Posting tamu oleh : Dibya Kusyala
Catatan penulis: Tulisan ini merupakan bagian pertama dari perjalanan 3 kota di China pada awal bulan Juli 2010. Sempat tertahan hampir dua bulan karena pekerjaan, akhirnya selesai juga... :)
Awalnya
Sekitar Januari 2010, selepas perjalanan ke utara Malaysia, kami menemukan penawaran penerbangan murah ke Hong Kong dengan rute KL-HK seharga RM99 atau sekitar Rp 270.000,- Kebetulan periode terbangnya bertepatan dengan libur semester pertengahan 2010. Kebetulan lagi, usut punya usut di tanggal yang sama sedang berlangsung World Expo di Shanghai. Baiknya dipasang! Sekalian nengokin beberapa preseden yang dulu, saat jaman sekolah, sempat dipelajari : Kowloon, high density living, transportasi, sub-ground-up connection *halah*...
Pemandangan di sekitar bandara HK.Foto (c) Dibya Kusyala, 2010 Perjalanan ke Hong KongTibalah hari-H, 1 Juli 2010, kami berangkat pada tengah hari. Penerbangan rute KL-HK memakan waktu 5 jam. Bandara di HK sekilas mirip Changi, tapi lebih besar dan lebih sibuk. Impresi pertama saat datang adalah penataan HK yang sangat kompak.
Sepanjang perjalanan di atas bus jemputan bandara, kami melewati apartemen-apartemen yang super jangkung, jembatan-jembatan gantung, dan pelabuhan luas dengan latar belakang garis langit kumpulan gedung-gedung yang memadati tepian selat HK yang sibuk. Namun tampak kontras pula perbukitan-perbukitan yang hijau di tepian area dan tengah pulau. Beberapa pulau-pulau kecil tampak dibiarkan hijau lebat oleh pepohonan. Saat itu matahari tenggelam mirip koin emas dengan saputan awan tipis berlangit jingga. Sunsetnya sempurna 9.5 dari skala 10, saya beri nilai A+!
Kedai, pertokoan, tempat makan dan ruangan hotel yang kami temui ga kalah kompak. Kamar saya tidur super duper mini. Agak ga biasa karena kamar mandi menyatu dengan pantry kecil. Di depan kloset ada pemanas air dan perkakas makan. Aishh macam mana ni?
Keluar dari apartemen yang disewa pun kami menemukan pemandangan unik. Billboard dengan huruf kanji dan roman berjejal di sepanjang tepi gedung-gedung tinggi berebut perhatian konsumen. Dan sesaat setelah petang, neon-neon mulai menyala berwarna-warni menjadi penerang pedestrian yang minim lampu jalan.
Di sela keremangan ini, mulailah pedagang kaki lima membuka lapak. Satu-dua dari mereka menumpah ke jalan utama. Pejalan kaki sangat ramai, mereka mengalir dan terus bergerak. Sepanjang tepi jalan ditawarkanlah oleh-oleh, makanan, sayuran, kaos dengan harga yang terjangkau, ga beda jauh di pasar-pasar kita.
Nathan Road, Kowloon.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2010 Hong Kong, here we come!Berbekal peta kawasan-kawasan utama kota (dalam bahasa Inggris) yang dibagi gratis di bandara, kami mendapatkan informasi lengkap tentang atraksi-atraksi utama di
Kowloon dan
HK Island disertai list akses-akses transportasi publiknya.
Dan kami pun mulai menyusuri jalur-jalur MTR, bus umum, atau Star Ferry menggunakan
‘Octopus Card’ yang bisa digunakan untuk semua moda. Octopus Card ini mirip EZlink di Singapore, tinggal
tap saja, bahkan bisa digunakan untuk berbelanja di Seven Eleven atau beli makanan di beberapa kedai sepanjang perjalanan. Sisa kredit dalam kartu ini dapat diuangkan kembali saat kita meninggalkan HK .
