Showing posts with label ~THAILAND. Show all posts
Showing posts with label ~THAILAND. Show all posts

Sunday, June 19, 2011

5 Destinasi Wisata Pattaya yang Patut Dikunjungi

Catatan Penulis: Artikel ini merupakan hasil kerjasama dan kompilasi dari kumpulan artikel wisata www.agoda.web.id

Pattaya merupakan pusat pariwisata terbesar di Thailand dan amat terkenal dengan kehidupan malamnya, bahkan sejak zaman para pahlawan Perang Vietnam datang untuk bertaruh. Namun selain itu, ternyata kota ini memiliki berbagai aktivitas yang menyenangkan dan atraksi-atraksi yang ramah keluarga. Mari kita lihat apa saja yang ditawarkan Pattaya selain bar-bar...

(1) Koh Laan
Pantai pusat kota Pattaya ramai dengan kehidupan malam dan klub-klub. Apabila Anda mencari sedikit kedamaian, Anda dapat pergi ke Koh Laan. Dengan menaiki kapal feri selama 40 menit, pulau ini menawarkan kegiatan air yang umum seperti banana boat, jet ski, dan parasailing. Tetapi sebenarnya yang menjadi alasan utama mengapa pulau ini istimewa adalah pantai yang bersih dengan air yang bening bak kristal dan juga kaya akan batu karang. Dengan mengenakan alat snorkeling dan dengan sedikit keberuntungan Anda dapat melihat berbagai spesies laut, mulai dari penyu, ikan badut, hingga kuda laut. Tetapi berhati-hatilah dengan bulu babi dan penampakan matahari, karena sinar yang dipancarkan ke pantai yang bersih ini sangat menyilaukan mata.


Ko Laan | sumber: wikipedia

(2) Nong Nooch Tropical Botanical Garden
Pada tahun 1954, para pengusaha Pisit dan Nongnooch Tansacha membeli tanah sebesar 600 akre dengan tujuan membangun perkebunan buah. Namun kemudian mereka berubah pikiran dan memutuskan untuk mengembangkan area ini secara lebih kreatif, sehingga akhirnya berdirilah Nong Nooch Tropical Botanical Garden atau Kebun Tropis Nong Nooch, yang dari namanya sendiri telah menggambarkan betapa indahnya tempat ini. Yang dapat dilihat di sini adalah Kebun Stonehenge Garden, Ant Tower, Butterfly Hill dan Flower Valley.


Nong Nooch Tropical Botanical Garden | sumber: wikipedia

(3) Pratumnak Hill (Buddha Hill)
Buddha Hill atau Bukit Buddha merupakan salah satu titik tertinggi di Pattaya. Bukit ini memiliki sebuah patung besar Buddha yang dibuat dengan tangan dan dicat dengan warna emas yang memancarkan sebuah senyum kebahagiaan di wajahnya. Terdapat area sakral ala Cina yang terpancar dari wajahnya sebagai tanda pengabdian kepada dua saga terkenal Cina, yakni Confucius dan Lao-Tzu. Bukit ini terletak di antara Thappraya Road dan Phratamnak Road dan dapat dicapai dengan songthaew (kendaraan umum Thailand serupa bemo) selama 10 menit dari pusat kota.


Buddha Hill | sumber: your-thailand.com

(4) Admirals
Seperti yang bisa ditemukan di sebagian besar Thailand, makanan pedas dan murah yang disajikan di restoran-restoran murah banyak ditemukan di sekitar kota. Tetapi untuk variasi yang sedikit lebih mahal, cobalah Admirals, dapat dicapai dengan songthaew selama 15 menit menaiki jalan di daerah Jomtien. Admirals menjual makanan Skandinavia yang sempurna. Makanan yang terkenal adalah sandwich terbuka Denmark, Smörrebröd yang enak sekali dengan harga berkisar antara 100-200 Baht (IDR 30.000 – 60.000).
Admirals, Jomtien Soi 8, 380/2 Moo 12 Jomtien Beach Road. Tel: +66 38 231 996

(5) Pantai Jomtien
Ketika Anda berada di dekat Admirals, carilah kesempatan untuk menyusuri pantai Jomtien melewati kantor polisi. Semakin jauh Anda berjalan, semakin indah pemandangan yang dapat dilihat. Di akhir tempat berjalan Anda akan memasuki daerah tempat tinggal para penduduk pantai dengan kapal ekor panjang yang berwarna-warni. Sedikit lebih jauh lagi, Anda akan menemukan Sunset Beach yang memiliki beberapa resor gaya bungalow yang sepi dari beberapa kelas bintang. Tempat ini merupakan salah satu tempat yang paling tepat untuk menyaksikan matahari terbenam yang menakjubkan.


