Showing posts with label Pulau Penang. Show all posts
Showing posts with label Pulau Penang. Show all posts

Monday, June 27, 2011

Mencicipi "Pasembur" di Pasar Malam Sungai Dua, Penang

Hari sudah menjelang sore saat kami berempat masuk ke dalam bus dari arah Queensbay Mall untuk kembali menuju hostel kami di Georgetown, Penang. Belum sampai 5 menit perjalanan, di tengah kantuk dan mata yang berat, tiba-tiba dua orang teman saya berseru, "Eh ada pasar malam! Turun yuk!"

Dengan otak yang masih setengah sadar dalam mencerna kata-kata teman saya, seorang bapak di samping saya mengangguk-angguk setuju sambil menunjuk ke sebelah kiri jalan, "Ya, pasar malam. Turun di sini saja," ujarnya pendek dengan bahasa melayu. Sekilas di sudut mata saya tampak warna-warni lampu jalanan yang menghiasi keramaian senja.

Oke deh Pak
, jawab saya dalam hati sambil menekan bel di dalam bus. Bus pun berhenti di sebuah halte yang terletak persis di depan sebuah mall besar bernama Sungai Dua Tesco Extra, 8 Ringgit kini berpindah tangan ke sang pengemudi bus.

Pasar malam di daerah Sungai Dua ini benar-benar tampak ramai di akhir pekan. Warna-warni lampu deretan kedai-kedai makanan kaki lima dan penjual pernak-pernik turut menyemarakkan jalanan yang mulai menggelap. Meriah! Dengan langkah bersemangat kami menyeberangi jalan raya untuk mengeksplorasi pasar malam di depan mata kami.

Tujuan kami saat itu cuma satu sebenarnya, mencari cemilan kaki lima khas Penang! Ya, selain terkenal dengan bangunan-bangunan tua bersejarahnya di kota Georgetown, yang memiliki arsitektur yang unik dan kaya karena akulturasi bermacam-macam budaya, Pulau Penang juga merupakan surga kulinernya Malaysia. Oleh karena itu jangan sampai tidak sempat mengeksplorasi kuliner Penang ya saat berlibur ke sini.



Deretan pedagang kaki lima yang menjajakan berbagai penganan
di Pasar Malam Sungai Dua, Penang.

Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2011.

Bermacam-macam makanan hangat yang dipajang di deretan kedai-kedai membuat kami beberapa kali menelan air liur serta berusaha menahan godaan untuk membeli dan mencicipi semuanya. Pada akhirnya berbagai cemilan pun sempat kami cicipi, dari gorengan, lumpia, hingga kebab, dengan harga yang relatif murah (1-4 Ringgit). Walaupun sudah banyak mengemil, tapi ternyata perut kami masih minta diisi. Oke, saatnya mencari makan malam!

Pilihan kami jatuh kepada Restoran Maheran yang terletak di sebuah deretan ruko, sebelah 7-11, salah satu alasannya karena ada tulisan "Halal" di papan nama restoran ini.


Restoran Maheran, Sungai Dua.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2011.

Pemilik restoran ini adalah seorang bapak setengah baya berbadan besar yang tampaknya berdarah Arab (atau India? Hehe..) ini ramah sekali menyambut sekaligus menanyakan pesanan kami. Begitu melihat menu yang dipajang di depan restoran sederhana namun bersih ini, kami langsung memilih Koay Teow (Kwetiaw) Sotong, Roti Canai dengan saus karinya, Teh Tarik, dan Milo dingin.


Menu Restoran Maheran.

Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2011.

Tak lama pesanan kami pun muncul. Lho, kok ada satu piring tambahan dengan sajian asing yang rasanya tadi tidak kami pesan?

"Wah, ini apa ya Pak? Kami tidak pesan ini kok Pak," tanya kami kebingungan. Bapak itu hanya mengangguk sambil tersenyum dan menjelaskan dengan bahasa melayu, "Ngga apa-apa, itu namanya Pasembur Sotong. Dicoba aja dulu, kalau ngga suka, tidak perlu membayar."

Waaaw, mana mungkin tawaran makan gratis ini kami lewatkan, hehehe... Nama yang lucu, sahut saya dalam hati. Tampilannya sekilas mirip seperti rujak di Indonesia, berbagai macam potongan sayuran dan lain-lainnya dicampur lalu disiram dengan saus kacang. Begitu saya coba satu sendok, saya langsung membatin, "Wah alamat bakal musti bayar nih. Enak!" Jujur, menurut saya, ini salah satu makanan paling enak yang sempat saya coba saat di Penang.




(Atas) Roti Canai dengan saus kari; (Tengah) Koay Teow Sotong;
(Bawah) Pasembur Sotong.

Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2011.

