Wednesday, March 31, 2010

Review Akomodasi : Bangkok, Thailand

Ada beberapa area backpacker di Bangkok, yang paling terkenal tentu saja Khao San Road "the Mecca of Backpackers" di daerah Banglamphu. Namun selain Khao San Road, di Bangkok sendiri terdapat banyak sekali tempat penginapan murah yang tersebar, contohnya di daerah Sukhumvit, Silom, dan beberapa spot lainnya. Tinggal disesuaikan dengan kebutuhan dan faktor kestrategisan dengan tujuan wisata.

Saat kami ke Bangkok, kami memilih untuk menginap di daerah Sukhumvit, yang (katanya) daerahnya lebih tenang dibandingkan Khao San Road yang hidup 24 jam.

Di bawah ini adalah salah satu opsi penginapan yang pernah kami inapi di Bangkok :

Suk11
1/13 Sukhumvit 11, Sukhumvit Road, Bangkok, Thailand

Kami booking hostel ini melalui email, langsung dari website mereka: www.suk11.com. Suk11 ini (tampaknya) memiliki tema "jungle". Semua elemen interior rata-rata dibuat dari kayu, lengkap dengan akar-akar pohon yang menjuntai dengan "ayunan Tarzan"-nya. (Hehe~!)


Suasana di Suk11.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009


Kamar kami di Suk11.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009

Kamar: 3 bed, private, ensuite (kamar mandi dalam).
*Lihat di sini untuk foto-foto kamar yang tersedia : Suk11's Rooms Gallery
Rate: 1200 Baht for 3 people/days
Fasilitas:
- Air Conditioner,
- Diberikan gratis 1 botol air mineral per-orang saat pertama kali datang,
- Sarapan (buah, roti, selai, kue, teh/kopi),
- Meja kecil, gantungan handuk (disediakan handuk & toiletries),
- Kamar mandi dalam (wastafel, kloset, shower, air panas),
- Ada beberapa komputer dengan akses internet di lantai 2 dengan biaya 10 Baht/1 jam (kalau tidak salah ingat), tapi di lobby disediakan wifi gratis,
- Common room at lobby,
- 24 hour reception.

Nyaman, Bersih, dan Cocok Bagi yang Senang Berkenalan dengan Orang Baru
Suasana di hostel ini memiliki penerangan secukupnya, alias remang-remang, entah karena tema interiornya begitu atau memang untuk menghemat listrik. Tapi di dalam kamar kami sendiri sih memang cukup terang.

Di lorong depan kamar-kamar, terkadang ada satu wadah berisi buku-buku bekas. Kita bisa menukar buku yang sudah kita baca dengan buku yang tersedia di sini, istilahnya: "book swap". Ini sangat berguna apabila Anda tipe orang yang memerlukan bacaan selama di perjalanan dan buku yang Anda bawa sudah selesai Anda baca. Dengan adanya fasilitas book swap, Anda tidak perlu membeli buku baru, tinggal tukar saja di sini.

Kelebihan lain dari hostel ini adalah disediakannya common room di area lobby, yakni tempat duduk-duduk dan mengobrol. Di sini kita dapat saling berkenalan dengan para backpacker dari seluruh dunia yang menginap di Suk11.

Apabila Anda memiliki waktu lumayan banyak antara jam check-out dan jadwal penerbangan Anda, hostel ini menyediakan fasilitas penitipan tas, GRATIS. Dengan adanya fasiiltas ini, Anda dapat menghabiskan waktu menunggu pesawat dengan berjalan-jalan keliling kota tanpa perlu membawa-bawa backpack Anda yang lumayan berat. Sayangnya fasilitas ini tanpa penjagaan, jadi untuk jaga-jaga lebih baik Anda bawa semua barang berharga Anda.

Uniknya hostel ini, dinding-dinding selasarnya dipenuhi pesan-pesan singkat dari backpacker-backpacker yang sempat menginap di Suk11. Menjadikan dinding-dinding ini mempunyai kesan yang sangat personal. Apabila Anda jeli, Anda juga dapat melihat bekas coretan tulisan kami di sana, hehehe...

Secara keseluruhan, hostel ini nyaman, bersih, dan (relatif) aman. Banyak backpacker yang telah merekomendasikan hostel ini, termasuk Lonely Planet. Untuk itu, maka lebih baik Anda booking Suk11 jauh-jauh hari untuk mencegah tidak tersedianya kamar saat Anda tiba.


Book Hostels Online Now
---



Sunday, March 28, 2010

Photo(s): Mana Island at Fiji Islands

Foto oleh: Dinda Ariane
"Fiji, officially the Republic of the Fiji Islands, is an island nation in the South Pacific Ocean east of Vanuatu, west of Tonga and south of Tuvalu. The country comprises an archipelago of 332 islands, of which 110 are permanently inhabited, and 522 islets. The two major islands, Viti Levu and Vanua Levu, account for 87% of the population."
- Wikipedia


Mana Island's Village.
Foto (c) Dinda Ariane, 2010



Comfy hammock, a place for burning your skin.
Foto (c) Dinda Ariane, 2010



Ruins of Survivor Building at Mana Island.
Foto (c) Dinda Ariane, 2010



Mana Island's surrounding.
Foto (c) Dinda Ariane, 2010



Heaven on Earth.
Foto (c) Dinda Ariane, 2010




Profil Kontributor

Dinda, berprofesi sebagai GIS Analyst, maniak jalan-jalan ala backpacker ini telah mengunjungi berbagai macam tempat di Indonesia dan beberapa negara tetangga, termasuk Fiji. Berprinsip "Enjoy every moment in your life so you won't regret in the future" dalam hidupnya, tak heran seringkali saat dihubungi ternyata dirinya sedang menjelajah tempat baru (benar-benar manusia yang spontanitasnya amat tinggi! hehehe)

Saturday, March 27, 2010

Melayang di Bukit Paralayang, Kawasan Puncak

Akhir pekan kemarin, saya beserta teman-teman mencoba wisata paralayang di Kawasan Puncak, Bogor. Tak disangka-sangka, ternyata ada spot tersembunyi untuk ber-paralayang dan ber-gantole di Kawasan Puncak, dekat Masjid At-Ta'awun! Padahal selama saya kuliah di Bandung awal tahun 2000-an, saya sering melewati spot ini, namun tidak pernah menyadari kalau terdapat Bukit Paralayang di daerah sana.

Bukit Paralayang di Kawasan Puncak, Bogor.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2010

Tentang Paralayang
Kami amat beruntung karena tandem master kami hari itu adalah Opa David --yang terkenal sebagai Opa Paralayang Indonesia-- yaitu salah seorang pelopor olahraga paralayang atau paragliding di Indonesia. Dari Opa David, kami diceritakan sekilas mengenai sejarah paralayang Indonesia.

Dulu olahraga ini disebut olahraga terjun gunung, karena tujuannya mempercepat waktu yang dibutuhkan untuk turun gunung. "Tiga hari naik gunung, turunnya cuma perlu setengah jam dengan paralayang," jelas Opa David sambil tertawa. Pertama kali diresmikan sekitar awal tahun 1990-an oleh Federasi Aero Sport Indonesia (FASI), olahraga ini akhirnya berhasil menjadi cabang olahraga resmi kedirgantaraan, dengan mengganti nama olahraga Terjun Gunung menjadi Paralayang.