Jomtien Beach | by Perspectix

Menuju ke Pattaya
Cara paling mudah ke Pattaya adalah dengan menggunakan bus dari Bangkok. Perjalanan memakan waktu sekitar 2-3 jam, tergantung dengan kemacetan jalan. Bus dari terminal bus Ekkamai berharga sekitar 150 THB (IDR 45.000).

Monday, November 22, 2010

Piknik ke Phuket

Posting tamu oleh : Melly Ridaryanthi

Ini cerita tentang mimpi untuk piknik ke Phuket yang dicita-citakan sejak dua tahun lalu. Suatu hari secara tidak sengaja menemukan harga aduhai dari maskapai “Now everyone can fly” sebuah paket tiket dan hotel untuk 4 hari 3 malam seharga RM 323 atau sekitar Rp 900.000. Hotel bintang tiga bernama Orchid yang bertengger di tepi Pantai Kalim pun menjadi sarang penawar letih kami selama di Phuket. Dengan dua teman lainnya, berpikniklah kami selama empat hari pada awal bulan Oktober ini.


Kalim Beach.

Foto (c) Melly Ridaryanthi, 2010.

Transportasi Airport – Hotel

Paket piknik ini ada dua kloter, satu dari Jakarta yang tiba lebih dulu sekitar pukul 2 siang dan satu kloter dari Kuala Lumpur yang tiba malam pukul 9. Dari dua kloter ini ada dua pengalaman naik angkutan Bandara-Hotel. Tim Jakarta berhasil naik MiniBus dengan tujuan Patong seharga 150B sampai di depan hotel. Sementara tim KL yang sampai malam lebih melirik taksi Bandara seharga 650B. Kenapa taksi? Kurang cerdasnya tim KL waktu itu adalah percaya kepada penjaga counter taksi bahwa malam hari tidak ada MiniBus, padahal ternyata di luar masih banyak bertengger.

Untuk transport dari hotel ke bandara juga ada dua pilihan, taksi atau MiniBus. Kondisinya waktu itu tim Jakarta dapat penerbangan pagi sekitar pukul 8, sehingga harus check out dari hotel jam 5 pagi dimana MiniBus belum beroperasi. Jadilah taksi yang dipilih untuk perjalanan Bandara pada dini hari seharga 500B. MiniBus baru akan beroperasi sekitar jam 6-an pagi, namun tim KL bisa ke Bandara dengan menggunakan MiniBus seharga 170B dijemput di hotel.

Kadang di Bandara juga ada taksi gelap yang menawarkan harga lebih miring berbanding taksi Bandara yang sudah ada senarai harganya. Tapi tetap harus hati-hati, karena yang gelap jarang aman, kan. Tapi pilihan taksi gelap bisa dilakukan ketika pagi hari karena cenderung taksi Bandara baru beroperasi sekitar jam 8, begitu juga dengan MiniBus. Pengalaman ini terjadi ketika saya mengantar tim Jakarta ke Bandara subuh-subuh dan saya perlu transport untuk kembali ke Hotel sementara taksi Bandara sedang kosong pada jam 7 pagi itu, dan MiniBus baru aka nada 1,5 jam lagi.

Transportasi Dalam Kota

Pulau Phuket ini bisa dikatakan terbagi dua yaitu Phuket Town dan daerah Pantai. Phuket Town ini isinya pertokoan, kantor dan keramaian pusat kota lainnya. Namun untuk kunjungan wisata dan keramaian wisata lebih berpusat di daerah Pantai.


Phuket Pointview.

Foto (c) Melly Ridaryanthi, 2010.

