Thursday, December 9, 2010

Pulau Komodo, Hunian Para Kadal Purba Raksasa

Catatan Penulis: Artikel ini merupakan kerjasama dengan Visit Indonesia, untuk membantu kampanye Komodo untuk 7 keajaiban dunia.

Salah seorang teman saya baru saja pulang dari Taman Nasional Komodo, di Kepulauan Nusa Tenggara. Ia mendapat semacam beasiswa jalan-jalan gratis dari Kementrian Budaya dan Pariwisata Republik Indonesia, sekaligus untuk turut mendokumentasikan salah satu finalis 7 keajaiban dunia tersebut. Wah jadi penasaran juga saya menunggu ceritanya, soalnya saya sendiri belum pernah ke sana. Sayang kami tidak sempat bertemu waktu ia mampir di Jakarta. Jadi sekarang saya tinggal bersabar saja menunggu ia mulai menulis catatan perjalanannya, hehehe...

Backpacker wanita berparas manis yang berkerudung ini juga sempat berkata kepada saya, "Kamu harus ke Flores mbak! Sumpah, keren gak karuan!" Aiihh, saya jadi ngiler pengen jalan-jalan juga ke Indonesia Timur, apalagi setelah melihat foto-fotonya... Put, Put, lain kali kamu harus jadi guide saya ya kalo sedang keliling-keliling ke sana lagi... :)


Komodo Island | by leafbug

Fakta Menarik tentang Komodo
Ingat si Komo? Tokoh fiksi ciptaan Kak Seto yang sering bikin macet jalanan? Walaupun komodo digambarkan secara lucu dan bijaksana pada karakter tersebut, tak disangka-sangka kadal purba terbesar di dunia yang tampak tenang tersebut adalah hewan karnivora yang cukup mematikan. Dalam sekali makan, ia dapat menampung hingga 80% dari bobot tubuhnya.


Komodo dragon a.k.a "Ora" | by Eric Kilby

Ngomong-ngomong soal komodo, kalian pernah menonton film Hollywood berdana rendah berjudul nama hewan purba tersebut tidak? Saya pernah (dan menyesal). Di film itu digambarkan bahwa komodo adalah kadal yang lincah dan haus darah, padahal sebenarnya walaupun memang lincah, komodo adalah hewan yang terbilang cukup malas dan ia lebih sering memakan bangkai dibandingkan berburu hewan. Penyerangan terhadap manusia sangat jarang terjadi, walaupun sempat tercatat ada beberapa kasus yang menyebabkan korban manusia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, tapi tidak sampai sehitungan jari-jari di tangan saya.

Jadwal makan komodo hanya sekitar 12 kali dalam setahun karena metabolismenya yang lambat, jadi jadwal berburunya juga tidak sesering hewan karnivora lainnya, misal: singa. Dapat dikatakan bahwa apabila dalam satu ekosistem yang bisa menampung beberapa lusin singa, akan dapat menampung sekitar 4000 ekor komodo, yang 350 di antaranya adalah komodo betina. Oh ya, fakta menarik lainnya: komodo adalah hewan yang memiliki sifat partenogenesis, hewan yang dapat bertelur walaupun tidak ada pejantan.

Menurut penelitian National Geographic, sebenarnya gigitan komodo tidak sekuat gigitan buaya, bahkan dikatakan mirip dengan gigitan kucing rumah. Rahang komodo tidak didesain untuk menghancurkan tulang, apabila ia mencoba untuk menghancurkan tulang buruannya maka rahangnya sendirilah yang akan hancur. Namun sistem gigitannya itu yang mematikan, istilahnya "gigit dan tarik" bagaikan alat pembuka kaleng, tak diragukan lagi bahwa buruan yang tergigit biasanya mati karena kehabisan darah.

Selain itu, apabila buruan sang komodo ini berhasil melarikan diri setelah tergigit, ratusan bakteri yang berasal dari ludah komodo pun secara perlahan akan menginfeksi luka buruannya dalam waktu 24 jam. Yep, ludahnya saja bersifat mematikan. Tak heran, apabila ada pelancong yang ingin berwisata ke tempat para komodo, mereka harus didampingi oleh para jagawana yang telah berpengalaman.

Taman Nasional Komodo, Rumah Nyaman Para Kadal & Spesies Bawah Laut
Kita sebagai warga negara Indonesia boleh turut berbangga bahwa habitat asli hewan langka ini terdapat di negara kita, sehingga banyak wisatawan asing yang khusus datang ke Indonesia hanya untuk melihat komodo liar (yang disebut "ora" dalam bahasa lokal).

Apabila Anda telah membaca fakta-fakta menarik di atas dan tetap berani untuk berjumpa dengan para kadal raksasa tersebut, Anda dapat mengunjungi Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur, tepatnya di antara Pulau Sumbawa (NTB) dan Pulau Flores (NTT).

Taman Nasional Komodo ini terdiri dari tiga pulau besar, yakni Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar, beserta puluhan pulau kecil di sekitarnya. Selain komodo, Taman Nasional Komodo juga memiliki kekayaan biota laut yang amat beraneka ragam dan luar biasa indah. Sebagai rumah dari sekitar 365 lebih spesies bawah laut (bervariasi dari koral, hutan bakau, ratusan ikan, lumba-lumba, paus, penyu, dan masih banyak spesies lainnya), maka salah satu aktivitas utama yang wajib dilakukan selama di sana adalah diving dan snorkeling.

Salah satu titik penyelaman yang paling terkenal adalah di sekitar Pulau Merah atau Pulau Pink, pulau ini dinamakan demikian karena memiliki pasir berwarna merah muda yang cantik sekali. Selain Pulau Merah, titik penyelaman favorit lainnya adalah Batu Bolong dan Pulau Tatawa.



Scuba diving at Komodo National Park
| by
Ilse Reijs and Jan-Noud Hutten


Keunikan Taman Nasional Komodo sebagai satu-satunya habitat liar komodo di dunia - sekaligus sebagai lokasi yang memiliki kekayaan biota laut yang menakjubkan, menjadikan destinasi ini sebagai salah satu dari 28 finalis untuk 7 Keajaiban Dunia Terbaru (New 7 Wonders). Wah saya jadi tambah ngiler mau ke sana...

Ah pokoknya suatu saat nanti saya harus ke sana!
Untuk sementara ini, saya mau vote saja dulu...
Anda sudah ikutan vote belum? :)

Wednesday, November 24, 2010

8 Tips Untuk Tetap Fit Saat Melakukan Perjalanan

Saat saya dan teman-teman akan melakukan perjalanan yang cukup lama atau lebih dari tiga hari, salah satu hal yang kami sepakati dari awal adalah menjaga kondisi tubuh sebaik mungkin agar tidak merusak perjalanan dan merepotkan teman jalan. Dengan menghargai kesepakatan tersebut, untungnya hingga saat ini kami tidak pernah terkena penyakit yang berarti saat sedang berada di jalan.

Healthy Traveler | by lululemon athletica

Kiat-kiat inilah yang kami lakukan agar tetap sehat selama di perjalanan:
  1. Apabila keluar negeri, cari tahu dahulu peraturan kesehatan negara yang didatangi. Apakah ada vaksinasi yang dibutuhkan apa tidak.

  2. Minum vitamin C dosis tinggi sekali sehari.

  3. Sering-sering minum air putih. Biasanya kami membeli air mineral 1 literan untuk bekal minum kami.

  4. Membawa obat-obatan darurat yang dibutuhkan, tergantung kebutuhan masing-masing individu. Contoh: Balsem, minyak kayu putih, dan permen jahe akan membantu mengatasi rasa mual yang kadang timbul saat perjalanan jauh dengan kendaraan. Teman saya membawa CTM untuk jaga-jaga apabila terkena alergi.

  5. Kami hanya makan junk food jika terpaksa. Usahakan untuk makan yang "benar" sekali sehari, sempatkan makan lauk yang bergizi.

  6. Kami sering membeli buah sebagai snack di jalan.

  7. Cukupkan olahraga dengan sering-sering jalan kaki, naik tangga, bersepeda, dan semacamnya.

  8. Cukupkan istirahat. Jangan memforsir tubuh untuk mengejar jadwal berjalan-jalan hingga menyebabkan kelelahan yang sangat. Apabila memang seharian sudah memforsir tubuh, usahakan agar jadwal besoknya diatur agar lebih santai.
Ada yang mau menambahkan?