"Pasembur" ternyata merupakan salah satu kuliner khas Penang yang isinya potongan kentang, tahu, timun, tauge, telur rebus, gorengan udang, serta cumi-cumi, yang kemudian disiram dengan saus kacang berwarna merah kecoklatan dengan rasa manis gurih dan agak pedas. Harganya 4 Ringgit per porsi. Wajib dicoba!

Sambil mengobrol dan tertawa-tawa mengingat kejadian-kejadian lucu selama perjalanan, tak terasa akhirnya piring-piring kami tandas juga. Puas rasanya. Makan malam kali itu kami hanya menghabiskan sekitar 12 Ringgit di Restoran Maheran untuk porsi empat orang. Perut kenyang, hati senang, dan yang paling penting: kantong aman. Murah soalnya, hehehe... :)

Friday, March 26, 2010

Perjalanan Krabi, Bangkok, dan George Town (part-3)

Posting tamu oleh : Dibya Kusyala

Sambungan dari Perjalanan Krabi, Bangkok, dan George Town (part-2)

Tulisan ini merupakan catatan akhir perjalanan Krabi-Bangkok-Georgetown, sebelum kembali ke KL pada awal 2010. Karena content yang cukup banyak, maka tulisan ini dipisah menjadi 2 bagian. Pertama, lebih ke akomodasi dan kota tua Georgetown. Dan kedua, tentang Pulau Penang secara keseluruhan lengkap dengan atraksi-atraksi alamnya yang tersebar.


Georgetown view from ferry.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Meninggalkan Bangkok, kami berempat naik kereta first class sleeper dengan rute Bangkok-Butterworth. Perjalanan 23 jam di atas kereta melewati ratusan kilometer kembali tertolong oleh fasilitas sleeper yang lebih nyaman dibanding perjalanan second class sleeper Suratthani-Bangkok (mungkin karena beda kelas). Kami berangkat sekitar pukul 2 siang (Bkk). Berempat kebagian tiket upper bed semua.

*PS. Thanks Ka Budi, yang membantu pembelian tiket sebulan sebelum keberangkatan yang tinggal tersisa 4 itu doang :p*

Sekitar jam 8 pagi hari berikutnya, kami sampai di pos imigrasi ‘Padang Besar’ yang di dalamnya bergabung counter Thailand sekaligus Malaysia. Semua penumpang harus turun, sama dengan border lainnya. Setiap barang dipindai, bahkan isi koper-koper dikeluarkan untuk dicek satu persatu. Masinis menunggu sampai semua penumpang selesai urusan imigrasi.

Cukup tenang, ga sekhawatir seperti waktu di Custom Singapore-Malaysia yang lebih kompleks. Di
Custom Singapore-Malaysia, selain bangunannya terpisah (Woodland-Johor Bahru), antrian di dua custom terlalu panjang sehingga penumpang sering ketinggalan bus.

Dari Padang Besar, kereta api perlahan tapi pasti menuju Butterworth, melewati wilayah Negeri Bagian Kedah dengan transit di Alor Setar selama setengah jam.


Menuju Georgetown

Georgetown berada di Pulau Penang, yang terpisah sebelah Barat Laut Semenanjung Malaysia. Menuju Georgetown bisa dengan 3 cara (darat, laut dan udara).

Via darat bisa ditempuh dengan bis umum atau kendaraan pribadi melalui Penang Bridge yang konon tersohor. --Tapi gw juga baru tahu bagaimana bentuknya ya saat itu :p--

Via udara dengan penerbangan (AirAsia, Sriwijaya Air, JetStar, TigerAirways, dll) yang pemberhentian akhirnya di Bandara International Pulau Penang. Dari bandara tersebut, terdapat jaringan Rapid-Penang ke KOMTAR di tengah Georgetown dengan harga 2.5 RM /6500 rupiah. Kalo kepepet bisa pake taksi seharga 45 RM /120.000 rupiah sekali jalan.

Pilihan terakhir, via laut dengan titik pemberangkatan dari jetty Butterworth yang 1 lokasi dengan stasiun kereta api (sebagai titik transit KL-Bkk, sekaligus melayani pemberangkatan train ke KL dan ke Bangkok secara terpisah).

Dari tempat kita turun kereta api, cukup berjalan kaki saja menuju jetty (sekitar 200m). Ferrynya mirip dengan rute Ketapang-Gilimanuk di Selat Bali, namun lebih cepat, (20 menit perjalanan). Harganya relatif murah, hanya 1.5RM (4.000 rupiah).

Sepanjang perjalanan laut, di samping kiri ferry terhampar Penang Bridge. Kalau diamati sekilas, bentuknya mirip-mirip Jembatan Suramadu, mungkin lebih panjang, atau mungkin juga lebih tinggi.