Saya sempat salah mengira bahwa paralayang itu adalah olahraga gantole --yang menggunakan perangkat terbang berbentuk segitiga--, ternyata berbeda. Paralayang adalah olahraga yang menggunakan parasut dan biasanya dilakukan di bukit gunung sebagai landasan pacu. Agak serupa dengan parasailing yang menggunakan boat, bedanya paralayang ini hanya menggunakan kaki.


Olahraga Gantole juga dapat dilakukan di Bukit Paralayang ini.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2010

Opa David, "Opa Paralayang Indonesia"
Kami janjian bertemu dengan Opa David pada pukul 9 pagi di Bukit Paralayang, Kawasan Puncak, Bogor. Patokannya kalau dari Jakarta, setelah Masjid At-Ta'awun, melewati sebuah tikungan, ada jalan masuk di sebelah kiri, maka di situlah letak area masuk ke Bukit Paralayang. Beberapa kali kami melihat penanda di jalan menuju Bukit Paralayang, bertuliskan "Paralayang/Gantole, ... km."

Opa David, "Opa Paralayang Indonesia"
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2010

Akhirnya kami tiba di Bukit Paralayang sekitar jam setengah 9, Opa David menyambut kami dengan sumringah. Ia menjelaskan bahwa kita harus menunggu angin dulu sebelum melayang, apalagi saat itu masih berkabut. Olahraga paralayang memang olahraga yang sangat tergantung cuaca, kecepatan angin, dan sebagainya, oleh karena itu olahraga ini hanya bisa dilakukan pada musim kemarau (Maret-Oktober). Sambil menunggu waktu yang tepat, kami menghabiskan waktu dengan sarapan dahulu di warung-warung kecil yang terdapat di sana.

Saat itu, Opa David seringkali disapa oleh para atlet paralayang yang mampir, salah satunya wanita, ia berceletuk, "Wah, kalian mau nyoba paralayang? Ngga usah. Bahaya!" Namun kemudian ia tertawa sambil melanjutkan kalimatnya, "Bahaya, nanti ketagihan!" Yang langsung disambut dengan tawa oleh kami semua yang berada di sana.

Melayang di Bukit Paralayang
Untungnya tidak memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkan waktu yang bagus untuk melayang. Di Bukit Paralayang telah disediakan perangkat paralayang untuk para peserta tandem, berupa parasut, helm, dan flight suit. Flight suit ini juga berfungsi sebagai tempat duduk saat melayang di udara. Praktis dan aman, hingga kami bisa memotret pemandangan dari atas.

Sebelum terbang, kami dipersilahkan untuk mengisi semacam formulir yang menyatakan bahwa kami siap menerima segala konsekuensi dengan ikutnya kami sebagai penumpang tandem. Maklum, olahraga ini termasuk olahraga yang cukup berbahaya apabila tidak didampingi oleh orang yang telah berpengalaman.

Saya mengamati bahwa diperlukan sekitar 3-8 orang untuk membantu mempersiapkan parasut dan menuntun paraglider untuk take off. Parasut selebar sekitar 10 meter itu dibentangkan di landasan pacu, dan dipegangi oleh beberapa kru. Kemudian setelah ada aba-aba siap, saya dan Opa David berjalan sedikit berlari menuju langit luas di depan saya. Dan whoosh... Parasut terbentang dan kami berdua telah melayang di udara! Melayang di udara dengan hembusan udara dingin benar-benar menyegarkan!


Bersiap-siap untuk terbang...
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2010


...dan terbaaanng!!
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2010

Saat di udara, Opa David yang sekaligus berperan sebagai pemandu, menjelaskan lokasi-lokasi di bawah kami, ada hulu Sungai Ciliwung, rumah mantan presiden Soekarno, dan sebagainya. Jujur saya tidak terlalu memperhatikan, karena saat itu saya sendiri sedang takjub melihat pemandangan dari atas, hehehe...

Saya pun bertanya kepada Opa David mengenai sejarah bagaimana beliau bisa mulai tertarik paralayang. Beliau menjelaskan, bahwa ia takjub saat pertamakali mencoba paralayang di Inggris bersama teman-teman mendakinya. Waktu mendaki gunung yang menghabiskan waktu tiga hari, dengan enteng mereka turun gunung dengan paralayang yang hanya menghabiskan waktu setengah jam saja!

Dari sana, akhirnya beliau ketagihan untuk menekuni olahraga paralayang, namun sayangnya saat itu olahraga paralayang belum ada organisasi resminya di Indonesia. Tak ketinggalan akal, maka Opa David dan teman-temannya pun membuat olahraga "terjun gunung" sebagaimana yang sudah diceritakan sebelumnya, sampai akhirnya FASI tertarik untuk "melegalkan" olahraga tersebut.

Tak terasa sekitar 10-15 menit telah berlalu, akhirnya landing spot kami di lereng Gunung Mas --yang berupa landasan berwarna merah-- sudah terlihat dari kejauhan. Terlihat pula beberapa warga lokal yang sudah bersiap-siap menyambut kami. "Angkat kaki tinggi dan lurus ya," instruksi Opa David. Dan kami pun mendarat dengan sempurna di landasan.


Landing Spot di lereng Gunung Mas.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2010

Dengan cekatan warga lokal langsung membantu kami berdiri dan membereskan perlengkapan kami. Dari sini, kami kembali ke Bukit Paralayang dengan menggunakan angkot yang sudah di-charter oleh asosiasi. Sampai di Bukit Paralayang, tanpa istirahat Opa David pun segera bersiap-siap kembali terbang tandem dengan teman-teman saya yang lain. Setelah saya dan teman-teman mencoba terbang tandem bersama Opa David, semuanya pun berkomentar bahwa mencoba paralayang adalah benar-benar pengalaman yang menakjubkan.

Yap, apabila Anda menyukai olahraga semacam extreme sport, maka Anda harus mencoba Paralayang! :D

Biaya Terbang Tandem
Olahraga ini memang relatif mahal, tapi sesuai apabila dibandingkan dengan faktor safety dan ongkos sewa peralatan serta pengalaman yang diperlukan oleh seorang tandem master. Sesuai prinsip permintaan, semakin banyak peserta, maka semakin murah:

Maret 2010
Biaya untuk 1 orang peserta = Rp 300.000,-
Biaya untuk grup 5 orang = Rp 275.000,- / orang
Biaya untuk grup > 5 orang = Rp 250.000,- / orang

Tertarik? Coba kunjungi website Fly Indonesia Paragliding untuk lebih jelasnya. :)

+ + + + +

Referensi

- Fly Indonesia Paragliding
- Kontan : David Agustinus Peak, si Opa Paralayang Indonesia (1)
- Kontan : David Agustinus Peak, si Opa Paralayang Indonesia (2)
- Kontan : David Agustinus Peak, si Opa Paralayang Indonesia (3)
- Kompas : Melayang Mengikuti Liuk Ciliwung
- Sinar Harapan : Sejarah Paralayang Indonesia, Bermula dari Kaum Pendaki

Friday, March 26, 2010

Perjalanan Krabi, Bangkok, dan George Town (part-3)

Posting tamu oleh : Dibya Kusyala

Sambungan dari Perjalanan Krabi, Bangkok, dan George Town (part-2)

Tulisan ini merupakan catatan akhir perjalanan Krabi-Bangkok-Georgetown, sebelum kembali ke KL pada awal 2010. Karena content yang cukup banyak, maka tulisan ini dipisah menjadi 2 bagian. Pertama, lebih ke akomodasi dan kota tua Georgetown. Dan kedua, tentang Pulau Penang secara keseluruhan lengkap dengan atraksi-atraksi alamnya yang tersebar.