Monday, November 22, 2010

Piknik ke Phuket

Posting tamu oleh : Melly Ridaryanthi

Ini cerita tentang mimpi untuk piknik ke Phuket yang dicita-citakan sejak dua tahun lalu. Suatu hari secara tidak sengaja menemukan harga aduhai dari maskapai “Now everyone can fly” sebuah paket tiket dan hotel untuk 4 hari 3 malam seharga RM 323 atau sekitar Rp 900.000. Hotel bintang tiga bernama Orchid yang bertengger di tepi Pantai Kalim pun menjadi sarang penawar letih kami selama di Phuket. Dengan dua teman lainnya, berpikniklah kami selama empat hari pada awal bulan Oktober ini.


Kalim Beach.

Foto (c) Melly Ridaryanthi, 2010.

Transportasi Airport – Hotel

Paket piknik ini ada dua kloter, satu dari Jakarta yang tiba lebih dulu sekitar pukul 2 siang dan satu kloter dari Kuala Lumpur yang tiba malam pukul 9. Dari dua kloter ini ada dua pengalaman naik angkutan Bandara-Hotel. Tim Jakarta berhasil naik MiniBus dengan tujuan Patong seharga 150B sampai di depan hotel. Sementara tim KL yang sampai malam lebih melirik taksi Bandara seharga 650B. Kenapa taksi? Kurang cerdasnya tim KL waktu itu adalah percaya kepada penjaga counter taksi bahwa malam hari tidak ada MiniBus, padahal ternyata di luar masih banyak bertengger.

Untuk transport dari hotel ke bandara juga ada dua pilihan, taksi atau MiniBus. Kondisinya waktu itu tim Jakarta dapat penerbangan pagi sekitar pukul 8, sehingga harus check out dari hotel jam 5 pagi dimana MiniBus belum beroperasi. Jadilah taksi yang dipilih untuk perjalanan Bandara pada dini hari seharga 500B. MiniBus baru akan beroperasi sekitar jam 6-an pagi, namun tim KL bisa ke Bandara dengan menggunakan MiniBus seharga 170B dijemput di hotel.

Kadang di Bandara juga ada taksi gelap yang menawarkan harga lebih miring berbanding taksi Bandara yang sudah ada senarai harganya. Tapi tetap harus hati-hati, karena yang gelap jarang aman, kan. Tapi pilihan taksi gelap bisa dilakukan ketika pagi hari karena cenderung taksi Bandara baru beroperasi sekitar jam 8, begitu juga dengan MiniBus. Pengalaman ini terjadi ketika saya mengantar tim Jakarta ke Bandara subuh-subuh dan saya perlu transport untuk kembali ke Hotel sementara taksi Bandara sedang kosong pada jam 7 pagi itu, dan MiniBus baru aka nada 1,5 jam lagi.

Transportasi Dalam Kota

Pulau Phuket ini bisa dikatakan terbagi dua yaitu Phuket Town dan daerah Pantai. Phuket Town ini isinya pertokoan, kantor dan keramaian pusat kota lainnya. Namun untuk kunjungan wisata dan keramaian wisata lebih berpusat di daerah Pantai.


Phuket Pointview.

Foto (c) Melly Ridaryanthi, 2010.

Untuk bisa jalan-jalan selama di Phuket ada beberapa alternatif pilihan transportasi diantaranya adalah taksi meter, taksi charter, mobil sewa, motor sewa, dan tuk tuk. Untuk taksi charter bisa dimanfaatkan untuk tur keliling kota Phuket, nanti detil saya ceritakan pada bagian selanjutnya. Untuk kenyamanan jalan-jalan sendiri bisa sewa mobil atau motor saja per hari. Mobil harganya aneka ragam bergantung jenis mobil, tapi ketika di Phuket kemarin saya menyewa motor pada hari terakhir dengan harga 200B untuk 24 jam. Cukup murah kan?

Rute perjalanan di Phuket pun tidak perlu kecerdasan membaca peta, karena jalannya itu-itu saja dan mudah untuk dihafal. Menyewa kendaraan sendiri banyak untungnya, kita bisa betul-betul menjelajah tiap sudut kota dan pantai tanpa batas waktu. Karena kalau ke pusat kota naik tuk tuk, sekali jalan saja sudah 200B, sementara motor sewanya 200B untuk 24 jam, jauh lebih irit kan. Jalan-jalan dengan motor ini akan saya ceritakan lagi nanti.

Tur Dalam Kota
Cukup mudah mendapatkan agen perjalanan untuk tur-tur besar dan kecil selama di Phuket. Keluar saja dari hotel akan banyak kios, rumah atau sekedar etalase sederhana dari kayu yang memajang brosur-brosur perjalanan. Penawaran paket yang umum adalah tur Pulau Phi Phi, Phuket FantaSea, Paket Tur Dalam Kota, dan Kabaret.

Saya mendapat Paket Tur Dalam Kota seharga 1000B untuk bertiga, jadi seorangnya hanya perlu membayar sekitar 330B saja. Agen yang kami datangi ini tidak terpaku pada brosur yang tersedia, sehingga kami boleh memilih tempat-tempat yang ingin kami kunjungi hari itu dengan rujukan beberapa brosur yang dia sodorkan. Akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi Buddhist Temple, Chasew Factory, Big Buddha, Souvenir Shop, Phuket Pointview, ditambah makan siang dan kesempatan jalan-jalan di daerah kota Phuket Town.

Tur Dalam Kota hari itu menghabiskan waktu sekitar 7 jam. Dari semua tempat yang dikunjungi, saya paling suka dengan Big Buddha dan Phuket Pointview karena dari tempat ini yang terletak di dataran tinggi kita bisa melihat sebagian besar dari Pulau Phuket. Terlebih lagi kalau cuaca sedang bagus dan kita bisa mendapat bonus matahari tenggelam, pemandangannya semakin indah.

Selain ke tempat kunjungan itu, dua teman saya menyempatkan diri untuk mencoba Bungy Jumping seharga 1600B. Biasanya Bungy Jumping ini dipasang harga sekitar 2400 – 2800B dengan rincian si penerjun akan mendapat sertifikat, foto dan T-shirt. Namun dengan embel-embel harga pelajar, teman saya dapat harga 1600B tanpa foto dan T-shirt. Kalau ingin membeli T-shirt sendiri pun bisa, harga per helainya sekitar 300B.

Setelah habis mengelilingi Phuket Town, kami minta diantar ke Bangla Road, satu jalan yang konon menjadi pusat keramaian kota Phuket. Seharusnya si agen memang menghantar kami sampai hotel, namun sayang rasanya kalau pukul 8 malam sudah bertengger di tempat tidur.

Ternyata Bangla Road itu memang seru tempatnya. Club berjejer di sepanjang jalan dilengkapi dengan banyak lelaki cantik yang sudah disulap secara medis menjadi perempuan yang sering disebut sebagai Lady Boy. Biasanya para Lady Boy ini mengajak kita berfoto, tapi jangan lupa bahwa di dunia ini tidak ada yang gratis. 100B per kepala pun diminta atas nama sebuah foto yang dibidik dengan kamera kita sendiri. Banyak juga Lady Boy yang sedang striptease di depan café dan bar menunggu “ditawar”, sungguh heboh jalan itu.

Tur Pulau Phi Phi

Keuntungan perjalanan saya kemarin adalah waktu kunjungan wisata sedang tidak ramai, karena bulan September – Desember biasanya hujan akan turun sehingga ombak laut agak garang menggoncang setiap kapal yang lalu lalang. Untungnya bagi saya dan teman-teman adalah harga-harga paket tur jadi miring.

Tur Pulau Phi Phi kami peroleh dengan harga 1000B per kepala untuk kunjungan ke 8 pulau, 1 kali snorkeling, 3 kali merapat ke pulau dan sudah termasuk makan siang juga kudapan ringan. Transportasi? Jangan khawatir, harga paket tur itu sudah termasuk antar jemput ke hotel, jadi kita hanya perlu duduk manis dan menunggu dijemput saja.

Pukul 8.30 kita sudah dijemput dan dihantar ke dermaga tempat kita akan naik speed boat. Sebetulnya harga paket tur Phi Phi ini bisa mahal dan murah bergantung pada jenis kapal yang digunakan. Ada Cruise dan Speed Boat, tentu saja Cruise akan lebih mahal mencapai harga 3000an Baht. Hari itu kami dibawa ke Maya Bay, Loh Samah Bay, Pileh Lagoon, Viking Cave, Monkey Beach, Phi Phi Don, dan diakhiri di Khai Island.



(Atas) Maya Bay; (Bawah) Khai Island.

Foto (c) Melly Ridaryanthi, 2010.

Kami diperbolehkan turun di Maya Bay untuk berfoto dan menghirup udara segar setelah 1,5 jam perjalanan penuh ombak, Phi Phi Don untuk makan siang dan Khai Island untuk bermain di pantai selama sekitar 1,5 jam. Sementara tempat-tempat lainnya hanya dinikmati dari dalam boat saja yang mayoritas adalah tempat snorkeling yang sudah rusak akibat terjangan tsunami pada 2004 lalu.