Sesampainya di Jetty Georgetown, terdapat stasiun bus. Banyak sekali trayek Rapid-Penang yang siap mengantar ke seluruh penjuru pulau, harganya bervariasi tergantung jarak. Tapi rata-rata sangat murah (paling mahal sekitar 3RM / 10.000 rupiah sekali jalan). Selama berjalan di Pulau Penang sangat terbantu oleh rute-rute bus ini.

Akomodasi
di Georgetown
Untuk penginapan, gw dan rekan mengandalkan Tunehotels.com yang murah. Semalam harga yang gw dapat selama ini berkisar 30-50RM (100.000-130.000 rupiah) dengan cara booking 2-3 bulan sebelumnya (double room-standard). Kalau mendadak (walk-in booking), harga normalnya 90RM (270.00 rupiah), dan bisa lebih mahal kalo lagi musim liburan.

Lokasi Tune terletak di Jalan Burmah
. Cukup strategis, karena tepat di samping foodcourt ‘New World’ dan bisa berjalan kaki 10 menit ke podium Kompleks Tun Abd Razak/KOMTAR yang merupakan menara tertinggi di Pulau Penang. Di podium KOMTAR berkumpul banyak resto, café dan stasiun transit bus dari arah jetty yang mengantar ke berbagai titik di Pulau Penang.

Berkeliling Georgetown

Area konservasi Georgetown berisi bangunan-bangunan bersejarah terkonsentrasi di ujung timur laut pulau. Kalo mau berkeliling kota tua ini, disediakan bus shuttle yang bernama Central Area Transit/CAT (berwarna kuning). Titik-titik transit CAT bus ini merupakan titik kunjungan wisata yang termasuk dalam heritage trail.

Bus ini gratis, membawa kita berputar melalui jalan-jalan yang di antaranya bertebaran artefak-artefak arsitektur Portugis, Inggris, China, dan India.

Kuliner
Untuk makanan, konon Penang sangat terkenal di kalangan penggemar Chinese Food, dengan spesialisasi seafood dan laksa-nya. Namun perlu dicatat, karena non-muslim menguasai tengah Bandar, maka sangat susah menemukan resto yang halal.

Makanan Halal hanya ditemui di kedai-kedai mamak (kedai Indian muslim), yang memiliki menu andalan Ayam Tandoori dan Nasi Kandar.

Kalau ente tinggal di Tune, dengan berjalan sedikit ke arah Menara UMNO, terdapat kedai Nasi Kandar Pelita (seberang Museum Dr. Sun Yat Sen). Satu porsi sekitar 5 RM (15.000 rupiah).

Kiri: Tandoori Chicken at Nasi Kandar Pelita;
Kanan:
Georgetown white coffee ice and roasted bread with 'kaya' jam.. :9
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009


Kalau ingin pengalaman kuliner unik, di area konservasi (tepatnya samping Masjid Kapitan Keling), terdapat Nasi Kandar Beratur 'Qoliyatut Tali' yang bukanya setiap pukul 10pm. Tapi antriannya panjang banget. Sampai 50 orang setiap baru buka, konon karena saking enaknya. Tapi pas nyobain sebelas-duabelas saja dengan Nasi Kandar Pelita. --Lebih mahal iya... Mungkin karena kedai ini dulunya pelopor jualan nasi kandar di Georgetown--


Café dan tempat minum juga tersebar rata di sepanjang area komersil. Rekomendasi gw minum di kedai kopi putih Georgetown di podium Komtar (kopi putih disajikan panas/dingin, dengan kelengkapan roasted-bread with butter & Kaya Jam). Menu makanan dan minuman lain juga tersedia, bisa puas dengan suasana interior kedai kopi jaman British yang unik. Semua perabotnya masih perabot antik dengan penerangan cukup remang-remang. :p

Kota Tua Georgetown

Georgetown merupakan UNESCO Heritage City di Malaysia, selain Melaka. Kalo Melaka landscape-nya berbukit-bukit, naik turun, dengan kota yang struktur pedestriannya berkoneksi secara organik, maka Georgetown kebalikannya. Situs-situs sejarah Georgetown terletak pada landscape kota yang datar dan lebih urban dengan pengaturannya yang ‘gridy’.

Di kota tuanya terdapat peninggalan Peranakan --keturunan Chinese yang berakulturasi dengan budaya Melayu: berupa kuil, mansion, ruko-- dan situs-situs keturunan India (Bengali, Kapitan Keling, Kuil, pasar). Semua tersebar pada jalanan yang membentuk ‘lot-lot kapling’.

Lotus as sacrifices ('sesajen') at China Town's temples.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Untuk area konservasi, istilah jalan diubah menjadi ‘lebuh’ dan ‘lane’. Yang cukup menarik di sana penamaannya masih ala-ala kependudukan British, kalau jeli di dalamnya kita bisa menemukan Love Lane, Lebuh Buckingham, Lebuh Manchester dan sejenisnya.