Georgetown view from ferry.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Meninggalkan Bangkok, kami berempat naik kereta first class sleeper dengan rute Bangkok-Butterworth. Perjalanan 23 jam di atas kereta melewati ratusan kilometer kembali tertolong oleh fasilitas sleeper yang lebih nyaman dibanding perjalanan second class sleeper Suratthani-Bangkok (mungkin karena beda kelas). Kami berangkat sekitar pukul 2 siang (Bkk). Berempat kebagian tiket upper bed semua.

*PS. Thanks Ka Budi, yang membantu pembelian tiket sebulan sebelum keberangkatan yang tinggal tersisa 4 itu doang :p*

Sekitar jam 8 pagi hari berikutnya, kami sampai di pos imigrasi ‘Padang Besar’ yang di dalamnya bergabung counter Thailand sekaligus Malaysia. Semua penumpang harus turun, sama dengan border lainnya. Setiap barang dipindai, bahkan isi koper-koper dikeluarkan untuk dicek satu persatu. Masinis menunggu sampai semua penumpang selesai urusan imigrasi.

Cukup tenang, ga sekhawatir seperti waktu di Custom Singapore-Malaysia yang lebih kompleks. Di
Custom Singapore-Malaysia, selain bangunannya terpisah (Woodland-Johor Bahru), antrian di dua custom terlalu panjang sehingga penumpang sering ketinggalan bus.

Dari Padang Besar, kereta api perlahan tapi pasti menuju Butterworth, melewati wilayah Negeri Bagian Kedah dengan transit di Alor Setar selama setengah jam.


Menuju Georgetown

Georgetown berada di Pulau Penang, yang terpisah sebelah Barat Laut Semenanjung Malaysia. Menuju Georgetown bisa dengan 3 cara (darat, laut dan udara).

Via darat bisa ditempuh dengan bis umum atau kendaraan pribadi melalui Penang Bridge yang konon tersohor. --Tapi gw juga baru tahu bagaimana bentuknya ya saat itu :p--

Via udara dengan penerbangan (AirAsia, Sriwijaya Air, JetStar, TigerAirways, dll) yang pemberhentian akhirnya di Bandara International Pulau Penang. Dari bandara tersebut, terdapat jaringan Rapid-Penang ke KOMTAR di tengah Georgetown dengan harga 2.5 RM /6500 rupiah. Kalo kepepet bisa pake taksi seharga 45 RM /120.000 rupiah sekali jalan.

Pilihan terakhir, via laut dengan titik pemberangkatan dari jetty Butterworth yang 1 lokasi dengan stasiun kereta api (sebagai titik transit KL-Bkk, sekaligus melayani pemberangkatan train ke KL dan ke Bangkok secara terpisah).

Dari tempat kita turun kereta api, cukup berjalan kaki saja menuju jetty (sekitar 200m). Ferrynya mirip dengan rute Ketapang-Gilimanuk di Selat Bali, namun lebih cepat, (20 menit perjalanan). Harganya relatif murah, hanya 1.5RM (4.000 rupiah).

Sepanjang perjalanan laut, di samping kiri ferry terhampar Penang Bridge. Kalau diamati sekilas, bentuknya mirip-mirip Jembatan Suramadu, mungkin lebih panjang, atau mungkin juga lebih tinggi.

Sesampainya di Jetty Georgetown, terdapat stasiun bus. Banyak sekali trayek Rapid-Penang yang siap mengantar ke seluruh penjuru pulau, harganya bervariasi tergantung jarak. Tapi rata-rata sangat murah (paling mahal sekitar 3RM / 10.000 rupiah sekali jalan). Selama berjalan di Pulau Penang sangat terbantu oleh rute-rute bus ini.

Akomodasi
di Georgetown
Untuk penginapan, gw dan rekan mengandalkan Tunehotels.com yang murah. Semalam harga yang gw dapat selama ini berkisar 30-50RM (100.000-130.000 rupiah) dengan cara booking 2-3 bulan sebelumnya (double room-standard). Kalau mendadak (walk-in booking), harga normalnya 90RM (270.00 rupiah), dan bisa lebih mahal kalo lagi musim liburan.

Lokasi Tune terletak di Jalan Burmah
. Cukup strategis, karena tepat di samping foodcourt ‘New World’ dan bisa berjalan kaki 10 menit ke podium Kompleks Tun Abd Razak/KOMTAR yang merupakan menara tertinggi di Pulau Penang. Di podium KOMTAR berkumpul banyak resto, café dan stasiun transit bus dari arah jetty yang mengantar ke berbagai titik di Pulau Penang.

Berkeliling Georgetown

Area konservasi Georgetown berisi bangunan-bangunan bersejarah terkonsentrasi di ujung timur laut pulau. Kalo mau berkeliling kota tua ini, disediakan bus shuttle yang bernama Central Area Transit/CAT (berwarna kuning). Titik-titik transit CAT bus ini merupakan titik kunjungan wisata yang termasuk dalam heritage trail.

Bus ini gratis, membawa kita berputar melalui jalan-jalan yang di antaranya bertebaran artefak-artefak arsitektur Portugis, Inggris, China, dan India.

Kuliner
Untuk makanan, konon Penang sangat terkenal di kalangan penggemar Chinese Food, dengan spesialisasi seafood dan laksa-nya. Namun perlu dicatat, karena non-muslim menguasai tengah Bandar, maka sangat susah menemukan resto yang halal.

Makanan Halal hanya ditemui di kedai-kedai mamak (kedai Indian muslim), yang memiliki menu andalan Ayam Tandoori dan Nasi Kandar.

Kalau ente tinggal di Tune, dengan berjalan sedikit ke arah Menara UMNO, terdapat kedai Nasi Kandar Pelita (seberang Museum Dr. Sun Yat Sen). Satu porsi sekitar 5 RM (15.000 rupiah).

Kiri: Tandoori Chicken at Nasi Kandar Pelita;
Kanan:
Georgetown white coffee ice and roasted bread with 'kaya' jam.. :9
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009


Kalau ingin pengalaman kuliner unik, di area konservasi (tepatnya samping Masjid Kapitan Keling), terdapat Nasi Kandar Beratur 'Qoliyatut Tali' yang bukanya setiap pukul 10pm. Tapi antriannya panjang banget. Sampai 50 orang setiap baru buka, konon karena saking enaknya. Tapi pas nyobain sebelas-duabelas saja dengan Nasi Kandar Pelita. --Lebih mahal iya... Mungkin karena kedai ini dulunya pelopor jualan nasi kandar di Georgetown--


Café dan tempat minum juga tersebar rata di sepanjang area komersil. Rekomendasi gw minum di kedai kopi putih Georgetown di podium Komtar (kopi putih disajikan panas/dingin, dengan kelengkapan roasted-bread with butter & Kaya Jam). Menu makanan dan minuman lain juga tersedia, bisa puas dengan suasana interior kedai kopi jaman British yang unik. Semua perabotnya masih perabot antik dengan penerangan cukup remang-remang. :p

Kota Tua Georgetown

Georgetown merupakan UNESCO Heritage City di Malaysia, selain Melaka. Kalo Melaka landscape-nya berbukit-bukit, naik turun, dengan kota yang struktur pedestriannya berkoneksi secara organik, maka Georgetown kebalikannya. Situs-situs sejarah Georgetown terletak pada landscape kota yang datar dan lebih urban dengan pengaturannya yang ‘gridy’.