Tur Pribadi dengan Motor Sewa

Hari terakhir tim KL menyewa satu motor automatic untuk keliling kota. Saya dan seorang kawan dari tim KL benar-benar memanfaatkan sisa waktu di Phuket untuk mengulik daerah tersebut sampai ke pelosok-pelosok. Beberapa pantai berhasil kami kunjungi seperti Kata, Karon, dan Kamala Beach.


Karon Beach.

Foto (c) Melly Ridaryanthi, 2010.

Kata dan Karon ini seperti Legian-nya Bali, banyak tempat hang out eksklusif berbanding di pantai Patong atau pun Kalim. Saya juga menelusuri jalan berbukit menuju Phuket Funtasea yang terkenal itu namun tidak kami kunjungi karena faktor low budget. :)

Tempat-tempat yang kami kunjungi pada hari terakhir itu tidak terjamah sebelumnya karena faktor transportasi, maka dari itu kalau memungkinkan ada baiknya menyewa kendaraan sendiri. Selain lebih irit, jika pergi dalam kumpulan, kita juga bisa lebih meneroka daerah-daerah yang agak jauh dari hotel tempat kita menginap.

Makanan di Phuket

Sesampainya di Phuket agak terkejut saya karena menemukan satu mesjid yang cukup besar. Ternyata ketika menelusuri Kalim dan Patong pada hari berikutnya, tidak susah mencari sekedar mushala atau bahkan masjid-masjid kecil di Phuket. Penjual makanan pun banyak yang beragama muslim, sehingga tidak susah untuk mencari makanan halal selama piknik. Saya sempat makan di sebuah rumah makan orang Melayu Malaysia dengan citarasa yang hampir sama dengan makanan yang memang sama. Lagi pula, kalau memang sudah tidak ada pilihan makanan, kita akan menemukan banyak makanan cepat saji yang bisa dinikmati. Rumah makan Arab dan India dengan logo halal juga bertebaran dimana-mana.


Patong Beach.

Foto (c) Melly Ridaryanthi, 2010.

Souvenir

Standarlah ketika berpiknik ingin juga membeli beberapa souvenir untuk kenangan atau oleh-oleh. Harga yang ditawarkan biasanya bisa kita tekan sampai dengan setengahnya. Gantungan kunci bisa dapat dengan harga 35B, magnet 45B, selendang (konon) sutera 100B, T-shirt sekitar 100-150B, dan manisan-manisan seharga mulai dari 8B.

Jadi, kapan piknik ke Phuket?
Selamat piknik!


Profil Kontributor

Melly Ridaryanthi, yang akrab dipanggil Beby, adalah seorang mahasiswa salah satu universitas negeri di daerah Bangi, Malaysia yang memanfaatkan mind-blocked-phase selama menulis disertasi untuk piknik. Disebut piknik karena kata piknik dianggap bisa menjangkau segala status sosial untuk tetap bisa menikmati indahnya alam dan mengisi waktu luang dengan jalan-jalan sesederhana apapun. Piknik selalu dijadikan hadiah setelah menyelesaikan target-target tugas akademiknya. Pengalaman pikniknya bisa dilihat di Jinjinger. Kenapa "jinjinger"? Karena dia tidak punya tas punggung untuk disandang sehingga disebut sebagai backpacker, hanya sesederhana itu. :)

Saturday, November 20, 2010

Sekilas Macau, Kota Peninggalan Kolonial Eropa di Asia

Apabila Anda ingin mencicipi rasanya berjalan-jalan di Eropa tanpa ingin kesulitan mengurus visa ke kedutaan dan tidak ingin terlalu menguras tabungan Anda, maka Anda dapat mengunjungi Macau, sebuah kota kecil bagian dari Cina.

Macao atau Macau, adalah salah satu dari dua daerah administrasi khusus dari Republik Rakyat Cina, selain Hong Kong. Kota Macau merupakan sebuah kota yang terkenal akan kehidupan malam dan judinya. Dapat dibilang bahwa Macau adalah sebuah Las Vegas-nya Asia, karena perekonomian wilayah ini memang sangat tergantung pada kegiatan perjudian dan pariwisata kotanya.


A lineup of casinos in Macau | by ronocdh


Di balik kehidupan malamnya, Macau juga menyimpan harta karun berupa kekayaan arsitektural, tata kota, dan kuliner yang melimpah peninggalan dari pemerintahan Portugis yang menduduki Macau selama lebih dari 400 tahun, hingga diambil alih oleh pemerintah Cina pada tahun 1999. Banyaknya bangunan peninggalan Portugis ini menjadikan Macau mirip dengan sebuah kota kecil di Eropa. Bagusnya, hingga saat ini bangunan-bangunan bersejarah peninggalan masa kolonial tersebut masih terawat dengan baik bahkan menjadi salah satu daya tarik wisata bagi kota tersebut.

Kebanyakan bangunan bersejarah di Macau memiliki dua sebutan, satu dengan bahasa Inggris, satu lagi dengan bahasa Portugis. Bagi yang tidak ngeh, pasti bingung dengan adanya dua sebutan dengan dua bahasa ini. Penanda jalan pun ditulis dengan dua bahasa, bahasa Mandarin dan bahasa Portugis. Walaupun banyak fasilitas publik yang menggunakan dua bahasa, tapi ternyata bahasa yang digunakan warga lokal kebanyakan adalah bahasa Mandarin atau Kanton, hanya sekitar 2% yang menggunakan bahasa Portugis (Wikipedia, 2010). Tampaknya dalam hal bahasa, Portugis tidak terlalu berpengaruh di sini.

Menuju Macau
Untuk mengunjungi Macau, Anda dapat menggunakan pesawat yang langsung menuju bandara Macau atau dengan menyebrang dari Hong Kong melalui ferry dengan kisaran waktu satu jam. Ongkos ferry bervariasi, dari HKD$142 hingga HKD$1.062. Walaupun saat itu saya menggunakan ferry yang kelas ekonomi, namun saya terkejut juga begitu masuk ke dalam kabin ferry saya. Lantainya berkarpet, kursinya nyaman seperti kursi pesawat, dan interiornya lumayan mewah untuk ukuran saya sebagai backpacker kere. Tapi setelah saya pikir-pikir, HKD$142 itu kalau dirupiahkan kan memang sekitar Rp170.000,- ya, pantas saja nyaman.


Turbojet, salah satu ferry yang menghubungkan HK dan Macau.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2010

Peta gratis yang saya dapatkan di bandara Macau sayangnya tidak terlalu banyak membantu untuk menjelajah Macau. Gambar jalannya kurang detail dan tampaknya tidak skalatis juga, namun paling tidak kita akan mendapat orientasi arah yang cukup baik untuk berkeliling Macau. Maka jangan lupa untuk mengambil peta gratis Anda begitu mendarat di bandara Macau.

Untuk mencapai penginapan yang Anda tuju, Anda dapat memilih untuk menggunakan bus atau menggunakan taksi. Perlu diingat, kebanyakan warga lokal Macau tidak mengerti bahasa Inggris, maka siapkan kartu nama penginapan Anda yang dilengkapi dengan bahasa lokal, yang kadang disediakan di website penginapan tersebut. Apabila Anda tidak memiliki kartu nama penginapan Anda, maka gunakan "bahasa tangan" untuk menjelaskan ke pengemudi taksi, dengan kata lain: berikan peta Macau lalu tunjuk tujuan Anda.

Saya sendiri waktu itu menginap di sebuah penginapan tua yang berusia lebih dari 100 tahun di La Rue Felicidade bernama San Va Hospedaria. Menginap di hostel ini bagaikan mengalami sendiri sebuah film Cina jaman dulu, tentu saja, mengingat hostel ini juga sempat beberapa kali dijadikan tempat syuting beberapa film Hong Kong. Selain Sanva, ada beberapa hostel lain yang seringkali direkomendasikan para backpacker, beberapa di antaranya Auguster's Lodge dan Ko Wah Hotel.

Berkeliling Macau
Macau sendiri terbagi menjadi empat wilayah yang dinamakan Macau Peninsula, Taipa, Cotai, dan Coloane. Untuk gampang mengingatnya, Macau Peninsula adalah area favorit para turis; Taipa adalah lokasi di mana bandara Macau berada; Cotai adalah daerah yang terkenal akan kasino dan nightlife-nya; sedangkan Coloane adalah daerah di Macau yang belum dikembangkan secara total, dapat dibilang Coloane adalah "desa"-nya Macau.