Lebuh Champbell, at Georgetown's central.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Area Pemugaran Kota Tua Georgetown
Area-area pemugaran ditandai dengan lantai paving atau beberapa terbuat dari cobalt-stone. Cukup memudahkan turis untuk mengetahui apakah di daerah itu terkonsentrasi artefak yang dikonservasi atau bukan.

Beberapa gedung yang berhasil dikonservasi memiliki booth kecil di depan tapaknya. Booth ini memperlihatkan proses renovasi dari foto-foto awal sebelum direkonstruksi, awal proyek dimulai, sampai penjelasan tentang perubahan-perubahan yang dilakukan dari desain awal sehingga mendapatkan bangunan renovasi yang siap digunakan kembali.

Dengan demikian kita bisa mengamati bagaimana situs-situs arsitektur yang berusia ratusan tahun itu dibangun ulang. Cukup menarik.

Tercatat beberapa mansion di Georgetown menjadi contoh menarik untuk pemugaran situs budaya dengan fungsi baru atau tetap seperti yang lama. Misalnya Blue Mansion yang mendapatkan award untuk kategori 'most successful renovation' dari UNESCO. Mansion ini diubah fungsi menjadi hotel butik dengan pengamanan yang sangat ketat.

Details at Blue Mansion.
This building is the most famous one at Georgetown,
because of UNESCO Award (the most successful renovation category).
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Pengunjung tidak sembarangan bisa masuk ke dalamnya. Itu pun dengan waktu kunjungan yang hanya 2 kali sehari, pada jam 11 dan 3 sore (selama 30 menit) dan hanya untuk 20 orang pertama! Memasuki museum ini membayar rata-rata 10RM sekali masuk (27.000 rupiah).

Selain area Chinese dan India, terdapat beberapa situs sejarah yang menandai kependudukan Inggris dan Portugis di Pulau Penang.

Benteng Fort Cornwallis yang berada di titik paling ujung menandakan awal pembukaan wilayah Pulau Penang oleh kaum penjajah. Benteng ini berisi gereja tua, meriam-meriam dan gudang mesiu, serta penjara-penjara tua yang diubah fungsi jadi galeri berisi panel-panel tentang kedatangan Portugis ke Penang.

Peninggalan Inggris dapat kita temui pada sekumpulan bangunan kolonial yang berdekatan dengan benteng Cornwallis. Terdapat City Hall, Parlianment Assembly, dan beberapa bangunan yang sekarang difungsikan untuk kantor-kantor Bank.

Georgetown City Hall.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Oh ya ketika menyusuri tepian pantai Georgetown, gw menemui monumen peringatan perang setelah kemerdekaan, untuk memperingati gugurnya pejuang melawan serangan dari Indonesia (?). --Baru tahu kalau dulu Indonesia pernah perang dengan Malaysia pada jaman Sukarno. Mmm..--

Tips Berjalan-jalan di Georgetown
Untuk panduan berjalan-jalan, ikuti saja flyer yang dibagikan oleh Pejabat Warisan Budaya Dunia UNESCO, semua obyek penting sudah tercantum di dalamnya. Semua bangunan peninggalan ini berkumpul pada area downtown, dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki seharian.

Kalau ga salah ada 40 bangunan lama yang menandai uniknya Georgetown. Tipologinya Mansion, Kuil, Gereja, Urban Amenities, dan Sekolah. Meski tampilannya jadul Georgetown nampak tetap menarik.

Semua aktivitas baru penduduknya tidak merusak bangunan-bangunan lamanya. Bahkan kerusakan yang signifikan pada gedung tuanya terus diperbaiki dan dibangun ulang dengan penelusuran data dan foto oleh dewan kotanya.

+ + + + +

Perjalanan ke Georgetown ini melengkapi informasi tentang sejarah Negara Malaysia. Lebih afdol lagi bila Anda juga telah mengunjungi Melaka di Bagian Selatan Semenanjung.

Bersambung ke Perjalanan Krabi, Bangkok, dan George Town (part-4) - coming soon



Profil Kontributor
Dibya, teman saya, adalah pecinta jalan-jalan yang kini bekerja sebagai lecturer di Kuantan, Malaysia. Profesi ini secara tidak langsung memberikannya banyak waktu untuk berjalan-jalan. Untuk tahun 2010, ia sudah menjadwalkan hari-harinya untuk agenda jalan-jalan sepanjang tahun (dengan berburu tiket pesawat promo murmer). Tulisan-tulisan Dibya lainnya dapat diikuti di Dibya Kusyala's Notes.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Web Hosting