan rumah *hehe, garink*. Terus ada kereta jenazahnya Presiden RI pertama kita, Soekarno. Kurang lebih mirip-mirip lah sama keretanya Cinderela, hahaha, boong banget!


Kenapa sih makam koq malah dibilang Museum Prasasti? Yang betul, dulunya bekas pemakaman. Tapi sama Pemda Jakarta di pugar dan di revitalisasi menjadi museum prasasti karena banyak nisan-nisan di sana yang bentuknya sangat artistik. Kebanyakan sih nisan-nisan di sana berbentuk wanita dan malaikat-malaikat yang rupanya suka muncul di pelem-pelem bule atau di pideo klip anak-anak band gitu.

****Rating 4 buat uji nyali Dunia Lain! wkwkwkwkw..
INFO | Museum Prasasti menempati lahan bekas pemakaman orang Belanda yang dulunya bernama Kebon Jahe Kober dengan luas lahan 5,5 hektar yang dibangun pada tahun 1975. Di museum ini dihimpun berbagai prasasti dari zaman Belanda dan sebelumnya, serta makam beberapa tokoh Belanda dan Inggris seperti: A.V. Michiels (terkenal pada perang Buleleng), Dr. H.F. Roll (Pendiri STOVIA atau Sekolah Kedokteran pada zaman Belanda), J.H.R. Kohler (terkenal pada perang Aceh), Olivia Marianne Raffles (istri Thomas Stamford Raffles), dan Kapitan jas yang makamnya diyakini sebagian orang dapat memberikan kesuburan, keselamatan, kemakmuran dan kebahagiaan.

Alamat: Jalan Tanah Abang I Nomor 1, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Telp: 021 3854060
Jam Operasional:
Selasa – Minggu: 09.00- 15.00.
Senin dan hari libur nasional Tutup.
Harga Tiket Masuk:
Dewasa : Rp 2.000;
Mahasiswa : Rp 1.000;
Anak-anak : Rp 600
(2) Museum Wayang
Namanya juga museum wayang, ya isinya kebanyakan wayang. Dari yang kulit sampe keluarganya cepot. Tau cepot kan? Iyak betul, kembarannya Mang Asep Sunarya, wkwkwkw... peace ah!

Ada juga topeng-topeng dengan model wajah yang unik. Kalo temen-temen berkunjung ke sana, salam yah buat Kedok Pentoel, one of my fav mask! Ada juga wayang ato puppet dari berbagai negara lainnya kaya Inggris dan Perancis, kalo dipikir-pikir mirip2 si Chuky semua tampangnya, wkwkwkwkw.. atut! Ada yang keren juga, wayangan berbentuk Adam dan Eve beserta gunungan-nya. Tau gak gunungan wayang entu yang mana? itu yang kaya kipas, hehe..

Yang harus diketahui sama pengunjung neh, dilarang motret pake blitz. Karena dikhawatirkan lampu blitz yang menembak langsung pada objek akan mempengaruhi warna wayang (pudar).

Buat yang mo beli suvenir, disediakan di depan pas pintu masuk. Suvenir khas museum wayang atau berbau wayang.. Ada handkey, bookmark, stationery sampe wayangnya juga ada! Dipilih, dipilih, dipilih...

*
I bought some of bookmarks, trs dikasih bonus satu. Bonusnya terus dikaseh "jampe2", katanya supaya nanti jodoh gw setia, ehm..hm..ehm.... amin aja dah pak! ^_^
INFO | Gedung Museum Wayang beberapa kali mengalami perombakan. Pada awalnya bangunan ini bernama De Oude Hollandsche Kerk ("Gereja Lama Belanda") dan dibangun pertama kali pada tahun 1640. Tahun 1732 diperbaiki dan berganti nama De Nieuwe Hollandse Kerk ("Gereja Baru Belanda") hingga tahun 1808 akibat hancur oleh gempa bumi pada tahun yang sama. Di atas tanah bekas reruntuhan inilah dibangun gedung museum wayang dan diresmikan pemakaiannya sebagai museum pada 13 Agustus 1975.

Alamat : Jl Pintu Besar Utara No. 27, Jakarta Kota.
Telp : 021 6929560 / 6927289
Jam Operasional :
Selasa – Minggu : 09.00 – 15.00.
Senin dan hari libur nasional Tutup.
Harga Tiket Masuk:
Dewasa : Rp 2.000;
Mahasiswa : Rp 1.000;
Anak-anak : Rp 600
(3) Museum Fatahilah
Buat yang punya kamera bagong alias kamera profesional bak potograper, banyak spot yang bagus buat poto-poto di sini. Lah? ini kunjungan museum apa mo poto-poto prewedding seh? hehehe, biar Museum trip tapi narsis jalan terus downk! Isinya ada furniture jadul peninggalan pada masanya, bangunan besar bertingkat dengan jendela-jendela besar yang unik buat poto (dogh, narsis lagi!).

Museum Fatahilah dan area sekitarnya kan kental dengan kota tua-nya! Tau stasiun kota kan? Nah kalo tau, kalian jadi bisa ngebayangin sisa-sisa gedung tua yang masih pada bertengger di sana.

Temen-temen, Museum Wayang dan Museum Fatahilah ini juga letaknya berdekatan lho, tinggal lompat juga nyampe.. *jangan percaya!*

Maksudnya mereka cuma dibatasi area halaman yang sama, nah kalo mau merasakan yang lebih jadul di antara keduanya. Ada rental sepeda ontel di depan museum wayang lengkap dengan topi 'kebangsaan' menir Belanda.. Kisaran rental katanya mulai 10ribuan, coba aja nego karena biasanya cuma buat muter2 di depan Museum Wayang dan Museum Fatahilah doank. Bawa pulang sepeda, telanjangin ;P wkwkwkwkw, gak se-ektrim itu deeyh. Becanda!

***Rating 3 buat yang mo pre-wedd dengan low budget.
INFO | Museum Fatahillah yang juga dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta atau Museum Batavia adalah sebuah museum dengan luas lebih dari 1.300 meter persegi. Gedung ini dulu adalah Stadhuis atau Balai Kota (Gouvernourskantoor) , yang dibangun pada tahun 1707-1710 atas perintah Gubernur Jenderal Johan Van Hoorn. Bangunan balaikota itu serupa dengan Istana Dam di Amsterdam, terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara. Pada tanggal 30 Maret 1974, gedung ini kemudian diresmikan sebagai Museum Fatahillah.

Alamat: Jl. Taman Fatahillah No. 1 Jakarta Barat 11110
Telp: 021 6929101
Jam Operasional :
Selasa – Minggu : 09.00 – 15.00.
Senin dan hari libur nasional Tutup.
Harga Tiket Masuk:
Dewasa : Rp 2.000;
Mahasiswa : Rp 1.000;
Anak-anak : Rp 600
(4) Menara Syahbandar
Saya cuma bisa bilang, unik! Begitu menjejakkan kaki di tempat ini, serasa dapet hawa jaman-jamannya VOC dulu, kayaknya gak nyangka kalo disitulah ditetapkan kilometer 0 dari Batavia. Ada berapa lantai ya lupa, tapi buat yang takut ketinggian, hehe, bisa bikin lemes kaki juga, soalnya simpang anak tangga satu dengan yang satunya gak rapet-rapet amet, jadi bisa langsung njeglok liat bawah gitu, hehehe bahasa gw primitip abies.. i'm heightphobia!