Kota ini termasuk kota yang cukup kecil, hingga ada yang berpendapat bahwa kita dapat mengelilingi seluruh pelosok Macau hanya dalam waktu sehari penuh. Namun pada prakteknya, lumayan capai juga kalau benar-benar ingin mengelilingi kota ini dalam waktu 24 jam saja, apalagi kota ini memiliki begitu banyak objek menarik bagi para pecinta fotografi.

Bagi saya sendiri, Macau paling menarik apabila dieksplorasi dengan berjalan kaki, karena Macau memiliki jalan-jalan kecil yang "tidak terprediksi". Ya, ada pula yang berkata bahwa tersesat adalah bagian dari serunya mengeksplorasi Macau. Memang, seringkali kami tersesat saat mencari satu objek, namun pada akhirnya malah menemukan objek lain yang tidak kalah menarik. Kami juga sering menemukan ruang publik kecil yang lengkap dengan tempat duduknya di jalan-jalan sempit yang kami lalui, khas kota-kota kecil di Eropa yang mengedepankan kepentingan kaum pedestrian.

Saya benar-benar merasakan betapa nyamannya berjalan kaki di sini, apalagi didukung cuaca yang cukup bersahabat di bulan Mei. Taman-taman kota yang kami singgahi terlihat amat terawat dan aktif sebagai ruang publik. Jalan-jalan lingkungan di Macau rapih dan nyaman untuk dilalui dengan paving bebatuan khas kota-kota kecil di Eropa. Bahkan di beberapa jalan tertentu jumlah kendaraan dibatasi sehingga cukup aman bagi para pejalan kaki, ditambah kota ini memiliki transportasi publik yang terbilang cukup nyaman dan mudah dicapai.


Antrian calon penumpang di sebuah halte bus, Macau.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2010

Mengelilingi Macau dengan kendaraan umum pun amat memungkinkan dan termasuk nyaman. Namun Anda harus menyiapkan uang receh untuk naik kendaraan umum agar tidak kerepotan sendiri, karena tidak ada kondektur di sini. Anda cukup memasukkan ongkos bus ke dalam sebuah kotak kecil di samping pengemudi. Tarif bus di sini dapat dilihat di penanda yang terdapat di setiap halte, flat untuk perjalanan jauh-dekat namun bervariasi tergantung jurusannya. Yang perlu dicatat, di Macau kita dapat menggunakan dollar Hong Kong namun tidak bisa sebaliknya; mata uang Patacca tidak dapat digunakan di Hong Kong.

Objek Wisata
Karena ini adalah kali pertama saya dan teman-teman mengunjungi Macau, maka Macau Peninsula adalah kawasan destinasi utama kami selama di Macau. Kunjungan singkat kami di Macau membuat kami tidak sempat untuk mengunjungi beberapa objek menarik yang lokasinya jauh dari hostel kami, tapi catatan di bawah ini setidaknya akan merangkum beberapa tempat yang dapat Anda kunjungi selama berada di sana.

Salah satu tujuan utama para pelancong selama di Macau adalah Senado Square (Largo do Senado) yang lokasinya dekat dengan hostel kami. Ini adalah objek pertama yang kami datangi begitu tiba di Macau. Senado Square ini adalah sebuah plaza dengan air mancur yang dikelilingi oleh bangunan-bangunan bersejarah bergaya kolonial yang dicat kuning dengan nuansa putih-hijau. Paving bebatuan dengan pola yang unik membungkus jalan pedestrian dan menjadi ciri khas plaza ini.


Senado Square, salah satu spot favorit para turis.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2010

Landmark lain yang terkenal dan "harus difoto" adalah reruntuhan katedral St. Paul (Sao Paulo), bekas sebuah gereja besar bergaya arsitektural Portugis. Saking terkenalnya, maka belum lengkap rasanya kalau di Macau belum berfoto di depan reruntuhan gereja ini. Serunya, ternyata mencari reruntuhan ini tidak segampang membaca peta! Berkali-kali kami tersesat dan bertanya kepada warga lokal untuk menemukan tempat ini. Dan terakhir-akhir kami baru menemukan fakta menarik, ternyata Senado Square dan St. Paul lokasinya amat berdekatan. Wah, kami ternyata berhasil juga dibuat bingung oleh orientasi jalan-jalan di Macau, atau memang petanya saja yang membuat kami tersesat? Ini namanya pembenaran, hehehe...


(Kiri) Reruntuhan katedral St. Paul di malam hari;
(Kanan) Jalan-jalan kecil di kota ini cantik banget! Walaupun termasuk
kawasan hutan beton,
tapi pasti ada ruang-ruang publik yang tersembunyi di tengah kota.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2010

Selain dua objek favorit di atas, beberapa objek wisata lain yang dapat dikunjungi di Macau adalah sebagai berikut:
  1. Museu de Macau, museum yang berisikan informasi sejarah dan kebudayaan Macau.
  2. A-Ma Temple, terkenal salah satu kuil tertua di Macau, dipercaya bahwa nama kota Macau diambil dari nama kuil ini.
  3. Venetian Macau, disebut-sebut sebagai kasino terbesar di dunia.
  4. Macau Fisherman’s Wharf, theme park pertama di Macau.
  5. Macau Tower, terkenal sebagai bungee jumping spot tertinggi di dunia.
  6. Guia Fortress, bekas benteng Portugis yang dahulunya menjaga Macau dari serangan melalui laut.
  7. Camoes Garden, taman kota tertua dan terbesar di Macau.

Kuliner Macau
Kuliner Macau tampaknya banyak dipengaruhi oleh kuliner Portugis dengan sedikit sentuhan chinese food, terlihat dari nama-nama masakan khas-nya yang bernuansa Portugis. Salah satunya adalah Pastéis de nata (Portuguese Egg tart), bentuknya berupa mini puff pastry renyah dengan isian custard lembut dari adonan susu dan kuning telur. Egg tart ini dapat diperoleh dengan mudah di beberapa toko yang tersebar di Macau, saya sendiri dan teman-teman sempat mencoba egg tart buatan Koi Kei Bakery, yang berlokasi tepat di depan reruntuhan katedral St. Paul. Dijual seharga HKD$6, egg tart ini merupakan penganan terkenal khas Macau yang harus dicoba saat Anda melancong ke sana.


Menikmati egg tart di depan reruntuhan katedral St. Paul.

Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2010

Saya sendiri belum pernah mencicipi, namun banyak yang berpendapat bahwa Galinha à Portuguesa (Ayam ala Portugis), Galinha à Africana (Ayam ala Afrika), Caldo Verde (Portuguese Green Soup), Minchi, dan pork chop bun merupakan beberapa kekayaan kuliner Macau yang tidak boleh Anda lewatkan, walaupun tentunya nama penganan terakhir yang saya sebutkan tidak diperbolehkan bagi umat Muslim. Sayang saat kami di sana kami tidak sempat menemukan tempat makan yang terjamin halal, yang kami lakukan adalah membeli Fillet O'Fish McD dan mengucap "Bismillah" sebelum makan. Hehehe...


Pedagang Kaki Lima di pojok jalan dekat hostel kami. Baunya sedap dan
banyak yang beli, sayang kami tidak tahu itu halal atau tidak.

Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2010

Ingin berkunjung ke Macau?

Apabila Anda memiliki ketertarikan di bidang sejarah, fotografi, arsitektur, dan tata kota, maka Macau dapat menjadi pilihan destinasi Anda berikutnya. Oh ya, juga apabila Anda menyukai judi, tentunya. :)


Catatan Penulis:
  • Banyak yang bertanya mengenai budget jalan-jalan saya kemarin, maka untuk menjawab pertanyaan itu: Saya tidak terlalu ingat rincinya, tapi total biaya yang saya keluarkan untuk mengeksplorasi Macau dan Hong Kong selama 5 hari adalah sekitar 3 jutaan, itu sudah termasuk tiket pesawat, makan, akomodasi, transportasi dalam kota, dan oleh-oleh. Lebih murah mengeksplorasi Asia Tenggara memang, cukup 3 juta (selama 10 hari) untuk mengeksplorasi Singapura, Kuala Lumpur, Melaka, Ho Chi Minh City, Bangkok, dan Ayutthaya.
  • Strategi saya dan teman-teman untuk menekan biaya? Cari tiket pesawat promo, booking jauh-jauh hari, dan roti abon. Yup, roti abon adalah bekal favorit kami, untuk sarapan, makan siang, dan makan malam, hehehe... Kami diijinkan untuk "makan besar" (alias makan yang agak layak) hanya sekali sehari, lainnya ya roti abon. We love it! :)

Saturday, November 13, 2010

Macau - Hong Kong: Suasana Indonesia di Negara Seberang

"Mbak!"
"Mbak!"