Di kota tuanya terdapat peninggalan Peranakan --keturunan Chinese yang berakulturasi dengan budaya Melayu: berupa kuil, mansion, ruko-- dan situs-situs keturunan India (Bengali, Kapitan Keling, Kuil, pasar). Semua tersebar pada jalanan yang membentuk ‘lot-lot kapling’.

Lotus as sacrifices ('sesajen') at China Town's temples.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Untuk area konservasi, istilah jalan diubah menjadi ‘lebuh’ dan ‘lane’. Yang cukup menarik di sana penamaannya masih ala-ala kependudukan British, kalau jeli di dalamnya kita bisa menemukan Love Lane, Lebuh Buckingham, Lebuh Manchester dan sejenisnya.

Lebuh Champbell, at Georgetown's central.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Area Pemugaran Kota Tua Georgetown
Area-area pemugaran ditandai dengan lantai paving atau beberapa terbuat dari cobalt-stone. Cukup memudahkan turis untuk mengetahui apakah di daerah itu terkonsentrasi artefak yang dikonservasi atau bukan.

Beberapa gedung yang berhasil dikonservasi memiliki booth kecil di depan tapaknya. Booth ini memperlihatkan proses renovasi dari foto-foto awal sebelum direkonstruksi, awal proyek dimulai, sampai penjelasan tentang perubahan-perubahan yang dilakukan dari desain awal sehingga mendapatkan bangunan renovasi yang siap digunakan kembali.

Dengan demikian kita bisa mengamati bagaimana situs-situs arsitektur yang berusia ratusan tahun itu dibangun ulang. Cukup menarik.

Tercatat beberapa mansion di Georgetown menjadi contoh menarik untuk pemugaran situs budaya dengan fungsi baru atau tetap seperti yang lama. Misalnya Blue Mansion yang mendapatkan award untuk kategori 'most successful renovation' dari UNESCO. Mansion ini diubah fungsi menjadi hotel butik dengan pengamanan yang sangat ketat.

Details at Blue Mansion.
This building is the most famous one at Georgetown,
because of UNESCO Award (the most successful renovation category).
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Pengunjung tidak sembarangan bisa masuk ke dalamnya. Itu pun dengan waktu kunjungan yang hanya 2 kali sehari, pada jam 11 dan 3 sore (selama 30 menit) dan hanya untuk 20 orang pertama! Memasuki museum ini membayar rata-rata 10RM sekali masuk (27.000 rupiah).

Selain area Chinese dan India, terdapat beberapa situs sejarah yang menandai kependudukan Inggris dan Portugis di Pulau Penang.

Benteng Fort Cornwallis yang berada di titik paling ujung menandakan awal pembukaan wilayah Pulau Penang oleh kaum penjajah. Benteng ini berisi gereja tua, meriam-meriam dan gudang mesiu, serta penjara-penjara tua yang diubah fungsi jadi galeri berisi panel-panel tentang kedatangan Portugis ke Penang.

Peninggalan Inggris dapat kita temui pada sekumpulan bangunan kolonial yang berdekatan dengan benteng Cornwallis. Terdapat City Hall, Parlianment Assembly, dan beberapa bangunan yang sekarang difungsikan untuk kantor-kantor Bank.

Georgetown City Hall.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Oh ya ketika menyusuri tepian pantai Georgetown, gw menemui monumen peringatan perang setelah kemerdekaan, untuk memperingati gugurnya pejuang melawan serangan dari Indonesia (?). --Baru tahu kalau dulu Indonesia pernah perang dengan Malaysia pada jaman Sukarno. Mmm..--

Tips Berjalan-jalan di Georgetown
Untuk panduan berjalan-jalan, ikuti saja flyer yang dibagikan oleh Pejabat Warisan Budaya Dunia UNESCO, semua obyek penting sudah tercantum di dalamnya. Semua bangunan peninggalan ini berkumpul pada area downtown, dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki seharian.

Kalau ga salah ada 40 bangunan lama yang menandai uniknya Georgetown. Tipologinya Mansion, Kuil, Gereja, Urban Amenities, dan Sekolah. Meski tampilannya jadul Georgetown nampak tetap menarik.

Semua aktivitas baru penduduknya tidak merusak bangunan-bangunan lamanya. Bahkan kerusakan yang signifikan pada gedung tuanya terus diperbaiki dan dibangun ulang dengan penelusuran data dan foto oleh dewan kotanya.

+ + + + +

Perjalanan ke Georgetown ini melengkapi informasi tentang sejarah Negara Malaysia. Lebih afdol lagi bila Anda juga telah mengunjungi Melaka di Bagian Selatan Semenanjung.

Bersambung ke Perjalanan Krabi, Bangkok, dan George Town (part-4) - coming soon



Profil Kontributor
Dibya, teman saya, adalah pecinta jalan-jalan yang kini bekerja sebagai lecturer di Kuantan, Malaysia. Profesi ini secara tidak langsung memberikannya banyak waktu untuk berjalan-jalan. Untuk tahun 2010, ia sudah menjadwalkan hari-harinya untuk agenda jalan-jalan sepanjang tahun (dengan berburu tiket pesawat promo murmer). Tulisan-tulisan Dibya lainnya dapat diikuti di Dibya Kusyala's Notes.

Complete Tourism Of Baturaden

Baturaden is a district in Banyumas, Central Java. It is said that this term comes from the story or that the story was a son of the King (in the Java language called Raden) where he was in love with a maid (in the Java language called Batur). Unfortunately her parents do not agree that relationship, so at the end, they live in foothills / mountains (Gunung Slamet) which so beautiful and have cool weather, since that even, the location is called by the name of Baturaden.when Baturaden be a natural attractions that are spectacular, the location was not far from the city of Purwokerto, for about 14 km to the north and only takes about 20 minutes. Left hand was now standing by building magnificent hotels and restaurants that will satisfy us enjoy the variety of food menu, both traditional and have relatively modern. Although road conditions are not too wide, but fairly clean and smooth. After entering the gate lokawisata Baturaden, cool weather has begun. Arriving in the parking lot, we are immediately treated with hospitality vendors lined up along the road to the entrance.

Before your adventure to make it easier to schedule, should know the ingredients or the existing attractions Baturaden diseputaran namely:
  1.  Wanawisata: Located about 2 km from Lokawisata Baturraden. Here we can see the panorama of nature with a variety of relatively large trees such as fir and pine. This location can also be used as a camp.
  2. Waterfall: Located in the village Ketenger Tourism, approximately 2 km down tanggadari Lokawisata Baturaden. With a cool atmosphere, we can enjoy the falling water droplets with a gurgling sound reassuring. Often there are also children who plunged into the silence of nature hoping to get a coin / coins in throwing visitors. If you want more to enjoy the beauty of the sensational a good idea to climb the bridge which is right above the waterfall. From here we can better enjoy the beautiful panorama Baturaden.
  3. Quiet Lake: Located about 3 km direction selatanl Baturaden. At Lake sunyihari holidays are usually the place is now filled with children who play the water cycle. At the top of the lake, the kids can play in the game that has been provided, such swings, trains and others.
  4. Shower Telu: It is a fountain with three springs. The location is ± 3 km from Lokawisata Baturraden. Here we can enjoy the beauty of unspoiled nature, right here neatly arranged pine trees that shade, the more fresh eyes and our hearts. At any given time there are also massage services at this location.
  5. Shower Pitu: Almost similar to telu shower, the shower consists of seven springs and location ± 7 km from Lokawisata Baturraden.