Terus waktu naek emang jadi agak pusing, entah karena takut apa karena kondisi menara yang katanya miring ituh.. Sampe di loteng atas, eh bisa liat ada tulisan VOC dari jauh..
Wow, amazing! Amazing sama kali Pasar Ikan maksudnya, item2 banyak sampah gituhhh.. yaiks.. eh terus apaan tuh kapal laut gede-gede, gak taunya bisa melihat jelas Pelabuhan Sunda Kelapa, keren juga yak Batavia punya gaye, hehe :)
INFO | Menara Syahbandar (Uitkijk) dibangun sekitar 1839 yang berfungsi sebagai menara pemantau bagi kapal-kapal yang keluar-masuk Kota Batavia lewat jalur laut serta berfungsi kantor "pabean" yakni mengumpulkan pajak atas barang-barang yang dibongkar di Pelabuhan Sunda Kelapa. Menara ini sebenarnya menempati bekas bastion (kubu) Culemborg yang dibangun sekitar 1645, seiring pembuatan tembok keliling kota di tepi barat. Sebelum dibangun Menara Syahbandar, fungsi menara pemantau sudah dibangun diluar dekat bastion Culemborg dengan bentuk "tiang menara", diatasnya terdapat "pos" bagi petugas. Salah satu saksi bisu perkubuan Belanda adalah pintu besi di bawah Menara Syahbandar yang, menurut infomasi penjaga menara, menyambung ke dalam lorong bawah tanah menuju Masjid Istiqlal. Semasa penjajahan, lokasi yang menjadi Masjid Istiqlal sekarang adalah benteng Belanda. Pada tahun 1977, Gubernur Jakarta Ali Sadikin meresmikan tugu di lokasi Menara Syahbandar sebagai penanda Kilometer 0 Batavia di masa lalu. Bertambahnya usia bangunan hingga saat ini kurang lebih 168 tahun, membuat bangunan setinggi 12 meter dengan ukuran 4x8 meter ini, secara perlahan menjadi miring sehingga kerap disebut "Menara Miring". Posisinya yang persis disisi jalan raya Pakin, dimana setiap hari padat oleh kendaraan dan tak jarang jenis kendaraan berat seperti truk kontainer, menambah beban getar disisi selatan menara.

Alamat: Pasar Ikan No. 1. Kel. Penjaringan Kec. Penjaringan, Jakarta Utara, Jakarta 14440
Jam Operasional:
Selasa – Minggu: 09.00- 15.00.
Senin dan hari libur nasional Tutup.
Harga Tiket Masuk:
Dewasa : Rp 2.000;
Mahasiswa : Rp 1.000;
Anak-anak : Rp 600

(5) Museum Bahari
Di museum ini ada apa ya? ada banyak koleksi yang berbau laut yang jelas, dari mulai jangkar sampai replika kerangka pinisi. Ada gambar-gambar kota Batavia jaman jebot, ada kaya semacam tungku entah untuk kopi atau pembakaran di kapal :P jadul abisss, unik! maklum teknologi Belanda. Ruangan satu ke ruangan yang laen yang digunakan untuk memerkan koleksi benda-benda yang tidak terlalu banyak malah bikin kesannya syerrrr tek dung alias a bit spooky juga. Jadi jangan ketinggalan dari rombongan apalagi ketinggalan di lantai atas, wkwkwkwkw.. And be careful beberapa tangga sudah mulai agak reot.


Daya tarik Museum Bahari menurut saya malah ada di luar. Benar, Jendela! Jendela hijau fuschia dan coklat besar saling berhadapan, lagi-lagi spot yang bagus buat poto-poto lagian jauh dari kesan spooky. *iya lah jreng soale poto-potonya siang, nah kalo malem??*
INFO | Di ujung Utara Ibukota Jakarta, tepatnya pada kawasan kuno pelabuhan Sunda Kelapa, berdirilah Museum Maritim (Museum Bahari) yang memamerkan berbagai benda peninggalan VOC Belanda pada zaman dahulu dalam bentuk model atau replica kecil, photo, lukisan serta berbagai model perahu tradisional, perahu asli, alat navigasi, kepelabuhan serta benda lainnya yang berhubungan dengan kebaharian Indonesia. Museum ini mencoba menggambarkan kepada para pengunjungnya mengenai tradisi melaut nenek moyang Bangsa Indonesia dan juga pentingnya laut bagi perekonomian Bangsa Indonesia dari dulu hingga kini. Museum ini juga memiliki berbagai model kapal penangkap ikan dari berbagai pelosok Indonesia termasuk juga jangkar batu dari beberapa tempat, mesin uap modern dan juga kapal Pinisi (kapal phinisi Nusantara) dari suku Bugis (Sulawesi Selatan) yang kini menjadi salah satu kapal layar terkenal di dunia.

Alamat: Jln. Pasar Ikan No. 1. Kel. Penjaringan Kec. Penjaringan, Jakarta Utara, Jakarta 14440
Telp: 021 6693406
Jam Operasional:
Selasa – Minggu: 09.00- 15.00.
Senin dan hari libur nasional Tutup.
Harga Tiket Masuk:
Dewasa : Rp 2.000;
Mahasiswa : Rp 1.000;
Anak-anak : Rp 600

(6) Pelabuhan Sunda Kelapa
Bisa ngebayangin gak, kalo Pelabuhan Sunda Kelapa udah selama itu umurnya? Mungkin masa-masanya Brama Kumbara sama Mantili kali yah, hahahaha.. Jaman kerajaan. Well, baru sekali ke pelabuhan dan wow, bersejarah banget ni pelabuhaaaaaan! Kapalnya gede-gede, masih kapal kayu bukan tipe-tipe cruise ship to Carribbean gitu *ya e-yalah, bletak!*
Pelabuhan ini terutama disinggahi kapal-kapal antarpulau dan pelayaran rakyat dengan komoditas utama kayu, bahan kebutuhan pokok, barang kelontong, dan bahan bangunan.
Kalo beruntung bisa ketemu turis asing juga yang lagi trip ke pelabuhan ini, tapi kalo gak beruntung, hehehe, kalo jumlahnya rombongan siap-siap di datengin petugas berseragam - biasalah, uang rokok!


And the trip was ended here.
INFO | Meskipun sekarang Sunda Kelapa hanyalah nama salah satu pelabuhan di Jakarta, daerah ini sangat penting karena desa di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa adalah cikal-bakal kota Jakarta yang hari jadinya ditetapkan pada tanggal 22 Juni 1527. Kala itu Sunda Kelapa milik Kerajaan Sunda yang beribukota di Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang kota Bogor) yang direbut oleh pasukan Demak dan Cirebon. Walaupun hari jadi kota Jakarta baru ditetapkan pada abad ke-16, sejarah Sunda Kelapa sudah dimulai jauh lebih awal, yaitu pada zaman pendahulu Kerajaan Sunda, yaitu kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Tarumanagara pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kelapa menggunakan bahasa Malayu yang umum di Sumatera, yang kemudian dijadikan bahasa nasional, jauh sebelum peristiwa Sumpah Pemuda.

Alamat : Jl.Maritim No.8 Sunda Kelapa 14430
Telp: 021 6928888
Tiket Masuk: Lupa-lupa inget tentang tiket masuk, kalo gak salah per mobil sekali masuk Rp 500 - 1.000
+ + + + +

Kesannya, selain jadi tahu di mana letak-letak tempat antik itu bersembunyi, dapet juga tuh feel-nya merasa memiliki Jakarta, hallah.. Djakarta Tempoe Doloe.

Temen-temen yang berminat pastinya bisa langsung ngacir ke tempat-tempat diatas. Budgetnya amat sangat terjangkau kan? Tapi klo temen-temen gak mau repot, dan mau tinggal ikut dan poto-poto ajah gitu misalnya bisa mengikuti paket-paket trip Outpack yang ditawarkan.
Paket Djakarta Tempoe Doeloe yang saya ikuti 17 Januari ditawarkan dengan biaya Rp. 175.000/org.

Saya sendiri cukup puas :) dan ketagihan pengen jalan-jalan lagi bareng Outpack, hihi.. rejeki (baca: duit) datanglah!

Mudah-mudahan bisa dijadikan pilihan buat jalan-jalan hemat, ya!

*Foto-foto koleksi pribadi, Outpack Indonesia & Nuh Bayu Putra.