Seruan itu membuat kami bertiga berpandang-pandangan heran, apa pendengaran kami yang salah? Kami kan lagi di negeri orang? Kok ada yang memanggil dengan menggunakan bahasa ibu kami?

Pertanyaan itu terjawab beberapa saat kemudian. Seorang wanita berperawakan kecil berwajah melayu melambaikan tangan ke arah kami. Rambutnya pendek cepak, terlihat tomboy, menggunakan jaket dan celana jeans, di tangannya terselip sebatang rokok. Dengan lincahnya ia menyeberangi jalan yang membatasi kami.

"Eh mbak, saya mau ke jalan ini, tau ngga mbak?" tanyanya dengan logat Jawa yang medok.

Oalah, ternyata orang Indonesia toh...


Dari percakapan kami selanjutnya, kami menemukan bahwa wanita tadi adalah seorang TKW yang baru saja bekerja di Macau selama sebulan. Itulah orang Indonesia pertama yang kami temui saat sedang menjelajah Macau dan Hong Kong selama lima hari bulan Mei lalu.

Memang, selama perjalanan menjelajah Macau dan Hong Kong lalu, kami seringkali berpapasan dengan TKW, baik di tram, di Victoria Park, di masjid besar Kowloon, maupun di sepanjang jalan besar yang kami lewati.

Benar deh, berada di kedua negara itu kadang serasa berjalan-jalan di negara sendiri, karena banyaknya wajah melayu yang familiar berseliweran. Rata-rata mereka juga gaya-gaya, terutama yang muda-muda, kami sebagai backpacker kadang jadi merasa kucel sendiri kalau sedang mengobrol dengan mereka, hehe!

Di Macau kami memang tidak menemukan restoran Indonesia, namun apabila Anda sempat bertandang ke Hong Kong, banyak sekali tempat berkumpul dan tempat makan yang bernuansa Indonesia. Di Hong Kong kami juga sering menemukan penanda (signage) dengan tiga bahasa: bahasa Kanton (?), bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia ini mungkin karena saking banyaknya orang Indonesia di negara ini. Yeah, bangga juga saya! Hehe!

Apabila Anda ingin bertemu dengan lebih banyak orang Indonesia di Hong Kong, pergilah ke Victoria Park pada saat hari libur atau akhir pekan. Seperti yang diceritakan dalam film "Minggu Pagi di Victoria Park" (2010) besutan Lola Amaria, di sinilah tempat para tenaga kerja asal Indonesia berkumpul dan menghabiskan waktu libur mereka.


Trailer "Minggu Pagi di Victoria Park" | sumber: sinnamonday

Victoria Park adalah sebuah taman kota seluas 4 hektar, terbesar di Hong Kong. Terletak di daerah Causeway Bay, bagian utara Hong Kong Island, taman kota ini merupakan sebuah ruang publik yang nyaman sebagai tempat berkumpul dan bersantai para warga kotanya. Taman kota yang luas ini dilengkapi beberapa fasilitas olahraga, seperti jogging track, lapangan basket, lapangan tennis, hingga lapangan sepakbola. Tempat bermain anak-anak pun disediakan di sini.





Sekilas suasana Victoria Park, Hong Kong.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2010.


Bagi kami sendiri, Victoria Park adalah salah satu tempat favorit kami di Hong Kong. Kami beberapa kali membeli makan siang di Indo Market —sebuah toko yang menjual berbagai produk buatan Indonesia— yang lokasinya dekat dengan taman kota tersebut. Cukup merogoh kocek sebesar HK$12, Anda akan mendapatkan seporsi makan siang yang mengenyangkan dan berselera Indonesia, cocok untuk dinikmati dengan bersantai sambil memperhatikan aktivitas para warga kota di Victoria Park.




Makan siang kami yang dibeli di Indo Market. Supermarket ini menjual
berbagai produk
kebutuhan sehari-hari buatan Indonesia.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2010.

Cerita tentang maraknya TKW Indonesia di Hong Kong yang menyukai sesama jenis tampaknya benar dan telah menjadi pemandangan biasa di sini. Beberapa kali kami melihat dua orang wanita yang bertingkah laku seperti layaknya pasangan pria dan wanita, biasanya salah satunya bergaya kelaki-lakian.

Saat kami sedang berjalan-jalan di daerah Tsim Sha Sui di Kowloon Peninsula, salah satu teman saya dimintai tolong oleh seorang TKW yang bergaya boyish untuk mengambil gambar ia dan pasangannya —yang tampak lebih feminim— berpose di depan air mancur dekat Clock Tower, HK Cultural Center. Mereka juga tak tampak risih untuk memperlihatkan kemesraan di depan umum, dan saling berangkulan selayaknya pasangan pria dan wanita yang sedang dimadu cinta *halah*. Hehehe, pantesan dari jauh saya perhatikan teman saya yang mengenakan kerudung itu tampak salah tingkah saat mengambil gambar mereka.

Kehidupan TKW Indonesia di Hong Kong dikatakan terbilang cukup manusiawi dibandingkan pekerja di Malaysia dan Arab Saudi. Menurut beberapa sumber, mereka diberikan gaji yang cukup layak dan juga diberikan kebebasan untuk bersosialisasi, tidak hanya dikurung di dalam rumah seperti para TKW di negara tetangga.

Terlepas dari berbagai cerita yang meliputi sepak terjang para TKW di luar sana, saya sendiri merasa senang sekali melihat banyak saudara sekampung halaman di negara orang. Kesannya seperti berpetualang di negara orang bareng-bareng banyak teman. Bangga pula melihat mereka, di balik keceriaan, dandanan yang modis, dan sikap optimis mereka, saya menghargai perjuangan dan kerja keras mereka di negara orang demi memberi makan keluarga di rumah.


Catatan Penulis:
Ngomong-ngomong, kalau ada yang punya DVD "Minggu Pagi di Victoria Park", saya pinjem dong! Katanya bagus, jadi penasaran saya...

Thursday, November 4, 2010

Perjalanan ke China: Hong Kong, Shanghai, Hangzhou (Part-2)

Posting tamu oleh : Dibya Kusyala





Catatan penulis: Tulisan ini merupakan bagian kedua dari perjalanan 3 kota di China pada awal bulan Juli 2010.

Menuju Shanghai

Kami keluar HK melalui jalur MTR ke arah Senzhen. Sebetulnya ada kesempatan setengah hari untuk melihat-lihat kota yang konon terkenal sebagai pusat belanja murah ini (karena sudah bagian dari China Daratan). Tapi kondisinya kurang memungkinkan karena orang-orang lokal kurang paham apabila kita ber-Bahasa Inggris.

Di sini semua signage menggunakan kanji. Dan pengumuman Bahasa Inggris pun terdengar kurang jelas. Daripada tertinggal jadwal kereta api, kami putuskan menunggu saja dalam stasiun. Beruntung ada Volunteer Expo Shanghai, seorang pelajar HK, yang menunjukkan arah platform kereta api kami. Juga ada informasi penting bahwa kereta api yang kita naiki nanti berhenti di Shanghai-Nan (Nan artinya selatan), yang merupakan stasiun kereta api kedua terbesar di Shanghai.

Di atas kereta api, saya tidur di kelas hard sleeper seorang diri. Lainnya beruntung kebagian soft sleeper (¥400-hard sleeper dan ¥600-soft sleeper). Untuk kelas hard sleeper, sepetak 1.5x2m diisi oleh 6 orang dengan 3 kompartemen di sisi kiri kanan. Mood saya untuk berbincang sudah habis setelah mendengar percakapan orang lokal yang tiada henti. Entah mereka saja atau memang budaya lokal yang kurang ramah, karena mereka sama sekali tak menyapa, bahkan melihat orang-orang asing yang ada dalam kereta api dengan tatapan waspada. Untungnya saya membawa buku Sudoku sehingga bisa mengisi perjalanan sambil sesekali melihat pemandangan di luar kereta. Lansekap kota-kota di China nampak sekilas lebar-lebar dan luas-luas. Warna-warna pastel tua dan material dengan warna tanah-matang mendominasi pemandangan sepanjang perjalanan.



Shanghai-Nan train station.

Foto (c) Dibya Kusyala, 2010

Shanghai-Nan, Stasiun Kereta Api Berskala Bandara

Setelah 23 jam lebih sedikit, akhirnya sampai juga di Stasiun Kereta Api Shanghai-Nan. Di sana saya cukup kaget dengan skala stasiunnya yang gigantis. Sekilas lebih mirip sebuah bandara daripada stasiun kereta api. Bangunannya bertingkat 4 dengan ruang tunggu yang besar mirip tempat boarding pesawat.