Sepanjang perjalanan, pedestrian cukup padat dan ini berlangsung sampai menjelang tengah malam. Kawasan Nathan Road yang menghubungkan titik-titik MTR utama di Kowloon (Mongkok, Jordan, dan Tsi Tsam Sui) dijejali dengan tempat belanja-makan-penginapan2 dengan beragam harga. Di sana pula kami temukan banyak warga Indonesia (kebanyakan TKW). Mereka selalu ramah untuk membuka pembicaraan. Hampir sama dengan di Malaysia, mereka bercerita tentang pekerjaan, asal, dan berapa lama di HK. Dari tampilan fisiknya, nampak tak banyak masalah. Di Hong Kong, konon jatah libur untuk para TKI cukup layak dengan cuti akhir pekan dan gaji relatif lebih besar dibandingkan pekerjaan di Malaysia-Singapore.
Eksplorasi Hong Kong
HK memiliki empat area utama, namun titik-titik atraksi banyak tersebar pada area Kowloon dan HK Island. Masing-masing memiliki CBD di sepanjang tepian air yang dihubungkan dengan ferry dan MTR line. Star Ferry yang menghubungkan dua tepian air ini cukup murah, sekali jalan harganya HK$2.5 atau sekitar Rp 25.000,- saja. Dan sepanjang perjalanan di atasnya kita bisa menikmati garis langit tepian air Kowloon dan HK Island. Waktu terbaik untuk menaiki Star Ferry ini adalah saat sunset dan jam 8 malam, karena ada pertunjukan lighting di puncak-puncak gedung sepanjang selat gratis selama 30 menit.
Bangunan tertinggi di Kowloon,
dirancang dengan pertimbangan fengshui.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2010 Pada area
Kowloon terdapat
Star Avenue, tempat memorabilia artis-artis HK, yang dapat dinikmati sambil menikmati garis langit HK Island. Ada juga
Temple Market,
Ladies Market,
Sport Shoes Market yang bisa ditawar meski harganya relatif tinggi untuk ukuran normal orang kita.
Bagi muslim, di area station MTR Tsim Tsa Sui terdapat
Masjid Besar Kowloon. Kalau kita pandai-pandai mencari, di sekitar masjid ini tersebar kedai-kedai makanan halal. Rekomendasi lain adalah
Museum Sejarah Hongkong yang masih bisa diakses dengan berjalan kaki dari Tsim Tsa Sui Station.
The Peak at terminus.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2010
Di area
HK Island, atmosfernya lebih bersahaja dan terasa lebih ‘China’. Di sini atraksi yang menarik adalah
The Peak yang bisa diakses dengan tram dari terminus di bawahnya. Untuk naik ke atas dan menikmati indahnya HK di malam hari dari ketinggian diperlukan biaya sekitar HK$30 dan naik ke atas bangunan pengamatan dengan harga yang hampir sama. Semua tinggal
tap aja dengan Octopus Card.
Atraksi lain yang terkenal murah dan unik adalah
tram di sepanjang jalanan di HK Island. Sekali naik harganya HK$2 untuk satu trayek penuh yang jaraknya lumayan jauh, ini bisa dianggap sebagai
city tour murah meriah. Trem ini memiliki jendela kayu terbuka sehingga kita bisa menikmati pemandangan bangunan-bangunan arsitektural yangcukup terkenal, di antaranya HSBC dan Bank of China yang dirancang oleh Norman Foster dan IM Pei.
Akomodasi
Direkomendasikan Yesinn Hostel (di area HK Island). Harganya untuk tipe dorm sekitar Rp 120.000,-/bed/malam. Hotel ini berada di sebuah gedung flat mirip kebanyakan hotel di HK. Untuk masuk kita harus naik lift dan menuju lantai atas. Terkadang kamar kita berada di lantai yang berbeda dengan lokasi meja resepsionisnya dan harus diakses menggunakan lift lagi. Yessinn ini adalah standar hostel yang bersih dan nyaman. Meski tidak mendapatkan makan pagi, tapi kasurnya empuk banget, begitu leyehan langsung merem.