Profil Kontributor
Juni, teman saya, pekerja kantoran yang selalu terlihat bersemangat ini, membagikan pengalamannya berkeliling Jakarta sekaligus berwisata sejarah dengan tur berpemandu. Mengikuti tur berpemandu merupakan salah satu opsi dalam berjalan-jalan (apalagi kalau low-budget tour), karena semua objek wisata dapat didatangi sekaligus mendapatkan informasi sejarah yang terjamin karena dipandu oleh tour guide yang relatif telah berpengalaman, sehingga efisien terhadap waktu & tenaga. Tulisan Juni lainnya dapat diintip di blog pribadinya : simplyfootnotes

Thursday, January 28, 2010

Naik-Turun Kendaraan Umum di Bangkok

Salah satu hal yang paling saya sukai di Bangkok, Thailand, adalah sistem transportasi publiknya yang amat bagus. Thailand sebagai negara berkembang rupanya telah mempersiapkan dirinya menjadi negara maju. Sistem transportasi publik Bangkok relatif telah terintegrasi dengan baik satu sama lain, hingga memberikan kemudahan bagi warganya untuk mencapai satu titik ke titik lain.

Dari awal kami tiba di Bangkok, di bandara internasional Thailand, Suvarnabhumi Airport, kami sebagai para turis disediakan bus khusus bandara menuju titik-titik utama kota. Contohnya, untuk mencapai Sukhumvit (tempat hostel kami berada), kami perlu naik bus AE3. Sedangkan untuk menuju Khaosan Road, namanya AE1. Dan seterusnya. Ini benar-benar memudahkan para turis.


Bus AE3 Menuju Sukhumvit.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009

Peta jalur transportasi publik dapat diambil gratis di bandara Suvarnabhumi Airport. Di peta ini dijelaskan bahwa ada beberapa macam moda transportasi yang dapat digunakan selama di Bangkok, dua yang paling utama adalah BTS (Skytrain) & MRT (Subway).

BTS & MRT sebenarnya mirip-mirip saja. Bedanya cuma kalau BTS beroperasi di atas jalan raya, namun kalau MRT beroperasi di jalur bawah tanah. Tarifnya pun mirip-mirip. Antara 10 Baht hingga 45 Baht dari titik terdekat hingga ke titik terjauh.


(kiri) Stasiun BTS (Skytrain);
(kanan) Loket penukaran koin
untuk tiket.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009

Sistem pembayaran BTS & MRT menggunakan sistem kartu, serupa dengan sistem pembayaran MRT di Singapura & Malaysia. Ada yang tipe prabayar dan ada pula yang beli di tempat. Contohnya, apabila kita ingin menuju Victory Monument dari stasiun Asok, maka kita memerlukan 4 koin 10 Baht (40 Baht) untuk di"tabung" di mesin koin yang nantinya mengeluarkan kartu. Apabila kita tidak memiliki recehan, kita dapat menukarkannya di loket yang sudah disediakan. Saya dan teman-teman jalan saya tiba-tiba terpikir, berapa banyak koin yang harus mereka sediakan perhari ya?? Tapi pertanyaan itu terjawab beberapa detik sesudahnya, yah kan koin-koin di mesin kartu bakal balik lagi ke mereka. Hehehe, dasar udik...

Waktu kami pergi ke Ayutthaya, kami mencoba kereta 3rd class mereka. Btw kami mencoba kereta ini karena direkomendasikan oleh Simon, teman baru kami yang berasal dari Jerman. Simon ini ternyata setelah lulus dari kuliah, selama 2 bulan ia berkeliling Asia Tenggara seorang diri, sebelum akhirnya bekerja kantoran. Simon sehari sebelumnya juga ke Ayutthaya. Dari awal kami diwanti-wanti, Ayutthaya tempatnya panas banget! Kulit saya sampai terbakar parah. Wah iyalah bule, kalo kita kan udah biasa sama panas, hehehe... Simon bilang, keretanya unik, semua terbuat dari kayu. Hmm menarik... Okay, here we go then! :)




(atas) Wooden 3rd class train to Ayutthaya, @15 Baht;
(bawah)
3rd class train back to Bangkok, @ 20 Baht.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009

Berangkat dari Stasiun Hua Lam Phong, kereta 3rd class ini hanya menghabiskan uang 15 Baht per-orang. 15 Baht itu berarti sekitar 4500 rupiah, dengan waktu perjalanan 2 jam antara Bangkok-Ayutthaya. Benar kata Simon, keretanya kayu semua, dari bangku, badan kereta, sampai lantai-lantainya pun kayu. Dan di sini kami bebas memilih kursi di mana pun, walaupun sebenarnya lokasi kursi sudah tertera di tiket.

Bagusnya, walaupun 3rd class, kereta ini bersih sekali, kami tidak menemukan sampah apapun di sini. Kami juga memperhatikan bahwa di Thailand, mereka sangat tepat waktu! Berangkat sesuai dengan jam yang ditentukan, dan sampai di tujuan sesuai pula dengan jam yang tertera di tiket kereta.

Pulang dari Ayutthaya, kami lagi-lagi memesan tiket 3rd class, dengan harga 20 Baht per-orang. Lho, kami terheran-heran kenapa harganya tiba-tiba naik?? Petugas loketnya berusaha menjelaskan dengan susah payah berbahasa Inggris, tapi kami tetap tidak mengerti. Setelah kami cek tiketnya, ternyata sepertinya kali ini tipe kereta kami berbeda dengan kereta saat berangkat. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya kereta kami tiba. Rupanya benar, ternyata kereta yang sekarang ini bukan kereta kayu yang seperti sebelumnya. Kereta yang ini tampak lebih "eksklusif", eksklusif di sini artinya bangkunya lebih empuk, badan kereta & lantai kereta dari logam, selebihnya sih biasa saja.

Di Bangkok kami juga mencoba menggunakan bus lokal, dari yang berlantai kayu hingga yang ber-AC, kami coba semua. Rata-rata tarif naik bus di sini sekitar 7 hingga 14 Baht. Bus lokal di sini biasanya punya 2 staff, satu sopir, dan satu lagi kondektur. Dua-duanya diberikan seragam & topi, biasanya berwarna hitam-hitam. Menariknya, kondekturnya rata-rata wanita. Cuma sekali saja kami naik bus yang kondekturnya pria.


Bus lokal di Bangkok, lantainya kayu!
Dan kondekturnya rata-rata wanita.

Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009

Ada cerita lucu waktu kami mencoba-coba untuk naik bus lokal ini. Waktu itu kami ingin ke Khaosan Road, yang katanya sih surga para backpacker di Bangkok. Berangkat dari Benchasiri Park di daerah Sukhumvit, kami coba bertanya kepada penjaga taman. Mana penjaga tamannya ngga ngerti bahasa Inggris sama sekali, akhirnya kami menggunakan bahasa tarzan (alias bahasa tubuh). Akhirnya dia mulai mengerti saat kami menyodorkan buku pedoman "Tips on Thailand" yang ada terjemahan bahasa Thailandnya, sambil menunjuk-nunjuk bagian "numbers" & peta Bangkok, dan bersahut-sahutan "Bus, bus number, to Khaosan Road!" Aha! Dia mulai mengangguk-angguk, dan menuliskan 2 nomer bus. Fuihhh...

Setelah mengucapkan terimakasih ke penjaga taman, kami langsung mencari bus dengan nomer tersebut. Begitu naik ke atas bus, salah seorang teman saya kembali bertanya kepada kondektur sambil menunjuk-nunjuk peta ke arah Khaosan Road. Walah! Kondektur itu menggeleng-geleng, rupanya kami salah naik bus. Haiyaa... Untungnya kami dipersilahkan turun di pengkolan depan, lalu disuruh naik bus nomer lainnya, yang katanya mengarah ke Khaosan Road. Pas kami mau bayar, kondektur itu menolak dengan tegas. Waahhh... Baiknya!

Turun dari bus, kami mencari bus dengan nomer rekomendasi dari kondektur tadi. Ah nemu! Kami langsung naik, dan kembali bertanya kepada kondektur tentang daerah tujuan kami. Ya ampuuunn, lagi-lagi kami salah naik bus. Tapi untungnya sih, lagi-lagi kami diturunkan di tempat yang agak jauh dan semakin mendekati Khaosan Road, dengan GRATIS.

