Wednesday, October 26, 2011

help us by voting for the island of Komodo type: send to 9818


Komodo National Park is located in the center of the Indonesian archipelago, between the islands of Sumbawa and Flores. Established in 1980, initially the main purpose of the Park was to conserve the unique Komodo dragon (Varanus komodoensis) and its habitat. However, over the years, the goals for the Park have expanded to protecting its entire biodiversity, both terrestrial and marine. In 1986, the Park was declared a World Heritage Site and a Man and Biosphere Reserve by UNESCO, both indications of the Park's biological importance.

Komodo National Park includes three major islands: Komodo, Rinca and Padar, as well as numerous smaller islands creating a total surface area (marine and land) of 1817km (proposed extensions would bring the total surface area up to 2,321km2). As well as being home to the Komodo dragon, the Park provides refuge for many other notable terrestrial species such as the orange-footed scrub fowl, an endemic rat, and the Timor deer. Moreover, the Park includes one of the richest marine environments including coral reefs, mangroves, seagrass beds, seamounts, and semi-enclosed bays. These habitats harbor more than 1,000 species of fish, some 260 species of reef-building coral, and 70 species of sponges. Dugong, sharks, manta rays, at least 14 species of whales, dolphins, and sea turtles also make Komodo National Park their home.


Threats to terrestrial biodiversity include the increasing pressure on forest cover and water resources as the local human population has increased 800% over the past 60 years. In addition, the Timor deer population, the preferred prey source for the endangered Komodo dragon, is still being poached. Destructive fishing practices such as dynamite-, cyanide, and compressor fishing severely threaten the Park's marine resources by destroying both the habitat (coral reefs) and the resource itself (fish and invertebrate stocks). The present situation in the Park is characterized by reduced but continuing destructive fishing practices primarily by immigrant fishers, and high pressure on demersal stocks like lobsters, shellfish, groupers and napoleon wrasse. Pollution inputs, ranging from raw sewage to chemicals, are increasing and may pose a major threat in the future.

Today, the PKA Balai Taman Nasional Komodo and PT. Putri Naga Komodo are working together to protect the Park's vast resources. Our goals are to protect the Park's biodiversity (both marine and terrestrial) and the breeding stocks of commercial fishes for replenishment of surrounding fishing grounds. The main challenge is to reduce both threats to the resources and conflicts between incompatible activities. Both parties have a long term commitment to protecting the marine biodiversity of Komodo National Park.

Thursday, October 20, 2011

Bayon, Kuil Seratus Wajah Sang Raja

“It’s good to be King!”

Mungkin begitulah seruan sang Raja Jayavarman VII saat membangun Kuil Bayon.

Dari kejauhan, kuil ini hanya tampak seperti kuil biasa dengan menara-menara yang menjulang di puncaknya. Tapi begitu kita mengamati lebih dekat, maka tampaklah sejumlah 216 patung wajah sang raja berukuran raksasa menghiasi puncak-puncak kuil ini, seakan-akan sang raja ingin meneriakkan eksistensi dirinya kepada dunia. Ya, kapan lagi dapat membangun ratusan patung wajah kita dengan ukuran raksasa kalau bukan seorang raja.

Empat sisi bagian puncak kuil yang dihiasi pahatan wajah Raja Jayavarman VII.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2011

Namun apakah ratusan pahatan wajah tersebut benar-benar merupakan representasi wajah sang raja?

Banyak yang berteori bahwa 216 patung wajah raksasa itu sebenarnya merupakan representasi dari wajah Avalokiteśvara, Bodhisattva yang mewujudkan belas kasih dari semua Buddha. Ada pula teori yang menyatakan bahwa Jayavarman VII sebagai Buddhist mengidentifikasi dirinya dengan Buddha dan Bodhisattva tersebut. Mana yang benar, hanya sang Raja lah yang tahu.

Kuil Bayon dari kejauhan.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2011
Patung wajah Raja Jayavarman VII di puncak-puncak kuil.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2011
Patung wajah Raja Jayavarman VII di puncak-puncak kuil.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2011

Sejarah Singkat Kuil Bayon
Kuil Bayon
adalah salah satu kuil Buddha yang terdapat pada Angkor Archeological Park di Siem Reap, Kamboja. Kuil ini terletak di pusat ibukota Jayavarman, Angkor Thom, dan dibangun sekitar akhir abad ke-12 dan awal abad ke-13. Sebagai bagian dari kekayaan arsitektur Kerajaan Khmer, Kuil Bayon merupakan kuil pemerintahan terakhir yang didedikasikan kepada Sang Buddha, yang dibangun pada masa kejayaan Angkor. Kuil ini telah mengalami perubahan serta penambahan pada beberapa bagiannya, yang disesuaikan dengan ajaran agama yang dianut masing-masing raja penerusnya.

Angkor Archeological Park
Selain Kuil Bayon, beberapa kuil lainnya yang populer dan patut dikunjungi selama mengeksplorasi Angkor Archeological Park adalah Angkor Wat (tentu saja!), Ta Phrom, Banteay Srei, Banteay Kdei, dan Teras Gajah. 

Angkor Archeological Park merupakan taman arkeologi yang cukup luas untuk dieksplorasi sehingga diberikan tiga pilihan tiket: 1-day pass seharga $20; 3-day pass seharga $40; dan 1-week pass seharga $60. Saya sendiri dan teman saya memilih yang 1-day pass. Setelah berpose sejenak untuk mengambil foto diri di depan loket, kami diberikan sebuah tiket yang lengkap dengan foto kami. Tiket ini nanti akan diperiksa oleh petugas jaga di tiap-tiap kuil yang kita kunjungi.

Disarankan untuk berkeliling Angkor Archeological Park dengan Tuk-Tuk, kendaraan umum khas Kamboja serupa bemo. Apabila ingin mengunjungi beberapa kuil terpopuler, Anda akan dikenakan biaya $12/tuk-tuk, namun apabila Anda juga ingin sekaligus mengunjungi Banteay Srey yang terletak sekitar 45 menit dari taman arkeologi ini, Anda akan dikenakan biaya $20/tuk-tuk. []

Sejarah Kuil Bayon yang lebih lengkap dapat dibaca di sini: http://en.wikipedia.org/wiki/Bayon

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Web Hosting