Once satisfied with enjoying the natural scenery is still original, combined with the piercing cold skin, feeling laparpun was not restrained. We can enjoy the specialty of Purwokerto Sroto chicken / meat, tempeh dage Mendoan and warm. There are also a lot of rabbit satay traders sold on this Baturaden around it. It was an interesting experience and leave a beautiful memory and hope to come back here next time.

You're curious, please visit the location, guaranteed to bring us forget the fatigue that we experience.

Thursday, March 25, 2010

Baron Beach

Baron beach is the most popular beach in Gunungkidul, because this beach is the first beach to be seen if we visit group sea and land, a symbol of elegance of Gunungkidul beach tourism. Baron Beach ranks, Kukup Beach, long Beach, Beach Sundak Krakal and there lined up, pamper visitors will host peace fanfare heart waves.

Baron beach is located in the Village Kemadang, Tanjungsari District, about 20 km south of Wonosari (40 km from the city of Yogyakarta). Coast to witness the meeting between seawater and freshwater, which is the result of a river which empties into the one corner of the beach baron, as a symbol of two hearts berpadunya although with different backgrounds.
 
The travelers will be pampered with a beauty that delivers wind waves to flirt with sand, so patiently wait for her lover. The results of such wealth Baron large shrimp (lobster), white bawal fish, snapper, tuna was ready pamper guests, whether fresh or prepared food. As a recommendation, the menu here is the mainstay Kakap Sop.

One moment which is very unfortunately passed Alms Sea Ceremony organized by the local fishing community suro every month in Javanese calendar, as an expression of thanksgiving to Almighty God for an abundance of seafood has been granted.

Wonderfull sunset In Kuta Beach Bali

Kuta began to be known as the traders from the Danish open trade representative office here. Trade relationship that exists between trade representatives with the original indigenous population and growing rapidly.

A new beginning in the year 1930 a married couple from California Americans very impressed with the beauty of Kuta beach, who was completely untouched human intervention, aka natural. Kuta Beach Hotel is the first hotel that stood in this area, but unfortunately had to shut down because the Japanese army invaded the island of Bali at the time. In 1960 when many Australian tourists who had to stop in Bali for a trip to Europe, Kuta began increasingly recognized again. In the process, the more interesting areas of Kuta tourist visits not only from Australia, but also from many other parts of the world.

Quickly hotels stand along the Kuta beach area. Usually the hotels area of this international standard, or at least an international hotel group. Starting from the beginning of the end of Kuta Beach Inna Kuta B are each Hotel, Hard Rock Hotel, Mercure Hotel, etc.. Also stands a very comfortable inn boutique style resort is Kulkul Nature Boutique and Resort.

The most crowded time at Kuta beach is kawansan in the evening or during sunset (sunset). All the tourists whether local or foreign tourists gathered into one here. Moreover, there are special moments in the country such as school holidays, vacations Lebaran or Idul Fitri holidays new year, it could certainly become increasingly crowded.

In Kuta beach, visitors can make surfing or surfing, playing soccer, flying kites, just lying on the warm beach sand, or wash the eyes of Western tourists watched the sun. If interested in services or hair ponytail temporary tattoo, it also can be found at this beach.


Wednesday, March 24, 2010

Backpacking in Bali: The Budget

Posting tamu oleh: Wenny Rosliana

Gw heran.

Pulang dari Bali yang ditanya bukannya kisah perjalanan gw selama di sana, ehh malah tanya budget-nya. Tapi gpp deh, emang gw ngirit-ngiritan sih di sana, hehehehe...

Tiket Pesawat
Dimulai dari hunting tiket pesawat murah. Untuk trip bulan Juni 2009, gw beli tiketnya Agustus 2008. Saat itu AirAsia.com lagi promo 1.000.000 free seat. Yang itu kursi cepet banget abisnya. Dia pake indikator bar gitu. Kalo bar-nya warna hijau berarti tiket gratisnya masih banyak, kalo kuning tinggal sedikit, kalo merah berarti tiket gratisnya udah sold out.

Destination yang paling cepet abis itu Bali, Medan sama Bangkok. Pada saat itu direct flight ke Singapore belum ada. Pengertian gratis di sini juga bukan gratis tis, tetep aja ada biaya fuel surcharge (sekarang udah ga ada) + vat + dan lain-lain lah.

Intinya gw dapet tiket Jakarta-Bali-Jakarta 537.000 after tax.

Sampe di Bandara Ngurah Rai, gw laper trus mampir ke Solaria bandara. Harganya +3.000 dari harga Jakarta per item nya. Di situ gw tanya sama mbak-nya kalo mau ke Pantai Kuta ada angkot ngga? Si mbak-nya bilang ga ada. Kalo mau murah, naek taksi Blue Bird tapi naeknya di luar bandara. Ga kayak di Jakarta yg dari bandara ke rumah penduduk jauh. Di Bali deket kok, bisa jalan kaki aja.

Setelah gw ikutin saran si mbak Solaria, naek taksi Blue Bird lah gw. Trus gw bilang ke abangnya "Pak ke pantai kuta. Ke penginapan yg murah yg pake kipas angin," trus si pak supir bilang "Oh, kalo yang kaya gitu banyaknya di jalan Benesari." Syipp lah... meluncur deh kita ke Jalan Benesari. Sampe di jalan Benesari hanya dengan argo 18ribu sekian. Cingcay lah jadi 20ribu. Kabarnya sih kalo naek taksinya dari dalem bandara, tarif taksinya borongan 50ribu.

Akomodasi
Sampe di Benesari kita mulai keluar masuk hostel tujuannya untuk cek harga. Cari yang paling sesuai. Range harganya untuk kamar dengan 2 kasur + kipas angin + kamar mandi di dalam itu 80ribu - 150ribu. Yang 80ribuan itu bentuknya kaya kos-kosan. Yang 150ribu itu ada kolam renangnya di taman. Gw akhirnya pilih yang harganya 100ribu. Kaya gini nih bentuknya:

Komala Indah Cottage.
Foto (c) Wenny Rosliana, 2009


Penginapan gw itu namanya Komala Indah Cottage. Letaknya di belakang Kamasutra Pub. Ini cottage walaupun letaknya di dalem gang tapi deket banget dari pantai Kuta. Cuma jalan kaki ga sampe 3 menit. Kaya dari halte busway Polda Metro ke Pacific Place deh.

Transportasi
Untuk transportasi selama di Bali: Gw sewa motor. Harganya tuh 50ribu/24 jam. Terserah mau lo bawa ke mana aja. Cuma perlu ngasih jaminan 200ribu sama titip KTP asli. Tapi ntar pas balikin motor, uang ama KTP-nya kembali lagi. Gw sewa buat 2 hari dan dapet motor Mio. Selama 2 hari itu gw abis buat beli bensin 25ribu. Padahal itu motor udah gw pake muter-muter.