Kejadian itu berulang 2-3 kali lagi sampai akhirnya kami benar-benar tiba di Khaosan Road dengan sangat hemat! Karena kami hanya membayar satu kali tarif bus, sekitar 7-8 Baht. Hahaha! Padahal jaraknya lumayan jauh dari tempat kami berangkat tadi. Saat tiba di Khaosan Road, kami hanya bisa tertawa-tawa geli mengingat perjuangan dan cara kami hingga berhasil sampai di sana.

Benar-benar deh, penduduk -eh- kondektur bus di Bangkok baik-baik banget! :D


Wednesday, January 27, 2010

Photo(s) : Papua, "Just See Their Smiles"

Foto oleh : Anto Lucu*

When Health Meet Reality.
Foto (c) Anto Lucu, 2009

Senang sekali.
Foto (c) Anto Lucu, 2009

No need x-box, no need wii, no need ps 3,
just Us and the Nature.
Foto (c) Anto Lucu, 2009

Hidup yang Nyata.
Foto (c) Anto Lucu, 2009

Merasa lelah? Jangan pernah...
Foto (c) Anto Lucu, 2009


Profil Kontributor

Anto, teman saya, berprofesi sebagai dokter yang mencintai & dicintai anak-anak (hehehe). Ini adalah sebagian foto-fotonya saat ia sedang melaksanakan tugas PTT di Papua.
*Oia, sebelum ditanya lebih lanjut tentang keabsahan namanya, Anto Lucu emang nickname-nya dari semenjak SMA, yahh bolehlah, orangnya emang lucu kok. Hahaha! :))

Tuesday, January 26, 2010

Perjalanan Krabi, Bangkok, dan George Town (part-2)

Posting tamu oleh : Dibya Kusyala

Sambungan dari Perjalanan Krabi, Bangkok, dan George Town (part-1)

*ngarep kereta mudik waktu lebaran bisa leyehan*
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Setelah berangkat dari Suratthani pukul 9pm, kami berempat tidur di kereta api- sleeper 2nd class. 4 tiket yang tersisa berhasil kami dapatkan : 2 bilik tidur-atas dan 2 bilik tidur-bawah. Awalnya gw pikir fasilitas bilik tidurnya sama, tapi ternyata tidak. Bilik tidur-atas tidak mendapatkan pemandangan ke luar. Langit2nya pun pendek, *terang aja harganya berbeda* Di bilik bawah ada jendela, dan spacenya lebih lega. Karena sebagian kita mendapat lower-sleeper, jadi masih bisa nyobain.. mm.. ternyata jauh lebih nyaman, meski beda harga dengan upper-sleeper tidak signifikan! *hehe, coba kalo kereta mudik lebaran ada kelas sleeper juga*

Landscape-line yang tadinya didominasi tebing2 alam selama di Krabi-Suratthani berangsur berubah dari perkebunan>perumahan>perkantoran>dan ga nyadar dah nyampe aja di pusat kota Bangkok pada pagi harinya [8am, jadi total perjalanan sekitar 11jam]. Suasana hiruk pikuk mirip Jakarta, taxi dimana-mana, warna2nya pun nyolok mata. Ada pink, kuning, ijo, ungu terang, dan cyan! Penjual makanan juga keluar masuk kereta mirip di stasiun Jogja, *hehe jadi inget teriakan2 ‘popmi, kopi, mijon.. kolakolane mas’, tapi di sini ntah2, udah bahasanya ga ngerti, sahut2an lagi*

Sebelum keluar Hua Lamphong, sempet ketemu petugas information centre yang mirip 'Mulan Jameela' yang kemudian kami ketahui bernama Aminah, beliau membantu menulis alamat hotel yang kami dapat dari internet menjadi karakter2 Thai yang mirip huruf Jawa Kuno, buat ditunjukin ke supir Taxi.. *Arigatou-ne Aminah-San..*

Berdasar informasi Aminah ini, banyak penghuni Bangkok yang tidak bisa membaca huruf Roman [huruf latin] mereka hanya bisa berbincang dan membaca huruf Thai. Gaswat! Jadi pengen 'hire' Aminah buat nemenin, kan kita takut kesasar.. *hehe..ngarep*

Perjalanan pertama setelah nyampe hotel adalah mencoba sky-bus, *lebih mirip MRT kalo di Singapur, tapi platformnya diangkat mirip monorail di KL*. Dan kita pun menuju ChatuChak Weekend Market..

Leaving Chatuchak, see how many hrs have we spent there?
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Di sana berkumpul PKL dari segala penjuru Bangkok. Menurut info tourism map, konon diperlukan waktu 2 bulan penuh kalo kita mau ngiterin semua lapak pedagang dengan berjalan kaki. Pedagang tidak selalu menempati lokasi dagangan yang sama. Yang dijual sangat beragam, dari yang kualitas abal-abal sampe yang koleksi ala butik. Harganya murah. Buat perbandingan kaos2 sekualitas Dagad* [dari segi material dan desain] dijual rata2 100Baht (Rp30rb-an), baju2 yang desainnya lumayan update juga sekitar 150an Baht (45rb), kalo beli banyak minimum 3 langsung harga diturunkan lagi [wholesale price] tanpa kita perlu menawar.

Melihat situasi ini, langsung semua pada kalap belanja. Yang tua, yang muda, yang laki, yang perempuan, yang lokal, yang bule, semua nenteng2 kresek. hehe.. [ati2 ya kalo datang ke sini, sediakan waktu, uang, dan tenaga yang memadai.., juga jangan lupa sebelumnya menyisakan space di koper dan persiapkan sehingga over-luggage di bandara]

Di samping ChatuChak ini, ada taman kota yang luas.. nampak sebagai ruang publik yang berhasil. Di dalamnya ada pohon, tempat duduk, instalasi seni, dan kolam. Di sekitarnya ada station sky bus, pool taxi, pool bus, juga Station subway.. pas Sabtu Minggu rame banget! orang datang dan pergi dari berbagai arah..

Namun ada yang sama dengan taman2 di Indonesia, tamannya diPAGERin! *due to violences and chaos that happened there lately, maybe..* tapi titik keluar ke simpul transport dibuka sehingga sedikit menghalangi permeabilitas massa.

Ga kerasa sekitar 7jam kita muter2 di pasar akhir pekan ini, dilanjutkan menghabiskan waktu bersama penduduk Bangkok dan turis lainnya di taman Chatuchak untuk sejam kemudian..

Full Team.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Procession from square to circle form in classic Thai.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Esok paginya kita menuju Grand Palace aka. Istana Raja ภูมิพลอดุลยเดช ป [Bhumibol Adulyadej]. Harga masuknya naik jadi 350Baht [Rp.100ribu-an, info sebelum year-end masih 300Baht :(]. Agak mahal, tapi ta apalah.. may be once in the life time ngeliatin ‘keseriusan’ Kerajaan membangun istana dan kuil Budha dari emas 24 karat. Pas udah masuk ternyata ramai dan sangat panas. Iseng megang2 bangunan atau detail dari emas, ternyata adem lho.. [mungkin bisa jadi solusi buat anda yang tinggal di Jakarta, silahkan mencoba membangun dinding dan atap dari emas, wkwk..]

Atmosfer istana ini tidak semistis Istana Jogja. Mungkin karena terlalu ramai pengunjung.. Yang gw heran, jarak bangunan2 di dalamnya sangat rapat, seperti sudah tidak ada lahan lagi saja. Padahal setiap bangunan dibuat dengan detail yang sangat menarik, sangat presisi, dengan elemen2 kecil yang indah.

Kalo gw disuruh mendesain ulang, Gw akan tarik sedikit lebih jauh jarak antar bangunan supaya pengunjung bisa menikmati setiap elemen dan detail dengan lebih baik. Problem lainnya yaitu panas matahari yang menyengat. Kalo lagi-lagi gw disuruh desain ulang, gw akan desain selasar2 yang adem, nanem pepohonan, dan meletakkan tempat duduk yang nyaman di sepanjang lintasan pengunjung..