Di area tunggu ini juga terdapat taman-taman artifisial yang lumayan sukses meredam struktur logam exposed yang mendominasi tampilan interiornya. Sama juga semua tulisan dalam bahasa kanji. Customer Service untuk informasi yang bisa berbahasa Inggris pun hanya 1 dari puluhan loket yang berderet melayani orang yang terus berdesakan di sana-sini.

Jaringan transportasi publiknya ada 2: untuk kereta disebut Metro Line dan Metro Bus. Semua terkoneksi dengan baik, hanya sayangnya informasi dalam bahasa Inggris cenderung kurang sehingga kita terus bertanya ke bagian informasi. Itu juga baru dapat jawaban kalau si penjaganya bisa ber-Bahasa Inggris juga.

Dari stasiun ini menuju ke hotel bisa menggunakan Metro Line (Subway). Pagi saat kita datang adalah jam padat dimana pengguna berjejal hingga tak berjarak. Bahkan cenderung saling menekan dan teriakan-teriakan complain terdengar di kiri-kanan. Atuh lah... maap abdi ge teu teurang maneh teh nyarios naon...

Shanghai masih belum seheterogen HK, jadi banyak anak dan orang yang mencuri pandang ke arah kami. Mungkin ras Melanesia kurang familiar untuk obyek visual mereka. Cukup antik sehingga mengundang perhatian banyak orang. Tapi kita enjoy-geboy jadi pusat perhatian... *halah*



Yuyuan Garden.

Foto (c) Dibya Kusyala, 2010



Shanghai, Sang Surga Belanja

Shanghai merupakan titik ekonomi terkuat di China. Dan bagi penggemar fashion, Shanghai merupakan surga belanja barang berkualitas dan murah. Bisnis distro seperti di Bandungserta gerai merk-merk terkenal tersebar di sepanjang jalan. Harga sepertinya sudah disesuaikan dengan daya beli masyarakat China. Sudah serupa harga FO di Bandung lah. Kaos-kaos sekitar ¥50an, sedang yang polos ¥35an.



Untuk souvenir khas China dapat dibeli di sepanjang Nanjing Road (East Nanjing, West Nanjing, dan area People Square) atau di kawasan Yuyuan Garden. Stigma China yang kotor dan jorok tidak ditemui di kawasan ini. Jadi lumayan nyaman untuk jalan-jalan sambil melihat ruang-ruang kotanya yang ditata dengan pedestrian yang lega dan lebar-lebar.



Sleepy Pu Dong.

Foto (c) Dibya Kusyala, 2010

Berkeliling Shanghai

Di ujung Nanjing Road, terdapat kawasan The Bund yang sepertinya sengaja dikekalkan garis langitnya (sepanjang tepi air Sungai Dau Pu), dengan deretan bangunan kolonial. Sepanjang tepi Bund ini pula, sekarang terdapat ruang publik tepi air yang luas dan panjaangg untuk mengamati kawasan Pudong di seberangnya yang dibangun dengan agresif 15 tahun terakhir.

Pu Dong yang terletak di seberang The Bund merupakan garis langit Shanghai yang modern, yang secara visual mengundang banyak turis antar bangsa untuk datang dan melihat pesatnya pembangunan di China. Ada Oriental Pearl TV Tower, Jingmao Tower, Asia Financial Centre dan gedung-gedung lain. Nampak sangat kontras antara The Bund yang semiklasik dan Pu Dong yang modern. Keduanya dipisahkan Sungai Dau Pu yang lebar. Di atas sungai ini pula, berlalu lalang ferry, tongkang pengangkut peti kemas, dan kapal-kapal wisata yang saat malam berwarna-warni dengan neon di sepanjang badannya.

Kita bisa juga menuju ke area tengah CBD Pu Dong dengan Metro Line yang sama dengan area Nanjing (kalo ga salah Line 10). Metro Line benar-benar merupakan line terpadat karena sekitar 4 stasiunnya dikelilingi atraksi-atraksi menarik di pusat Shanghai.



The Bund around midnite.

Foto (c) Dibya Kusyala, 2010

Dari Shanghai ini pula lumayan dekat (30 menit menggunakan mobil) ke arah Suzhou yang beken setelah dijadikan setting film James Bond yang kejar-kejaran dengan boat di sungai-sungainya. Banyak yang bilang Suzhou ini Venesia-nya Asia. Sambil naik boat kita bisa lihat penjual teh dan pembuat mie ala China yang unik. Kedai-kedai sepanjang sungai ini pun diolah dengan desain ekletik (klasik China, modern, dan kontemporer). Juga terdapat Suzhou Museum yang didesain oleh IM Pei yang sengaja menangkap siluet perkampungan China. Namun diolah kembali menggunakan kosakata modern yang didominasi oleh bentuk geometris segitiga dan petak dengan warna putih-kelabu.

Atraksi menarik lainnya di Suzhou adalah keliling kota menggunakan boat tradisional atau becak dengan harga ¥30 untuk berdua selama setengah hari. Di banyak titik, gang-gang ruko lama sudah dikembangkan menjadi pedestrian mall yang leluasa dengan menghilangkan pagar-pagar pembatas. Kemudian merancangnya kembali menggunakan vegetasi dan tempat-tempat peristirahatan sepanjang jalur laluan orang. Desain ruko-ruko sepanjang pedestrian ini pula direkonstruksi lagi menonjolkan desain-kontemporer atau beberapa masih mengekalkan arsitektur tradisional China dengan warna-warna matang dan sambungan-sambungan yang rumit. Sangat unik, dan perencananya seperti paham dengan potensi arsitektur setempat sebagai bagian daya tarik wisata.



Ingin bepergian ke Shanghai?

  1. VISA. Sebelum pergi perlu disiapkan dulu pengurusan Visa kunjungan ke China Dokumen Visa ini bisa diurus di lembaga yang ditunjuk kedubes China yang bekerja sama dengan Bank of China. Di Jakarta kalau tidak salah ada di daerah Kuningan. Bayarnya beda-beda tergantung proses pengurusan (reguler 4 hari/ekspres 1 hari/super ekspres dalam hitungan jam) juga jumlah keluar masuk China dalam 1 period tertentu (single entry/double entry/multiple entry within a year/multiple entry within 2 years). Biayanya untuk yang paling ekonomis sekitar Rp 300.000,- dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang menjadi persyaratannya. Tidak perlu pakai calo deh, bisa ngurus sendiri kok. Sekalian belajar mengajukan visa kalo mau bepergian ke negara lain lagi.



  2. HOTEL. Selama di Shanghai kami tinggal di Blue Mountain Expo Youth Hostel . Dipilih karena memang deket dari venue World Expo di deket Dau Pu River. Di hostel ini pula dekat dengan exit gate Metro Line 4 (Luban Road Station) yang terkoneksi dengan semua jaringan metro di seluruh penjuru Shanghai. Jadi kemana-mana cukup mudah. Harganya pula sangat murah, sekitar Rp 120.000,-/bed/malam untuk tipe Dorm. Di sepanjang jalan menuju Blue Mountain ini kita bisa temukan penjual buah (untuk makanan yang pasti halal), dan aktivitas harian warga yang unik, kalo petang ada sekumpulan orang-orang tua yang belajar Tango dan Salsa di ruang-ruang publiknya, dekat juga dengan Pasar Luban Road yang kalau pagi bertebaran atraksi membuat makanan khas China. Ada yang bikin Bakpao, makanan ala martabak, onde-onde dan kegiatan menarik lainnya.



  3. TRANSPORTASI. Di Shanghai, tidak ada kartu multiple travel semacam Octopus Card (HK), jadi belinya ketengan per trayek. Ada multiple trip tapi hanya untuk 1 hari saja (¥80). Itu terhitung mahal karena sekali pergi harganya sekitar ¥3-4. Masih mending pake single travel ticket kayaknya. Hampir semua atraksi kunjungan boleh diakses menggunakan Metro Line ini, jadi sangat memudahkan tinggal liat brosur wisata dan cek stasiun Metro terdekat, murah dan mudah. Jaringan Metro ini jauh lebih kompleks dibanding di HK, kalo tidak salah ada belasan line yang terkoneksi satu dengan yang lain. sebelum naik Metro sebaiknya dipelajari jarak terdekat, karena saat berpindah stasiunnya besar banget. Lumayan exercise untuk berpindah dari 1 line ke line lain.



  4. MAKAN. Di Shanghai komunitas muslim terbatas, entah sedikit atau banyak karena selama di sana belum menemukan masjid, juga makanan yang dinyatakan halal. Jadinya seringnya makan buah. Leci dan apel lumayan standar. Cherry merah juga sangat murah. Untuk pilihan nasi kami membeli Nori (sejenis nasi Jepang yang dibungkus lembaran rumput laut dengan isi tuna-sardine), seharga ¥2 (atau Rp 2.000,-/bungkusnya). Tapi konon ada yang bilang makanan halal tersedia di sekitar People Square, di situ pula ada masjid dan komunitas muslim Shanghai.