Enaknya jalanan di Bali itu ga macet dan banyak petunjuk jalannya (plang ijo). Jadi ga usah takut nyasar. Penduduk asli Bali juga friendly kok, cuma mereka bermasalah ama jarak dan arah. Mereka kalo nunjukin jalan itu utara-selatan-timur-barat gt. Trus kalo bilang 100 meter, itu bisa berarti 1 km. Dan kalo mereka bilang 30 km, itu bisa brarti 300 meter. Wakakakakakaak.

Water Adventure
Setelah sunset pertama dinikmati di pantai Kuta, besok paginya kita ke Tanjung Benoa. Triknya biar dapet murah: selalu beli paket water adventure di travel agent yang tersebar di sepanjang jalan Legian-Kuta sampe ke dalem gang kecil.

Jangan bayarnya on-the-spot. Karena harganya jauuuhhh lebih mahal.

Perbandingannya nih:
Parasailing: di agent 80ribu, di lokasi: 120ribu
Jet Sky: di agent 120ribu, di lokasi: 200ribu
Diving: di agent 350ribu, di lokasi: 500ribu.

Nah gw beli paket yg dapet parasailing+jetsky+diving hanya dengan harga 375ribu rupiah saja. Wakakakakakakkak! Puass banget rasanya! :)

Kuncinya, lo tawar sebisa-bisanya lo nawar. Sampe murahhh banget. Dari ngerayu sampe memelas. :P

GWK = Patung Tertinggi di Dunia yang Ngalahin Liberty

Dari maen aer di Tanjung Benoa, gw meluncur ke Garuda Wisnu Kencana (GWK). GWK ini letaknya di atas bukit. Objek wisatanya itu patung Wisnu yang lagi nunggangin Garuda sebagai kencana-nya. Sayangnya patung ini blom selesai dibuat.

Gosip-gosipnya sih selain terkendala masalah dana, kalo udah jadi, patung ini akan menjadi patung tertinggi di dunia yang ngalahin Liberty. Ada unsur politis kali yee.... Dan another gossip ada yang bilang kalo patung GWK yg sekarang aja udah bisa keliatan dari Australia. But I doubt that. Soalnya pas gw parasailing yang bentuk pulau Bali aja keliatan pada saat terbang, GWK-nya ga keliatan tuh. Apa gw kebetulan ga ngeliat aja kali yee...

Untuk masuk ke GWK bayar 20ribu. Menurut gw itu mahal, secara cuma buat liat patung doang. Borobudur aja kaga segitunya.

Sunset di Tanah Lot

Dari GWK, gw menuju ke Tanah Lot buat ngedapetin sunset di sana. Tapi ternyataaaaa... Dari GWK ke Tanah Lot itu jauuuhhh banget! Perjalanan naek motor sekitar 2 - 2,5 jam deh. Fiuhhh... Yang ada pas sampe Tanah Lot cuma duduk dengan tenaga yang tersisa ngeliatin orang foto-foto.

Tapi sunset di Tanah Lot itu lebih keren daripada di Kuta. It worth to see. Bayar masuk ke Tanah Lot 7.500/orang. Motor 2.500. Setelah magrib di Tanah Lot, kita kembali ke hostel di Kuta. Dan ini adalah friday night. Sayang banget tidur cepet. Jalan-jalan ke Legian ahh...

Heaven in Hell
Gw menyebut Jalan Legian itu "SEPANJANG JALAN MAKSIAT".
Giilllaaaa itu tuh beneran heaven in hell. Musik-musik dugem dari pub di kiri kanan bikin pengeng. Itu gw yang di jalanan, gimana yang di dalemnya ya?? Hmmm... itu baru dari indra pendengaran, kalo dari indra mata lebih kacau lagi... Wakakakakakak. You know what I mean. :P

Oleh-Oleh!
Besoknya gw jalan ke Denpasar, Sanur trus ke Pasar Sukowati buat beli oleh-oleh. Di Sukowati kalo nawar mesti tega-tegaan.

Sarung Bali yg warna-warni itu mereka buka dengan harga 60ribu, dan gw dapet dengan harga 14ribu! Wakakakakakk... Walaupun itu blom puas banget sebenernya, soalnya nyokap bisa beli dengan harga 10ribu beberapa tahun yang lalu.

Budget buat belanja di sini ya tergantung kebutuhan aja. Bisa mahal bisa murah. Gw abis sekitar 200ribu itu udah dapet 17 items berbentuk sarung bali, baju, tas, ama kalung kerang.

Seafood at Jimbaran

Sebenernya ada 1 spot lagi yg worth to come yaitu Jimbaran. Jimbaran itu tempat makan seafood di pinggir pantai (masih terusannya pantai Kuta). Katanya sih keren tapi sesuai ama harganya. Temen gw makan seafood di Jimbaran abis 500ribu sekali makan.

Kalau mau macem-macem seafood-nya = 100ribu; 1 ekor lobster = 400ribu. Wakakakakkaak makin deg-deg-an aja gw ngeluarin duit di sana. Hmmm, ga jadi deh... Toh kalo mau makan seafood di pinggir pantai, di Jakarta ada Bandar Jakarta kok. Dengan harga yang normal. Hehehehhe... Akhirnya sunset terakhir gw nikmatin di Kuta aja.

Besok paginya gw langsung check out dan kembali ke Jakarta pake pesawat jam 10 pagi.

+ + + + +

Jadi total dana yg dikeluarin:
Tiket Pesawat PP: 537.000
Airport Tax PP: 70.000 (40ribu di soekarno hatta, 30ribu di ngurah rai)
Damri PP: 40.000
Hotel 3 malam: 300.000
Motor 2 x 24jam: 100.000
Parasailing+jet sky+diving: 375.000
Karcis GWK & Tanah Lot: 30.000 (GWK 20ribu, Tanah Lot 7500, motor 2500)
Bensin motor selama 2 hari: 25.000
Oleh-oleh: 200.000

Total: 1.677.000 Blom termasuk makan. Buat orang muslim, menurut gw susah makan di Bali. Takut ga halal. Jadi pilihannya kalo ga indomie telor, ya fastfood. Itungannya 50ribu lah buat seharian (3 kali makan).

Thatz all.



Profil Kontributor
Wenny, kini bekerja di sebuah lembaga pemerintahan di Jakarta. Hobi jalan-jalan dengan budget minim dan sudah berencana untuk jalan-jalan lagi dalam waktu dekat. :)

Sunday, March 21, 2010

Diselamatkan Kertas Bekas di Imigrasi Singapore

Posting tamu oleh: Dahlia Rahmawati

Alkisah begini...
Akhir bulan Februari 2010, kita satu kantor mengadakan trip ke Singapore, dengan anggota: 2 bos +4 assistant. Memanfaatkan tiket penerbangan murah yang bisa didapet dengan mudah saat-saat ini.

Penerbangan murah,
artinya: ga akan turun di terminal kinclong, melainkan turun di budget terminal.

Budget terminal,
artinya: penjagaan akan semakin ketat karena banyak imigran-imigran gelap cari kerja di Singapore.