Secara keseluruhan puas melihat ‘kegilaan’ konstruksi Grand Palace ini. Proporsi bentuk bangunannya sangat unik [dg pucuk2nya yang berangsur meruncing ke atas], eksekusi material [which is gold] yang sangat detail, juga olahan warna2nya meski meriah, nampak memiliki keteraturan.

Tuk-Tuk.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Tuk Tuk [4 hrs muter2 bkk]

Sepulang dari Grand Palace, kita ditodong oleh seseorang di luar pintu istana. Tadinya kita mau ke Wat Po, tempat Budha raksasa leyehan. Tapi orang ini memberitahu kalo di Wat Po sedang ada upacara dan akan berakhir pukul 4 petang [Waktu itu masih jam 12an siang, terik matahari naujubile] Dia menawarkan jasa Tuk-Tuk, hanya 20 Baht saja (Rp6ribu) dia akan mengantarkan ke Standing Budha, Sitting Budha, dan Golden Mountain diakhiri dengan kunjungan di Sleeping Budha *gw heran, ada yang bisa jelasin ga, kenapa Budha dibuat dg berbagai posisi?* tapi dia bilang di sela-sela kunjungan ini kita akan diajak ke art galleries sebanyak 6 tempat. Demi melihat atap TukTuk yang teduh dan kursinya yang kosong. Langsung saja setuju. *keputusan tanpa pertimbangan yang matang*

Perjalanan dengan Tuk-Tuk ternyata memakan waktu berjam2. Gw jadi mikir bagaimana bisa hanya dengan 20Baht dah dianter muter2 kota?. Kita ngelewatin perkantoran UN, kantor2 pemerintahan, kampus2 dan jalan2 utama Bangkok.. di sepanjang perjalanan, baru tau kalau perjalanan itu ternyata disponsori Art Galleries yang emang konon dah ga laku lagi. Sang supir yang masih berusia 23, Tik, menceritakan, dia dapat subsidi dari setiap toko yang kita datangi. [d*mn! tertipu..]

Setiap Art Gallery yang kita kunjungi memiliki ruang display yang luas dan kosong pengunjung. Penjaga2 dengan gigih menawarkan barang dagangannya yang harganya ga kira2. Ada tukang jahit yang nawarin model celana ala brand kondang dengan harga paling murah 2000Baht (Rp600rb-an), sampai galeri perhiasan yang menawarkan cincin atau kalung dengan mata ruby-thai paling murah 4000Baht (Rp.1,2jt-an), *noway-hosay. Jangan2 informasi upacara di Wat Po tadi berita bohong, Untung gw masih rela, gara2 disupirin keliling Bangkok dg murah-meriah..*

Water taxi, atapnya adjustable naik-turun saat lewat bawah jembatan.. *sugoi!*
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Selepas perjalanan TukTuk yang sukar dilupakan ini, kami mencoba water taxi ke arah Pratunam [Shopping District]. Biaya perjalanan dengan perahu ini murah sekali. Kami hanya dikenakan ongkos 10Baht (Rp3rb) saja, menyusuri sungai2 Bangkok yang disampingnya berderet hunian2 publik setinggi 6-7 lantai, nyupirnya kenceng lagi. Kenek yang nagih duit penumpang berdiri di samping boat, sambil akrobatik ngatur atapnya [naik turun saat lewat bawah jembatan]. Pembatas tepi terbuat dari terpal, bisa dikendalikan secara manual oleh penumpang dengan teknologi mekanika dan prinsip sambungan sendi yang sederhana.. *menarik! coba ya di Jakarta sungainya dibersihin trus ada perahu2 seperti ini, pasti sangat membantu transportasi dan pariwisata kota*

Kami mencoba masuk di satu mall namanya Platinum Mall, [ala2 Mangga Dua], barang2 dijual dengan harga super miring. Apalagi kalo kita beli dengan pembelian minimum 3, harganya turun lagi. Desain2 kaos yang mirip Giord*no dijual dengan 100Baht saja (Rp30rb), baju2 kerja mirip G200* seharga 200Baht (Rp60rb), warna dan modelnya okelah, hanya mutu materialnya kurang sedikit. Tapi buat barang murah dengan desain yang bagus, tetep banyak juga pengunjung yang memborong.

Pengamatan secara sekilas dari segi model baju-kaos untuk kaum muda di Bangkok hampir lebih variatif dengan harga setengah di Bandung, makanya dulu waktu di Bandung gw liat banyak distro dan toko yang menjual barang2 Thailand.. [fyi. di Bandung harganya menjadi 3 kali lipat]

Elevated pedestrian and train path, Victory Monument.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Sekitar tempat gw menginap [Rajavithi], terdapat Victory Monument. Di sini, ga pagi ga malam, banyak yang menjual barang2 murah. Mirip PKL2 di Jakarta. Yang menarik, space pedestrian tidak terganggu. Taman kota juga masih berfungsi tanpa invasi pedagang, aliran pedestrian tetap disediakan. Terdapat struktur jembatan beton yang dinaikkan lengkap dengan escalator dan hanging garden buat meeting point atau tempat ngobrol. Elevated pedestrian ini juga berfungsi menghubungkan jalur pejalan kaki antara sisi jalan2 yang sangat sibuk-padat [fyi. 1 jalur kendaraan terdiri dari 4-6 lajur di downtown]. Di atas struktur yang sama terdapat jalur sky-bus. Di bawah tanahnya dilengkapi dengan subway train. *wuih.. sibuknya*

Makanan hampir sama dengan Krabi, harus pinter2 nyari yang Halal. Kendala bahasa ternyata tidak separah yang diceritakan oleh Aminah, masih banyak orang yang pandai berbahasa Inggris meski buta huruf latin, terutama di daerah2 wisata dan belanja.

Our first class Sleeper Train
Bangkok-Butterworth at Pulau Penang [22 hrs!]*
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

*Premium classnya silahkan googling 'Eastern Oriental Express', jalur Singapore-KL-Butterworth-Bangkok.

Setelah 3 hari 2 malam, kami pun mengakhiri perjalanan di Bangkok. Dan melanjutkan ke Butterworth [di Pulau Penang, Malaysia]. Sama seperti sebelumnya, kami menempuh perjalanan kereta api malam, yang pemberangkatannya dari Stasiun Hua Lamphong.

Tadinya berharap ketemu Aminah lagi. Apa daya ternyata siang itu, penjaga kios informasinya berbeda. Wajah penjaganya kali ini lebih mirip pemain lenong bocah. Dengan setengah ketus, ketika kami tanya lokasi train ke arah Butterworth, dia menjawab,
‘Have you got the tickets? Go to Platform 5!’
Wuduu.. Siap Bu!..

*hari ini Aminah kemana ya? Wkwk..*

Bersambung ke Perjalanan Krabi, Bangkok, dan George Town (part-3)




Profil Kontributor
Dibya, teman saya, adalah pecinta jalan-jalan yang kini bekerja sebagai lecturer di Kuantan, Malaysia. Profesi ini secara tidak langsung memberikannya banyak waktu untuk berjalan-jalan. Untuk tahun 2010, ia sudah menjadwalkan hari-harinya untuk agenda jalan-jalan sepanjang tahun (dengan berburu tiket pesawat promo murmer). Tulisan-tulisan Dibya lainnya dapat diikuti di Dibya Kusyala's Notes.

Monday, January 25, 2010

First Meeting is The Creepiest

Posting tamu oleh : Sasmaya Suliztiarto

Setelah selama 3 tahunan menjadi mahasiswi di MRL UPI, which is mean, aku seriiiing…sekali jalan-jalan berkeliling daerah-daerah yang konon indah tapi masih belum tersentuh peradaban manusia.

Naaaahhh…
Tempat-tempat ini rata-rata punya reputasi lumayan mantap dalam kategori ’scary places’. Termasuk di antaranya adalah Pantai Apra di Cianjur Selatan dan Air Terjun di daerah Situ Gunung, di Sukabumi.

Gambar dipinjam dari sxc.hu

Pengalaman pertama aku dengan hal-hal mengerikan dalam kuliah luar kami adalah di Pantai Apra. FYI, buat yang pada belum tahu APRA, itu adalah Angkatan Perang Ratu Adil, yang sempat memberontak pemerintah tahun 1960-an dan ditumpas oleh Pak Harto dkk barengan sama PKI.