Penutup


Menurut saya, Shanghai adalah kota yang cukup menarik untuk dikunjungi. Konon ada dosen di Bandung yang bercerita bahwa kota-kota besar di China dibuat dengan sangat metropolis untuk dijadikan show-case bahwa sistem komunis pun bisa berhasil dalam pembangunan. Wallahualam bissawab.

Yang menyenangkan adalah semua serba murah serta atraksi kotanya sangat banyak untuk dieksplor, baik dari peninggalan China klasik, masa pembangunan, sampai kawasan modernnya. Apalagi di Shanghai terdapat beragam pilihan transportasi publik yang bisa kita gunakan. Walaupun dalam Lonely Planet China disebutkan "Comfortness on public transport is a dream in Shanghai", namun saya kurang setuju. Meski pada peak hour iya, namun setidaknya pemerintah Shanghai serius membangun infrastruktur transportasi sehingga warga memiliki pilihan untuk bepergian.

Bersambung ke Perjalanan ke China: Hong Kong, Shanghai, Hangzhou (Part-3)


Profil Kontributor

Dibya, teman saya, adalah pecinta jalan-jalan yang kini bekerja sebagai lecturer di Kuantan, Malaysia. Profesi ini secara tidak langsung memberikannya banyak waktu untuk berjalan-jalan. Untuk tahun 2010, ia sudah menjadwalkan hari-harinya untuk agenda jalan-jalan sepanjang tahun (dengan berburu tiket pesawat promo murmer). Tulisan-tulisan Dibya lainnya dapat diikuti di Dibya Kusyala's Notes.



Sunday, October 31, 2010

I'm Indonesian Project: Istanbul, Turki

Kontribusi dari: Ronggo Ahmad Wikanswasto,
untuk I'm Indonesian Project.
"Grand Bazaar yang berada di Istanbul, Turki, diklaim sebagai pasar tertutup yang tertua dan terbesar di dunia dengan detil arsitektural yang indah dan unik. Pasar ini terdiri dari lebih 58 jalan yang tertutup atap dan lebih dari 1.200 toko-toko yang menarik dengan tingkat kunjungan antara 250.000 dan 400.000 pengunjung perharinya. Pertama kali dibuka pada tahun 1461, pasar ini terkenal dengan perhiasan, tembikar, rempah-rempah, dan karpetnya."


The Nuruosmaniye Gate of the Grand Bazaar, opened in 1461.
Foto (c) Ronggo Ahmad Wikanswasto, 2010



Grand Bazaar, inside.
Foto (c) Ronggo Ahmad Wikanswasto, 2010



Hagia Sophia Museum.
Foto (c) Ronggo Ahmad Wikanswasto, 2010



Profil Kontributor
Ronggo, teman saya, kini bekerja sebagai seorang tenaga ahli di Bontang, Kaltim. Mempunyai hobi fotografi dan jalan-jalan. Ini adalah hasil jepretannya kala menghabiskan jatah cuti di Istanbul (Turki). Anda dapat melihat koleksi jepretan Ronggo lainnya di Ronggo130's Photostream.

[ Ingin turut menyumbang catatan perjalanan, artikel traveling, atau foto? ]
---

Friday, October 29, 2010

Tips: Do's and Don'ts in Singapore

Posting tamu oleh : Ayudya Novinier


Merlion Statue, Singapore. | by B_cool

Singapura? Negara bersimbol singa dengan badan duyung ini memang merupakan salah satu destinasi favorit para wisatawan Indonesia. Namun ada beberapa hal yang perlu/harus dan jangan dilakukan selama traveling ke Singapura:

Do's:
  1. Minum:
    Kalo haus di tengah jalan, masuk aja ke toilet umum. Di sana kita bisa minum air krannya. Jangan khawatir dan ga usah malu, seluruh air kran di Singapur itu terjamin bersih & ga mengandung bakteri. Lebih enak lagi di bandara Changi, airnya duinggiinn.
  2. Transportasi:
    Gunakan MRT (Mass Rapid Transportation) ke mana-mana, apalagi untuk jarak jauh. Ikutan antri 1 baris ya kalo mo masuk MRT, jangan nyelak. ;)
  3. Oleh-oleh:
    Beli souvenir di Arab street. 15 buah gantungan kunci dijual seharga $10, kalau beli di Bugis Junstion bakal lebih mahal, maksimal kita cuma dapet 12 buah gantungan kunci untuk $10.
  4. Menikmati Singapura:
    Kongkow di Esplanade, jalan aja dari Merlion Park terus aja arah Esplanade. Pada malam hari di sana banyak yang kongkow. Ga perlu beli makanan/minuman di resto, cukup beli di 7/11 (Seven Eleven) aja. Duduk deh menikmati Singapore River sampai pagi.

Don'ts:
Singapore is a FINE city. (Fine di sini memiliki arti harfiah: "baik" atau "denda"). Yup, Singapura itu negara denda, segala sesuatu yang tidak sesuai pasti bakal didenda.

Memang kalo dilihat-lihat kita tidak akan bertemu polisi di jalan, tapi jangan salah, setiap sudut kota dipasang surveillance camera dan banyak polisi yang menyamar juga. So, jangan macem-macem deh. Contoh denda yang seringkali tertera di ruang publik Singapura adalah seperti ini:
  1. No littering or spitting in public area, FINE $1000
  2. No drinking and eating in public transportation (Bus, MRT, Taxi, etc).
    Catatan: Kalau mau minum atau ngemil, lebih baik di terminal atau stasiunnya saja.
  3. No smoking in a public area, Fine $1000
  4. No feeding the birds, FINE $1000
Jangan heran kalo negara kecil ini jauh lebih tertib dan bersih ketimbang di Indonesia. penduduknya pun tidak ada yg ngelanggar aturan-aturan ini, justru mereka ngerasa malu kalo melakukan semua yang tertulis di atas itu. Orang Indonesia pun ikut-ikutan tertib di Singapura, lalu kenapa kita nggak bisa tertib dan diatur juga ya kalo di negara sendiri? Tanya kenapa??


Profil Kontributor

Ayu, teman saya yang juga pecinta jalan-jalan ini, kini bekerja di sebuah lembaga pemerintah bidang kesehatan. Salah satu prinsip hidupnya adalah "make your life as simple as possible so it won't burden your mind". Tulisan Ayu lainnya dapat dilihat di blog pribadi miliknya : Pieces of Me.


Monday, October 25, 2010

Eat, Pray, Love: Solo Travel Tips for Women (and Men)

Baru-baru ini saya menonton "Eat, Pray, Love", sebuah film tahun 2010 yang diangkat dari novel memoar laris berjudul serupa (saya belum baca novelnya).

Inti cerita dari film ini adalah tentang seorang wanita sukses (punya karir yang bagus, suami ideal, dan seterusnya) yang pada suatu titik dalam hidupnya tiba-tiba merasa "kosong" dan patah hati.

Ia kemudian melakukan perjalanan seorang diri ke tiga negara dalam upaya untuk mengisi kekosongan dirinya dan mencari tahu apa yang sebenarnya ia inginkan di hidupnya. Negara yang dikunjunginya adalah Italia (Roma), India (Pataudi), dan Indonesia (Bali).

Filmnya sendiri menurut saya cukup bagus. Walaupun waktu awal-awal agak terasa membosankan, namun pada akhirnya bisa saya nikmati juga.

Film ini, selain penuh dengan kata-kata bijak menenangkan untuk yang sedang patah hati, membuat saya banyak berpikir dan bertanya kepada diri sendiri:
"Asik banget jalan-jalan sendirian gitu, gw bisa ngga ya?"
"Tapi duitnya darimana ya? Musti nabung banyak-banyak dulu..."
"Eh apa dia sekaligus kerja ya pas lagi jalan-jalan?"

"Lucu juga tuh penginapannya, sebulan bayarnya berapa ya?"
"Wuaaa, pizza segede itu porsi buat satu orang??"

"Italiii, indah banget!"

"Indiaaa, unik banget!"

"Baliii, tunggu saya!"

"..."
"Lhooo, ada Christine Hakim!" (ya, saya memang ketinggalan berita)


Hehehe... Jujur, pikiran saya kebanyakan hanya ke bagian makan dan jalan-jalannya aja. Menurut saya, sang tokoh utama tampaknya lebih berfokus kepada hubungan cintanya ketimbang menikmati "the joy of being alone" dan kebebasan dalam menikmati "me-time" nya sendiri. Sayangnya lagi, ia tidak terlalu banyak mengeksplorasi budaya dan tempat-tempat baru di negara-negara yang dikunjunginya, kecuali waktu di Italia mungkin.