Karena satu dan lain hal, kami terpisah penerbangan dengan para bos. Beda terminal, beda waktu sampe. Saya sendiri, karena pernah beberapa kali ke Singapore (tapi cuma transit doang, ga pernah nginjek tanahnya dengan bener), dianggep lebih pengalaman ketimbang assistant yg lain. Dan dipercayakanlah anak-anak yang lain kepada saya. Satu hal yang bos saya lupa: saya bertampang melayu asli dengan kulit-kulit gosong, ga ada tampang turis, ples kerudungan sekenanya.

Sebenernya ini sial aja si, kurang sodakoh, kurang yasinan, dan kurang banyak duit! :P


Illegal Immigrants.
Source: fotosearch.com


Terjebak di Imigrasi Singapore
Waktu sampai di imigrasi Singapore, kami ketemu petugas India laki-laki ndut item (-maap- jadi rasis gara2 peristiwa ini). Nanya bab duit yang saya bawa. Jujur aja saya kaget, seumur-umur ke negri orang, baru kali ini ditanyain bab duit yang saya bawa. Dan saya lupa kalo mata uang Singapore juga pake istilah 'dollar'. Saya menjawab dengan sekian dollar (dollar, maksut saya: USD, bukan SGD). Emangnya ada peraturan yang mengharuskan bawa duit banyak ke Singapore apa??? Petugas pun makin curiga. Ditambah, saya ga tau contact person tempat menginap karena semua bos yang ngurus (ini sapa yang assistant, sapa yang bos ya??)

Lengkap sudah, karena kurangnya bukti-bukti kalau kami ini benar-benar turis legal, resmilah kami ditahan di imigrasi.

Kocaknya, pas temen saya ditanya bab duit, dijawab juga sekenanya aja. Eeh masa dia dikata-katain miskin... Wew! Temen saya sih senyum aja, dia juga ga bisa protes, emang kita miskin. Judulnya aja masih 'assistant'! Ckckckck...

Jadi saat ini, nama kami, foto-foto, ples sidik jari sudah tercatat resmi di negara itu masuk ke list yang musti diawasi. Beuugghh... Keren ga tuh?? Hehehehe...

Setelah 1 jam --ini aneh bgt-- saya tidak diperbolehkan menelpon bos saya, si petugas nunjuk-nunjuk ada sign 'no phone'.
Saya kasih kartu nama, dia ga percaya.
Disuruh buka wesite kantor, malah diketawain.

Gimana cara mo jelasin kalo kami punya kerjaan di Indonesia (dan ga se-desperate itu sampe jadi imigran gelap di negaranya), coba??

Kertas Bekas Pembawa Rejeki
Untungnya bos saya punya nama besar di Indonesia. Beliau pernah menjadi ketua asosiasi profesi kami di Jakarta. Ketika tas-tas kami diperiksa lebih seksama (baca: dibongkar-bongkar), salah satu petugas menemukan file berisi rute perjalanan dan bangunan apa saja yang kami kunjungi di Singapore, yang di-print di atas kertas bekas. Kebetulan di balik kertas bekas itu ada undangan resmi dari asosiasi kami. Saya iseng nunjuk nama bos, "This is our bos, he was the chairman of bla..bla..bla."

Trus saya inget ada kartu asosiasi kami (untung kartunya keren), yang kemudian saya tunjukkan ke petugas imigrasi.

Daaann tadaaa... Dia percaya! Padahal kalo diliat lebih seksama lagi, undangan itu tertanggal bulan April taun 2009. Beginilah petugas sok teliti tapi ga teliti. Itu kan kertas bekas!

Maka berkat kertas bekas, resmilah kami bebas dari tahanan imigrasi Singapore.

Moral Cerita:
  1. Hindari petugas India, cowo, item, gendut, bertampang stress -curiga abis dimarahin bininya-
  2. Kalo ditanya bab duit, bilang aja: "Duit saya lebih banyak dari bapak pastinya," sambil kedipin... :P
  3. Keluarin segala kartu yang lu punya. Mo kartu asosiasi kek, kartu kredit kek, kartu keluarga kalo perlu.
  4. Just use decent clothes with little make-ups or nice heels (book do judged by its cover *sigh*)


Profil Kontributor
Lia, kini bekerja di sebuah konsultan arsitektur ternama dan sebentar lagi akan bekerja di sebuah konsultan environmental graphics. Mempunyai hobi jalan-jalan & fotografi, saat ini ia sedang memupuk tabungan untuk mendukung hobinya. :)




Friday, March 19, 2010

Photo(s) : Ho Chi Minh City in Walking Distance

Foto oleh : Herajeng Gustiayu


Twilight Saga : Trang Non. :)
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009


Safe & convenient pedestrian walk in HCMC.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009


Inside Ben Thanh Market.
Trivia: There are two ways to buy souvenirs, (1) in "Fixed Price" alleys, located nearest from entrances : for people that can not bargain & (2) if you go deeper inside, that's the place for bargain hunter! Cheaper for sure! -- You choose. :D
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009


Night Market outside Ben Thanh Market.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009


"Sepak Takraw" ala Vietnam.
Pada malam hari banyak yang main ini di taman kota,
tua-muda semuanya ada. Bolanya mirip kok bulutangkis!
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009


Wednesday, March 17, 2010

Perjalanan 3 Negara : Singapore - Phuket - Hat Yai - KL (Part-3)

Posting tamu oleh: Arlinda Wibiayu

Sambungan dari Perjalanan 3 Negara : Singapore - Phuket - Hat Yai - KL (Part-2)

Explore Singapore
Akhirnya kesempatan untuk keliling Singapur terlaksana di hari ketiga perjalanan kami. Sebelum jalan-jalan, karena deposit EZ Link tinggal dikit saya putusin untuk nambah deposit 10 SGD sekedar untuk jaga-jaga aja. Sebenarnya Top-Up EZ Link bisa di mesin,tapi gak tau kenapa mesinnya muntahi lagi kartu saya. Sebel... Katanya sih kartu saya cuma bisa top-up di stasiun City Hall. Ya sudah lah, saya antri aja di passanger service.

Di mulailah perjalanan kami di Capitol Hill, pokoknya semua landmark di Singapur deh harus bisa dilihat hari itu, karena besok kami sudah harus ke Phuket. Dengan berbekal peta singapur yang kami ambil dari penginapan (halal kok, karena ada tulisan free map), kami mulai mencari-cari landmark kota yang memang ada di peta tersebut.

Sempet masuk ke Esplanade yang ternyata emang keren. Tapi saya heran juga ternyata patung Merlion cuma begitu aja, bisa menarik jutaan wisatawan untuk foto di sana. Singapur emang hebat mengemas tujuan wisata disana.

Sengsara Membawa Nikmat
Selese keliling, kami putusin untuk langsung menuju Sentosa Island. Nah untuk kesana cuma bisa naek bus to Sentosa yang ada di seberang Harbourfront. Karena udah siang dan perut kami laper, kami putusin cari makan di Vivo City. Tapi halal food disana mahal-mahal euy. Tapi kami sempet beli apel yang udah disingkirin tapi masih bisa dimakan lah (baru kali ini deh beli yang begituan).

Kami coba ke Harbourfront, ternyata karena lagi Chinese New Year banyak yang tutup. Setelah diskusi akhirnya kami putusin untuk makan di KFC aja kalo gak nemu tempat makan juga.