Disebut Pantai Apra, soalnya pantai itu adalah tempat di mana seluruh anggota Apra, atau yang disangka anggota (you know lah) dibantai habis-habisan dan dikubur (oleh warga akhirnya) di dalam bunker tepi pantai! Konon, menurut orang setempat, selama berhari-hari pasir di pesisir berwarna merah, dan ombak pun penuh dengan mayat-mayat!!!

Hiii…super creepy, isn’t it??

Meanwhile, pantainya tuh emang bagus. Ombaknya cocok untuk surfing, ada delta yang bisa dibikin pusat rekreasi yang cukup aman, dan masyarakat sekitarnya mendukung usaha pariwisata (hasil analisis selama seminggu, hahaha). Kita pergi ke sana, deh. Aku dateng ke sana telat. Soalnya Mas-ku, sepupu dekatku, nikahan.

Teman-temanku berangkat hari Rabu, dan aku datang ke sana hari Kamis. Di malam hari, pantai Apra berubah sepi. Total. Nggak ada satupun warga yang jalan-jalan kesana kemari (yaiyalah, ngga ada mall juga, apalagi tempat dugem), dan nggak ada suara apapun tersisa di udara…hiii…

Di tengah suasana mencekam ini, tiba-tiba dosen kami memutuskan kalau inilah saat yang tepat untuk berkumpul mengumpulkan tugas di balai desa. Dalam sekejap, kesunyian pun berubah riuh. Jam 11 malam kita baru beres, dan untuk menambah ceria suasana…kami pun memutuskan main kartu.

Mainan kartunya pake taruhan, dan taruhannya…nyeremin total: duduk di bawah pohon beringin angker 1 menit, cari foto serem, jalan sendiri ke pinggir pantai, dsb. Aku males banget gila… Mending tidur….

Dan, saat itulah tiba-tiba tercium bau bunga-bungaan yang sangat menyengat di kamar tidur kami yang penuh diisi sama lebih dari 10 cewek teman sekelasku. Aku mengeluh sejenak, sebelum tidur, mereka sama sekali nggak denger.

Hiii….
Ternyata, mereka mengalami banyak hal mengerikan!! Pokoknya sampe ada fotonya gitu dan super-spooky abis. Foto dari digicam-nya nggak bisa di-upload ke komputer sampe sekarang dan ngga bisa dicetak juga (selalu gagal). Kejadian beneran deh film horor Shutter!!

Oh ya, satu lagi yang spooky, konon ombak di Pantai Apra milih-milih, kalo sama cowok dari Bandung dia suka mengganas, sementara ama cowok dari daerah lain biasa aja.

Hal ini pun dibuktikan dengan sebuah foto yang cuma bisa diliat di digicam seorang temanku. Hafidz Maulana, lelaki tampan asal Soreang, Bandung, berdiri di depan ombak yang tingginya luar biasa…dia basah total setiap kali kita pergi ke pantai. Sementara si Tisno, yang bertampang agak jauh dibanding Hafidz, anak Jawa asli asal Cilacap…kering ring ring ring dan ngeluh nggak pernah dikejar ombak.

Mereka berdua berpose bersama dengan background ombak yang sangat aneh:
Hafidz dengan ombak tinggi dan
Tisno cuma riak-riak kecil.

HIIII…

Besokannya, terjadilah gempa di Yogya. Kami nggak sempet nyari bahan tambahan untuk tugas gara-gara ombak berubah tinggi banget, dan agak-agak gempa juga berasa. Tapi tetep aja si dosen nyuruh kita diskusi lagi malem-malemnya. Kali ini dengan suara minimal dari teman sekamarku yang udah kena tulah kemaren malemnya.

Aku yang masih polos lugu dan nggak diceritain apa-apa, minta izin duluan pulang ke penginapan. Pengen pipis soalnya, jadi aku pergi ke kamar mandi. Sebelum masuk, terlihat sekelebatan putih mirip Ubay, temanku, akhwat yang keranjingan mandi, pake mukena. Yasud… Kutunggulah.

Hampir 30 menit aku berdiri di depan pintu. Udah hampir ngompol…tapi yang di dalem masih aja jebar-jebur. Mandinya lama amaaattt… Akhirnya aku menggedor pintu.

"Bay…cepetan dong!!"
JBUR-JBUR…
"Bay ngapain sih lo mandi kayak Nyi Roro Kidul ajah…"
BERHENTI

Tiba-tiba, terdengar teman-temanku datang.
"Assalamualaikuuum…"

Suara yang kudengar adalah suara yang paling nggak terduga…which is…suara UBAY!! Aku buru-buru berbalik, dan menemukan Ubay masuk dari pintu depan, berjilbab rapi.
"Bay, kalo bukan lo yang di dalem…" aku tergagap-gagap.

Ubay yang langsung paham langsung ber-bismillah, dan mendorong pintu yang tertutup. Dalam sepersekian detik, pintu terbuka, hanya ada kamar mandi kosong dan sumur dan lampu yang menyala.

SUPER CREEPY.

Apalagi setelah kejadian mengerikan itu, kamar kami disambangi kecoa musim kawin yang bertransformasi jadi FLYING COCROACH. Benda nyata paling mengerikan di dunia. Sumpah mendingan tidur di luar deh…

Masya-Allah jangan sampe deh aku keceplosan ngomong-ngomong yang sompral lagih.
Begitulah…ceritakuuu…

Seram bukannnn???


Profil Kontributor
Maya, sepupu saya, adalah pecinta jalan-jalan yang kini sedang berusaha menyelesaikan skripsinya. Maya yang akrab disebut "Tetew" ini hobi jalan-jalan walaupun memiliki kemampuan disorientasi arah (sama seperti saya! hehe...). Kuliah yang diambilnya di bidang manajemen pariwisata, memberikannya kesempatan untuk berjalan-jalan keliling Indonesia sambil belajar. Ini adalah salah satu posting lamanya saat study tour di Pantai Apra, Cianjur Selatan.


Sunday, January 24, 2010

Packing Light!

Gambar dipinjam dari sxc.hu

Desember 2009 lalu adalah perjalanan backpacking pertama saya ke luar negeri, ke 4 negara SE Asia bersama 2 orang teman selama 10 hari, dengan hanya berbekal backpack alias ransel di punggung. (Iyalah, namanya juga backpacking, hehehe...)

Pas ransel saya ditimbang, awalnya sih cuma 7 kilogram, ealahhh pas pulang-pulang sudah berevolusi jadi 13 kilogram! Ck. Nambah 6 kilo! (Berkat belanja oleh-oleh nih, hehehe...) Untung aja batasan bagasinya 15 kilo, jadi ga kena overcharged. Berarti laen kali musti lebih jago lagi deh, kalo bisa ya cuma 5 kilo aja yang dibawa dari rumah. Hoho...

Lagi-lagi banyak teman yang bertanya kepada saya, apa saja sih yang penting dibawa selama jalan-jalan ala backpacker?

Saya sendiri sih karena memang masih amatiran, kemaren-kemaren juga sempet googling cari info. Namanya juga backpacking pertama kali, pengen semuanya lancar dan terkendali dong yaa... :)

Pertama soal aturan bawa cairan ke kabin & bagasi.
Saya sendiri masih ketuker-tuker, beda kabin sama bagasi. Hwahahaha! Kabin itu maksudnya, dibawa masuk ke pesawat. Sedangkan bagasi sebaliknya, pokoknya ngga dibawa masuk ke dalam pesawat deh. Ransel kami sih kami masukkan ke bagasi (dengan batasan 15 kilo tadi), jadi sebenarnya kami belum expert-expert amat dalam soal packing light.

Buat para backpacker yang udah expert, mereka bener-bener cuma bawa satu ransel dan dibawa ke kabin, jadi ngga perlu ngabisin waktu untuk check-in bagasi.