Yah, itu sih pendapat saya, tapi sekarang saya bukan mau membahas film itu, tapi mau membahas tentang solo traveling.

Apa sih solo traveling itu?
Solo traveling alias jalan-jalan seorang diri tanpa teman jalan memang punya trik-triknya sendiri, terutama untuk pejalan wanita. Keselamatan dan keamanan adalah salah satu poin yang paling diperhatikan bagi para pejalan wanita.

Catatan penulis: Saya sendiri belum pernah mencobanya, tapi tidak menutup kemungkinan untuk melakukan solo traveling suatu saat nanti. ... Nanti.

Menurut para solo traveler wanita yang sudah berpengalaman, rasa takut pasti ada pada saat pertama kali mereka bepergian sendirian tanpa teman jalan. Namun semakin lama kita bepergian, maka semakin beranilah kita. Merasa kesepian? Itu biasa, tapi dalam perjalanan pasti ada saja teman baru yang kita temukan.


Solo traveling: A way to learn better about yourself. | photo by AlicePopkorn

Banyak yang berpendapat bahwa dengan solo traveling kita akan lebih mengenal diri kita sendiri, karena selama perjalanan kita akan lebih banyak berkomunikasi ke diri sendiri dan hanya dapat bergantung dengan diri kita sendiri.

Mungkin hal itulah yang akhirnya ditemukan Elizabeth Gilbert, tokoh utama dalam film "Eat, Pray, Love" (diperankan oleh Julia Roberts). Pada akhir cerita, dengan banyak dukungan dari teman-teman barunya, Gilbert menemukan satu titik pencerahan saat ia berhasil berkomunikasi kepada dirinya sendiri dan berhasil menciptakan rasa percaya dirinya untuk menjalani sesuatu (hubungan cinta) yang baru. Oh, the power of traveling!

20 Solo Travel Tips for Women (and Men)
Ingin mencoba solo traveling (dan menemukan Felipe Anda, jika beruntung)? Merangkum dari berbagai sumber, di bawah ini ada beberapa tips untuk para solo traveler pemula:

Keselamatan dan Keamanan
(1) Selalu cari tahu lebih dahulu tentang budaya yang terdapat di daerah tersebut.
(2) Cobalah bersikap seperti warga lokal.
(3) Hindari menggunakan pakaian yang terlalu terbuka dan gadget yang terlihat mahal, bersikaplah konservatif dan sederhana.
(4) Yakinkan bahwa ada seseorang yang tahu di mana Anda berada, baik itu resepsionis hostel maupun teman Anda. Jangan lupa tinggalkan draft itinerary Anda kepada orang rumah.
(5) Ketahui dan pelajari bahasa percakapan lokal mendasar. Atau selalu bawalah buku percakapan dasar ke manapun Anda pergi.
(6) Gunakan cincin kawin (walaupun Anda belum menikah), ini berguna untuk mencegah datangnya gangguan tertentu untuk para solo traveler wanita.
(7) Percayai insting Anda. Apabila insting Anda mengatakan bahwa sesuatu itu berbahaya, hindari secepat mungkin.
(8) Gunakan tanda "Do Not Disturb" ("Jangan Diganggu") di pintu kamar Anda.

The Joy of Being Alone
(9) Saat makan di luar, ambillah tempat duduk di pojok cafe/restoran yang memiliki pemandangan keluar.
(10) Bawalah bacaan atau jurnal untuk menulis sebagai pengisi waktu saat Anda menunggu sesuatu maupun sedang bersantai.
(11) Nikmatilah mengamati orang yang lalu lalang beserta kesibukannya masing-masing, juga asahlah "the fine art of eavesdropping" (seni mencuri dengar) Anda.

Merasa kesepian?
(12) Teleponlah keluarga atau teman Anda di rumah.
(13) Cari sambungan internet dan buka akun Facebook Anda untuk berinteraksi dengan keluarga atau teman di rumah.
(14) Sebelum berangkat jalan-jalan, bawalah sarung bantal Anda dari rumah dan gunakan di kamar tempat Anda menginap. Terkadang membawa satu benda yang familiar dengan tempat asal Anda akan sedikit mengobati homesick.
(15) Buatlah network sebelum Anda bepergian, baik itu dari temannya teman, kenalan orangtua Anda, dan semacamnya. Paling tidak Anda akan merasa aman apabila di tempat tujuan ada seseorang yang bisa Anda hubungi segera bila terjadi sesuatu.
(16) Keluar dari kamar Anda dan buatlah teman baru.

Mari Berteman
(17) Siap-siap untuk nongkrong di common room hostel Anda dan mulailah mencari teman mengobrol, carilah para backpacker yang terlihat santai dan ramah untuk diajak mengobrol.
(18) Bergabunglah dengan guided tour agar bertemu dengan traveler lainnya.
(19) Ikuti kelas yang terkadang disediakan oleh pihak hostel, contohnya: kelas memasak makanan Thailand, kelas yoga di India, dan sejenisnya.
(20) Senyum dan bertanyalah. Terkadang satu pertanyaan akan menjadi awal dari sebuah percakapan yang menyenangkan dengan seorang teman baru.

Akhir kata, mengutip Marybeth Bond, seorang travel writer dan female solo traveler berpengalaman:
"Be brave and take the plunge - try traveling solo, you may become a convert. Remember, it is better to BE alone than to wish you WERE alone."


Explore. Dream. Discover. | photo by [Satbir]

+ + + + +

Referensi lebih lanjut:

- Solo Travel: 6 Reasons To Wander Alone
- How to Prepare for Solo Travel
- Solo Travel: 10 Tips to Get You Started
- The Best Destinations for Women Traveling Solo
- Travel Alone and Love it: 50 tips
- 12 Ways to Combat the Solo Traveler Blues
- How Solo Travel for Women Changes You


Bacaan lebih lanjut:
[FREE e-Book] Glad You’re Not Here: A solo traveler’s manifesto(1) Free eBook - Glad You’re Not Here: A solo traveler’s manifesto
eBook gratis tulisan Janice Wough ini berisi alasan-alasan untuk melakukan
solo travel dan manfaat-manfaat yang diperoleh saat Anda melakukan solo travel. Anda akan lebih yakin untuk melakukan solo travel setelah membaca eBook ini!

[E-Book] The Art of Solo Travel: A Girls' Guide for women traveling solo(2) The Art of Solo Travel: the Premier Guide for Women Traveling Solo
Ini adalah eBook yang menjabarkan Solo Travel untuk para pejalan wanita. eBook yang ditulis oleh Stephanie Lee,
seorang solo traveler wanita berpengalaman, ini berisi semua pengetahuan dasar yang Anda butuhkan dalam memulai perjalanan solo Anda sendiri.

[Book] Gutsy  Women: More Travel Tips and Wisdom for the Road (Travelers' Tales)(3) Gutsy Women: More Travel Tips and Wisdom for the Road (Travelers' Tales)
Kebetulan saya lagi dipinjami sebuah buku oleh sepupu saya (yang juga pernah menulis posting ini). Buku ini berjudul: Gutsy Women: More Travel Tips and Wisdom for the Road (Travelers' Tales). Buku karya Marybeth Bond ini berisi banyak tips dan trik untuk bepergian sendirian, ditujukan lebih khusus untuk wanita, walau dapat diterapkan juga untuk pejalan pria. Banyak pula pengalaman dan kebijakan yang dapat kita temukan di buku ini. Salah satu kutipan yang saya suka dari buku ini adalah: "Remember, you only need three things to have a great trip: your passport, your money, and, above all, your sense of humor."

(4) Travel Hemat - Panduan Praktis Bagaimana Merencanakan dan Melakukan Perjalanan Hemat Keliling Dunia
[e-Book] Panduan Praktis Melakukan Perjalanan Hemat Keliling DuniaTampaknya tidak lengkap jika saya tidak memasukkan eBook karya Agung Basuki ini dalam daftar bacaan lebih lanjut. Ditulis dalam Bahasa Indonesia yang ditujukan khusus untuk orang Indonesia, eBook setebal 148 halaman ini sarat dengan informasi bagaimana mempersiapkan dan melakukan perjalanan keliling dunia dengan hemat, baik secara perorangan maupun bersama-sama dengan teman. Dicantumkan pula bagaimana cara menghasilkan uang saat kita sedang berjalan-jalan, sehingga biaya perjalanan kita dapat ditutup dengan penghasilan yang kita dapatkan.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Web Hosting