Berhubung belum sholat, saya tanya dimana tempat di sholat kalo di mall tersebut dengan petugas mall. Ternyata gak ada, sial. Trus saya tanya aja ke seorang ibu yang pake kerudung dimana tempat sholat terdekat. Dia langsung ngasih info kalo ada masjid di sebrang, cuma memang harus jalan lumayan namanya masjid Temanggong. Gak apa-apa deh, dari pada gak tenang kalo belum sholat. Ketika menuju masjid kami lihat banyak orang lalu lalang dari sebrang jalan juga. Yippe.. ternyata ada pusat jajanan yang isinya makanan halal semua, namanya Seah Im Food Centre.

Nasi Ayam seharga 3USD.
Foto (c) Arlinda Wibiayu, 2009


Setelah sholat (lagi-lagi kami bisa isi air minum disini) kami langsung menuju tempat makan tersebut dan pesen nasi ayam seharga 3 SGD dan saya beli es teh tarik seharga 1 SGD (best teh tarik selama di Singapur).

Perut udah kenyang, sekarang kami mau antri naik bis ke Sentosa Island. Sumpah penuh banget. Setelah beli tiket seharga 3 SGD, kami langsung naek bus. Ternyata cuma butuh waktu sekitar 15 menit untuk sampe ke Sentosa.

Sampe di Sentosa kami rada ’amazed' dengan banyaknya orang, ruamenya polll. Kami langsung ke tempat penjualan tiket pertunjukkan ’Song of the Sea’ seharga 8 SGD. Pertunjukkan ini ada 2 kali setiap hari jam 7.40 pm dan 8.40 pm. Ketika kami antri pertunjukkan untuk jam 7.40 pm udah abis jadi kami beli yang untuk jam 8.40 pm. Oke sekarang waktunya keliling naik Sentosa bus mumpung masih rada terang. Di sini kita bisa bebas naik bus warna apa saja untuk keliling tanpa dipungut biaya lagi. Tapi kalo nyobain wahananya, ya bayar lagi.

Dua kali naik yellow bus dan blue bus, kami turun di Siloso Beach. Cuma duduk-duduk sebentar di atas pasir yang katanya di ambil dari pantai di Indonesia, kami mulai jalan-jalan dan foto dong.

Pas jalan kami liat antrian sambil petugasnya teriak-teriak ”Song of the sea, line up here” Ih please deh masih satu jam dari pertunjukkan jam 8.40pm. Ya udah kami pasrah deh ikut ngantri.

Pertunjukannya emang keren dari segi teknologi, tapi ceritanya standar banget kok.

Selese pertunjukkan kami langsung ke antrian bus yang balik ke Harbourfront, teteup banyak orang walaupun udah lewat jam 9. Sampe di Harbourfront, kami putusin naik bus aja ke hostel karena kasian kaki udah kecapean dipake jalan seharian.

Bersambung ke Perjalanan 3 Negara : Singapore - Phuket - Hat Yai - KL (Part-4)



Profil Kontributor
Ayu, kini bekerja di sebuah lembaga pemerintah dengan latar belakang bidang farmasi. Gaya backpackingnya adalah mengunjungi beberapa tempat sekaligus dan (tampaknya) sudah berencana untuk backpacking lagi dalam waktu dekat. :) Tulisan Ayu lainnya dapat ditengok di Arlinda's Site.

Monday, March 15, 2010

Review Akomodasi : Ho Chi Minh City, Vietnam

Ho Chi Minh City atau yang lebih dikenal dengan sebutan Saigon, adalah kota terbesar di Vietnam. Kota bekas jajahan Perancis ini masih memiliki ciri khas jalanan di Paris dengan trotoar untuk pedestrian yang lebar nan nyaman.

Saigon terbagi menjadi 24 wilayah administratif, namun pada umumnya destinasi para turis akan tertuju ke District 1. District 1 merupakan daerah pusat pergerakan finansial, perdagangan, dan administrasi.

Walaupun sebagian besar hotel bintang 5 dan restoran mahal berpusat di daerah ini, namun area backpacker pun tersedia di District 1, yakni di persimpangan jalan Pham Ngu Lao St. dan De Tham St.

Di bawah ini adalah salah satu opsi penginapan yang pernah kami inapi di Pham Ngu Lao St. :

Ngoc Linh Hotel
283/21 Pham Ngu Lao Street, District 1, Ho Chi Minh City, Vietnam

Pertamanya kami mencoba booking Ngoc Linh Hotel lewat hostelworld, namun ternyata lebih murah apabila kita langsung booking melalui website mereka, www.ngoclinhhotel.com

Saat memperhatikan lobby-nya, kami baru menyadari ternyata Ngoc Linh ini adalah hotel bintang 1! Walaupun lokasinya agak masuk-masuk ke gang gitu, tapi fasilitasnya benar-benar tidak mengecewakan untuk turis backpacker, murmer tapi bagus!

Cheap, clean, and friendly staff. Highly recommended. :)
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009


Kamar: 3 bed, private, ensuite (kamar mandi dalam).
Rate: $24 for 3 people/days
Fasilitas:
- Air conditioner (DAN) kipas angin,
- TV dengan saluran kabel,
- Kulkas mini,
- Lemari,
- Kamar mandi dalam (wastafel, kloset, bathtub+shower, air panas),
- Ada 1 komputer di lobby dengan akses internet (terbatas dari jam 7 pagi sampai 10 malam, kalau tidak salah...)
- 24 hour reception.

Ada satu lagi kekurangan dari hotel ini, ngga ada lift! Kami rada ngos-ngosan juga karena kamar kami ada di lantai 4, hehehe tapi gpp, kan masih muda ini... :D Apalagi fasilitasnya lumayan lengkap. Sebagai backpacker, hotel ini benar-benar memanjakan kami, hehehe... Staff-nya juga baik-baik dan sangat membantu.

Yap. Sejauh ini sih Ngoc Linh Hotel masih merupakan salah satu penginapan favorit kami. Two thumbs up. :)


Book Hostels Online Now
---

Sunday, March 14, 2010

The Exotis of Curug Cipendok

CURUG Cipendok is natural sights of the highest waterfalls in the southern part of Central Java. In  tourist area having a height for about 800 meters from sea level (asl) located in this Banyumas Cilongok, visitors can feel the sensation of wind blowing and splashing waterfalls as high as 200 meters. With cool air and natural scenery that really natural.
domestic tourists who come to this curug every holiday can reach 10 thousand people.
in Curug Cipendok many unique panorama. In addition there is a waterfall, there is also a lake and a vehicle Pucung Penginyongan Village. "In this place served dangdut music entertainment and exhibition python. In fact, visitors can picture with a python that was tame
.
Butterfly Park
It is said, to reach Curug Cipendok, visitors can use a car or motorbike around 8 kilometers from the village of Losari Cilongok District. Looking ahead, the area protected Curug Cipendok Perum Perhutani Unit I Central Java, will also ride the park plus a butterfly. It will also be equipped with a number of other fauna flora facilities, a Javanese eagles, monkeys, tigers Java, snakes and rare plants in the world.
Cipendok Curug area there are still many animals and rare plant species. Even recently, from research students of the Faculty of Biology Unsoed Purwokerto found two species of rare butterflies. "Here too there are species of orchids, PLANTS and rare plants that exist only in Cipendok, namely puyengan and Euphorbia pulcherrima.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Web Hosting