Bawa cairan ke kabin masih diperbolehkan selama kapasitas botol yang dibawa tidak lebih dari 60 ml. Dan cuma boleh dibawa sebanyak 5 botol (tapi lebih baik coba cari info lagi soal aturan ini). Botol air minum sudah pasti akan disita atau disuruh dihabiskan di tempat saat itu juga. Sedangkan untuk aturan cairan dibawa ke dalam bagasi, tampaknya masih diperbolehkan.
-- Setidaknya masih diperbolehkan di 4 negara yang kami datangi itu (Singapore, Malaysia, Vietnam, & Thailand).

Laluuu...

Mari kita mulai packing:
(1) Paspor, kartu NPWP, tiket pesawat, uang (+fotokopi2 dokumen tersebut) - Karena kami bepergian ke 4 negara, maka demi alasan kepraktisan, kami hanya membawa USD untuk ditukarkan sesampainya di negara yang dituju. Jangan lupa untuk fotokopi dokumen-dokumen yang dibawa, jaga-jaga kalo ada kehilangan atau semacamnya (amit-amit).
(2) Tas kecil/daypack - Ini penting untuk dibawa jalan-jalan, ngga mungkin kan kita bawa-bawa ransel kita kemana-mana.
(3) Toiletries - Sabun, shampoo, sunblock, deterjen (cuci baju sendiri buat menghemat), dsb.
(4) Baju - Saya sendiri membawa sekitar 5 kaos, 2 blus, 2 jaket, 2 celana pendek, 1 rok panjang, 1 topi, 1 scarf, 1 jeans, 2 handuk ringan, 2 pasang kaos kaki, sepasang sandal, dan sepasang sepatu. Pas berangkat, saya mengenakan kaos+jaket+jeans+sepatu, jadi barang bawaan di ransel juga berkurang. Tapi tentu saja lebih sedikit bawa barang ya lebih baik, tergantung kebutuhan dan taraf kemodisan, hehehe... FYI, waktu itu kami sempat bertemu dengan seorang backpacker yang cuma bawa 2 kaos & 2 celana untuk jalan-jalan selama 2 bulan! Hooo, EXPERT! :D
(5) Botol minum! - Ini sangat PENTING, dengan adanya ini, kita bakal amat sangat menghemat! Hehehe...
(6) Cadangan makanan - Abon sapi, energen, dsb. Lagi-lagi, karena alasan budget, hehehe...
(7) Peta & guidebook - Guidebook ngga perlu beli, googling aja info-info yang kira-kira perlu trus di-print! GRATIS. Soal peta, biasanya banyak disediakan gratis di bandara international, jadi tenang saja.
(8) Charger & international travel plug adapter - Jangan lupa perangkat yang satu ini, pentingggg. International travel plug adapter diperlukan apabila di negara yang kita datangi, colokannya beda. Jadi mending kita beli satu aja jenis yang ini, karena plug adapter ini bisa kita ubah-ubah bentuknya sesuai dengan colokan yang dibutuhkan.
(9) Kamera digital point-and-shoot- Praktis dan relatif aman dari incaran mata-mata yang nakal *halah*
(10) Notebook kecil & bolpen - Berguna untuk tukeran facebook & ngisi kartu imigrasi, hehehe...

Oia, kalau-kalau ada yang penasaran: backpack saya dan teman-teman saya berkapasitas sekitar 45-55 liter.

Okeh, sepertinya itu dulu. Semoga membantu! :)

Untuk info yang lebih lengkap, mungkin bisa lihat di sini:
http://www.onebag.com
http://www.startbackpacking.com/travel/backpacking-packing-list
http://www.women-on-the-road.com/travel-packing-list.html
http://offtrackplanet.com/backpacking-101/backpackers-guide-101-backpacks-packing
http://www.independenttraveler.com/packing

*gambar travel plug adapter dipinjam dari ebay.co.uk

Life is Yours to Create

*Tadinya saya hanya posting ini di blog pribadi saya, tapi ternyata nyambung juga sama blog yang ini. I hope you can enjoy & inspired by this post...


Image taken from scx.hu

Hobi gw setahun belakangan ini adalah : baca travel blog.

Kemaren-kemaren gw nemu artikel ini:
"Society boxes you in and restricts your movements to their expectations. It’s like the matrix. And any deviation is considered abnormal and weird. ...

Years ago, at the height of the economy, a book called the “The Secret” came out. According to The Secret, if you just wish and want hard enough, you’ll get what you want. But the real secret is that you get what you want when you do what you want.

Life is what you make it out to be.
Life is yours to create."

Matt adalah seorang (twenty-something) full-time traveler & blogger. Sebelumnya ia sempat bekerja sebagai professional selama lima tahun. Setelah kepulangannya dari traveling di Thailand tahun 2005, ia berpendapat bahwa "traveling is better than working", lalu memutuskan untuk menyelesaikan gelar MBA-nya, keluar dari pekerjaannya, lalu pada Juli 2006 ia pun memulai perjalanan keliling dunianya. Hingga saat ini.

Just don't let society boxes you in and restricts your movements to their expectations! Wise man said, "You can never make everyone happy, so don't even bother trying. Accept that and move on."

*Artikel ini ngingetin gw tentang seorang teman yang hobi banget traveling sampe kayanya hidup dia emang didedikasikan untuk jalan-jalan. You go girl! Keep up the spirit! Hehe...

Saturday, January 23, 2010

Perjalanan Krabi, Bangkok, dan George Town (part-1)

Posting tamu oleh : Dibya Kusyala

Saat awal merencanakan liburan akhir tahun ini, terpikirnya langsung ke Thailand. Sudah lama pengen pergi ke sana. Karena tertarik dengan arsitektur dan publikasi obyek wisatanya yang bermunculan di berbagai media. Setelah ngoprek2 a*ras*a.com, akhirnya didapatkan penerbangan 24/12/09 tengah hari. Dari LCCT langsung ke Krabi!

Krabi dipilih bukan karena pengetahuan gw akan objeknya yang menarik. Tapi lebih karena harga tiket penerbangan yang masih normal untuk peak season. Apalagi liburan natal-tahun baru. *Penerbangan langsung ke Bangkok waktu itu melonjak hampir 3 kali lipat dari harga biasa..*

Sempet agak nyesel pas ngecek di peta karena posisi Krabi lebih deket ke Malaysia sedang Bangkok masih 200an km di arah tenggara (Semenanjung Asia).. *Artinya kita akan bulak-balik via darat karena perjalanan berikutnya menggunakan kereta malam dengan rute Krabi-Surathanni-Bangkok dan balik ke Malaysia melalui rute Bangkok-Butterworth [Pulau Penang]. Namun setelah diitung2 ulang perjalanan yang kami ambil ternyata lebih hemat. Karena tiket train pp masih lebih murah dibanding beli tiket pesawat langsung ke Bangkok saat peak season. Dengan spek train:second class-sleeper/bed+AC. Perjalanan malam hari ini kita pilih untuk mengakali biaya akomodasi hotel yang signifikan. Jadi untungnya berlipat, $_$*


Subhanallah.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Dilanjutkan surfing objek2 wisata di Krabi. Cukup kaget karena banyak sekali spot yang menarik. Ada pantai, goa, taman nasional, hutan, tebing2 dan sungai. Juga tawaran beragam kegiatan berkaitan dengan alam, seperti jungle track, kayak, kano, snorkeling, panjat tebing dan diving. Semua informasi mudah didapat. Bahkan beragam versi videonya bisa diunduh di Y**tube!

Berdasarkan informasi web juga, beberapa spot pernah dijadikan setting pembuatan film2 lokal-Thailand, Asia, bahkan Hollywood. Yang paling kondang tentu saja Aow Maya Beach di Phi Phi island [film The Beach], dan pulau2 yang menjadi tempat kejar2an Bond yang mengendarai boat tradisional (Longtail).

Pantai2 lain yang tidak kalah indah dengan pasir putih dan airnya yang jernih berwarna tosca letaknya saling berdekatan. Ada Phra Nang, Ao Nang, Rayley, dan banyak lagi dengan spelling yang sangat susah untuk dihapal.. [Googling sendiri y cuy..]