Makanan
Kawasan Tsim Tsa Tsui tetap menjadi pilihan kami. Di sana terdapat komunitas muslim sekitar Masjid Kowloon yang berasal dari Arab, Pakistan, India (berkumpul di Cungkin Mansion, 200 m dari stasiun Tsin Tsa Sui).
Memilih makanan halal menjadi tantangan sendiri, karena tidak semua resto yang menyatakan dirinya halal belum tentu betul-betul halal. Jadi pilihan amannya adalah makanan vegetarian, makanan laut, atau ikan. Di Kings Road yang berjarak sekitar 1 km dari lokasi masjid terdapat Restoran Indonesia yang juga menyediakan menu-menu nusantara seperti Telur Bali dan Sayur Lodeh, termasuk Teh Botol Sosro. Tapi hati-hati disana pun mereka menjual menu pork (babi) ... :(
Hong Kong Disneyland!Apabila Anda ada dana lebih sebesar HK$350 atau sekitar Rp 350.000,-, Anda bisa sekalian mengunjungi
Disneyland di daerah
Sunny Bay. Tiket itu bisa dipakai untuk mengunjungi semua atraksi di dalam kawasan
theme park.
Beberapa atraksi yang ditawarkan adalah Adventure Land, Philharmagic, Tomorrow Land, (Live) Golden Mickey, Parade Karakter (4pm), dan Pesta Kembang Api (8pm). Bahasa yang digunakan mayoritas Cantonese dengan tambahan terjemahan inggris untuk pertunjukan-pertunjukan utamanya.
Golden Mickey at Hong Kong Disneyland.Foto (c) Dibya Kusyala, 2010
Menuju Shanghai dengan China Railway
Setelah puas mengeksplorasi HK selama 4 hari, kami pun menuju China daratan dengan menggunakan kereta cepat. Dengan tujuan Shanghai, ada 2 pilihan dari stasiun Hunghorm, atau ke Shenzen dulu menggunakan jaringan China Railway. Praktisnya mah terus saja, tapi waktu itu, tiket Hunghorm-Shanghai dah habis dipesan sampai 1 bulan ke depan, jadinya kami bergerak keluar ke Shenzen. Si stasiun terakhir MTR HK, terdapat check point visa kunjungan ke China daratan, ternyata di stasiun itu pula tempat kita mulai bergerak ke arah Shanghai selama 23 jam.
Kereta memiliki fasilitas tempat tidur, yang terbagi menjadi dua jenis: (1) Hard, seharga Rp 400.000,-; dan (2) Soft, seharga Rp 600.000,-). Komunitas di HK yang tadinya multi ras dari berbagai negara mulai berganti dengan domerasa agak susah untuk memulai percakapan dengan orang-orang lokal ini karena kendala bahasa. Mayoritas mereka kurang menguasai bahasa Inggris. Maka perjalanan pun berlalu dengan berteman buku Sudoku.
Di luar kereta api, nampak lansekap daratan yang luas dengan pepohonan yang sejenis, jalanan dan infrastruktur yang besar dan lebar, serta rumah deret berketinggian 3-4 lantai yang tertutup samar-samar oleh kabut tipis. Bukan gambaran kota-kota China yang jorok dan miskin seperti cerita banyak orang selama ini, namun kota-kota yang sedang aktif membangun di sana-sini.
23 hours on a Misty Train.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2010
Bersambung ke Perjalanan ke China: Hong Kong, Shanghai, Hangzhou (Part-2)
Profil Kontributor
Dibya, teman saya, adalah pecinta jalan-jalan yang kini bekerja sebagai lecturer di Kuantan, Malaysia. Profesi ini secara tidak langsung memberikannya banyak waktu untuk berjalan-jalan. Untuk tahun 2010, ia sudah menjadwalkan hari-harinya untuk agenda jalan-jalan sepanjang tahun (dengan berburu tiket pesawat promo murmer). Tulisan-tulisan Dibya lainnya dapat diikuti di Dibya Kusyala's Notes.