Aow Maya Beach at Koh Phi Phi island.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Karena banyaknya obyek wisata alam yang tersedia, banyak pula travel agent yang menawarkan jasa kunjungan dengan dengan sistem paket. Mungkin kalo dijumlah ada belasan jalur tour standar yang bisa kita ambil dengan sharing bersama turis lain. Bisa juga sih sewa speedboat atau Longtail untuk satu group sendiri. Tapi harganya untuk boat tradisional paling murah sekitar 5000an Baht (setara Rp.1.5jt) Paket yang menarik di antara semua itu pastinya paket Phi Phi Island. Sedang dua paket yang sepertinya juga bagus adalah 4 Islands Package [Phra Nang Bay, Tup Island, Chicken Island & Poda Island], ama James Bond Island package [menyusuri setting "The Man with the Golden Gun"]. Tour lain beragam, ada yang ke National Park, Jungle Track, Kayak, Snorkeling, dsb. kisarannya antara 450-2000 Baht per person [sharing boat, dan sudah termasuk lunch].

Untuk mendaftarkan diri pada paket2 tour ini kita bisa kontek tour service di hotel tempat menginap atau nyari sendiri di deret ruko berjejer sepanjang tepi pantai Ao Nang. Kalo buat bule harganya bisa satu setengah kali lipat dibanding paket yang sama untuk turis Asia Tenggara. Namun bila anda memiliki kemampuan berbahasa Melayu apalagi Thai, harganya bisa lebih rendah lagi.

Untuk perjalanan kami ke Phi Phi, kami dapat best deal dengan harga 1100 Baht. [Dibanding temen dari KL yang membayar 1400, atau bule yang dikenakan biaya mencapai 1700 atau 2000 Baht!] Gw rekomendasiin hunting biro travel di sisi Ao Nang daripada via hotel reservation, karena pasti layanan ini plus service tax.

*Kemarin kita dapatnya via Ismail yang jaga tour agennya Ao Nang Resort, lokasinya deket2 Seven-Eleven, di jalur pedestrian ruko Ao Nang. Ismail ini ngasih diskon lumayan karena nyangka kita orang Melayu. Tapi gw kagum dengan dia, meski jaga kios travel yang kecil kemampuan bahasanya trilingual [berbahasa Thai, Malay dan English :D]*


New hotels here have same typology
with Boutique hotels in Bali.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Untuk tempat tinggal bagi backpackers ada 2 pilihan lokasi, yaitu Ao Nang Beach dan Koh Phi Phi Island:

(1) Lokasi pertama hotel2 di Ao Nang. Settingnya sangat mirip dengan Legian-Seminyak kalo di daerah Kuta. di sini banyak penjual cenderamata, baju2 pantai, juga makanan buat turis. tapi ga serapi Legian.. lebih ramai dibanding Pangandaran. mm agak2 sekelas Pelabuhan Ratu lah [hyahh lieur]. *buat yang liburannya sekalian mau ke Bangkok, just save your money for shopping there. Harga di sini masih agak mahal (2 kali Bangkok).

Hotel2 di Ao Nang beragam mulai yang murah ala hostel sampai yang berbintang semua ada. Pengalaman gw tadinya nginep di hotel murah di lokasi yang agak jauh dari pantai (Ao Nang Cozy Resort). tapi karena toiletnya sedang bermasalah gw ditransfer ke hotel dengan owner yang sama ke tepi pantai dengan fasilitas setara bintang 4 (Ananta Burin Resort), hehe Arigatou ne Owner-San..

(2) Lokasi kedua di Phi Phi Islandnya. di sini settingnya mirip banget dengan Gili Trawangan yang di Lombok. Jalanannya belum beraspal. Juga huniannya ala kadarnya hanya untuk berteduh di malam hari. makanan didominasi seafood dengan sayuran yang minim. Prediksi gw, di lokasi ini, air bersih-segar langka karena mereka menyuling dari air laut atau air tanah yang pastinya payau. Hanya kelebihannya adalah pantainya yang sangat indah! Juga tebing alam menjulang bertekstur rustic, gigantic setinggi puluhan bahkan ratusan meter *すごい! Sugooiiii!!*

Buat temen2 yang tujuannya berbulan madu atau liburan keluarga, di Krabi tersedia hotel atau resort dengan sistem cottage yang harganya agak mahal sekitar 5000an Baht. Rata-rata hotel jenis ini menghadap langsung ke Laut Andaman dengan private pool atau bahkan private beach! *mantab*

Pengalaman group jalan2 gw kemaren mengambil paket Koh Phi Phi seharga 1100 Baht. Itu sudah termasuk tour seharian (9am-4pm), dengan lunch prasmanan tropical food [salad-seafood-tomyam-fruit], pembagian botol air mineral dan P*psi yang tidak terbatas selama di atas speedboat. Kegiatan yang kami lakukan antara lain 2 kali snorkeling di lokasi yang berbeda, mengamati Gua Bajak laut, melewati Chicken island, melewati celah2 sungai bertebing di 2 sisi di Phi Phi, beristirahat di Aow Maya Beach, dan berakhir dengan mandi serta acara bebas di Bamboo Island. Pantai2 ini rata2 sangat sepi dengan view yang sangat indah ke laut lepas Andaman. Selepas itu sambil mengantar pulang rekan satu boat selama perjalanan kami menelusuri resort2 di pulau2 yang terpisah. Rata-rata resort ini memiliki private jetty yang decknya menjorok ke laut dalam.. *Awesome..*


Krabi Local Cuisine.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Tentang makanan..
Krabi dominated by Buddhist, tapi masih ada 20%an Muslim. Jajanan tepi jalan beragam. Namun yang halal bisa dihitung dengan jari. Agak2 horor juga pas masuk restoran dengan label halal tapi tetep menjual minuman keras. Jadinya kita ragu dengan makanan berdaging yang mungkin belum sesuai dengan syariat saat penyembelihannya. Karena setelah ditelusuri mereka pun belum paham benar tentang definisi halal. Sepengamatan gw, mereka memaknai halal itu kalau tidak mengandung babi saja. Jadinya kemarin kami mencari resto dengan pedagangnya yang berjilbab dari Melayu, menjual all seafood, atau menu sayur-seafood kalo susah.


Our second class sleeper train, Shuratthani-Bangkok [11 hrs].
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Untuk perjalanan darat terdapat bus dan train [yang diakses dari main city terdekat yaitu Surathanni], tiket bus dan train bisa dipesan mendadak via tour travel setempat, karena bila pesen via internet mahalnya bisa 2 kali lipat.. fyi. dari Krabi ke Bangkok dapat ditempuh selama 12 jam via night train dengan kasur [sleeper] harganya berbeda atas-bawah untuk Second class harganya berkisar 300ribu rupiah [1000an Baht], tiket ini pun kita pesan via Ismail. Harganya lebih logis. Sebelumnya kita coba pesan via internet harga yang ditawarkan lebih mahal 100%, untungnya ga jadi dipesan karena dia mensyaratkan pembayaran yang verified by Vi*a.


More excited when we're feedin' them [taken by Ida Hamida].
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Secara keseluruhan liburan Krabi ini mengingatkan akan Bali dan Lombok. Namun dengan setting yang lebih alami dan paket2 tour yang menggunakan fasilitas bagus dengan harga yang lebih murah dibanding paket2 yang sama di Nusa Dua.

Selamat mencoba teman2..


Long Tail at Ao Nang.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Bersambung ke Perjalanan Krabi, Bangkok, dan George Town (part-2)




Profil Kontributor
Dibya, teman saya, adalah pecinta jalan-jalan yang kini bekerja sebagai lecturer di Kuantan, Malaysia. Profesi ini secara tidak langsung memberikannya banyak waktu untuk berjalan-jalan. Untuk tahun 2010, ia sudah menjadwalkan hari-harinya untuk agenda jalan-jalan sepanjang tahun (dengan berburu tiket pesawat promo murmer). Tulisan-tulisan Dibya lainnya dapat diikuti di Dibya Kusyala's Notes.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Web Hosting