Untuk bisa jalan-jalan selama di Phuket ada beberapa alternatif pilihan transportasi diantaranya adalah taksi meter, taksi charter, mobil sewa, motor sewa, dan tuk tuk. Untuk taksi charter bisa dimanfaatkan untuk tur keliling kota Phuket, nanti detil saya ceritakan pada bagian selanjutnya. Untuk kenyamanan jalan-jalan sendiri bisa sewa mobil atau motor saja per hari. Mobil harganya aneka ragam bergantung jenis mobil, tapi ketika di Phuket kemarin saya menyewa motor pada hari terakhir dengan harga 200B untuk 24 jam. Cukup murah kan?

Rute perjalanan di Phuket pun tidak perlu kecerdasan membaca peta, karena jalannya itu-itu saja dan mudah untuk dihafal. Menyewa kendaraan sendiri banyak untungnya, kita bisa betul-betul menjelajah tiap sudut kota dan pantai tanpa batas waktu. Karena kalau ke pusat kota naik tuk tuk, sekali jalan saja sudah 200B, sementara motor sewanya 200B untuk 24 jam, jauh lebih irit kan. Jalan-jalan dengan motor ini akan saya ceritakan lagi nanti.

Tur Dalam Kota
Cukup mudah mendapatkan agen perjalanan untuk tur-tur besar dan kecil selama di Phuket. Keluar saja dari hotel akan banyak kios, rumah atau sekedar etalase sederhana dari kayu yang memajang brosur-brosur perjalanan. Penawaran paket yang umum adalah tur Pulau Phi Phi, Phuket FantaSea, Paket Tur Dalam Kota, dan Kabaret.

Saya mendapat Paket Tur Dalam Kota seharga 1000B untuk bertiga, jadi seorangnya hanya perlu membayar sekitar 330B saja. Agen yang kami datangi ini tidak terpaku pada brosur yang tersedia, sehingga kami boleh memilih tempat-tempat yang ingin kami kunjungi hari itu dengan rujukan beberapa brosur yang dia sodorkan. Akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi Buddhist Temple, Chasew Factory, Big Buddha, Souvenir Shop, Phuket Pointview, ditambah makan siang dan kesempatan jalan-jalan di daerah kota Phuket Town.

Tur Dalam Kota hari itu menghabiskan waktu sekitar 7 jam. Dari semua tempat yang dikunjungi, saya paling suka dengan Big Buddha dan Phuket Pointview karena dari tempat ini yang terletak di dataran tinggi kita bisa melihat sebagian besar dari Pulau Phuket. Terlebih lagi kalau cuaca sedang bagus dan kita bisa mendapat bonus matahari tenggelam, pemandangannya semakin indah.

Selain ke tempat kunjungan itu, dua teman saya menyempatkan diri untuk mencoba Bungy Jumping seharga 1600B. Biasanya Bungy Jumping ini dipasang harga sekitar 2400 – 2800B dengan rincian si penerjun akan mendapat sertifikat, foto dan T-shirt. Namun dengan embel-embel harga pelajar, teman saya dapat harga 1600B tanpa foto dan T-shirt. Kalau ingin membeli T-shirt sendiri pun bisa, harga per helainya sekitar 300B.

Setelah habis mengelilingi Phuket Town, kami minta diantar ke Bangla Road, satu jalan yang konon menjadi pusat keramaian kota Phuket. Seharusnya si agen memang menghantar kami sampai hotel, namun sayang rasanya kalau pukul 8 malam sudah bertengger di tempat tidur.

Ternyata Bangla Road itu memang seru tempatnya. Club berjejer di sepanjang jalan dilengkapi dengan banyak lelaki cantik yang sudah disulap secara medis menjadi perempuan yang sering disebut sebagai Lady Boy. Biasanya para Lady Boy ini mengajak kita berfoto, tapi jangan lupa bahwa di dunia ini tidak ada yang gratis. 100B per kepala pun diminta atas nama sebuah foto yang dibidik dengan kamera kita sendiri. Banyak juga Lady Boy yang sedang striptease di depan café dan bar menunggu “ditawar”, sungguh heboh jalan itu.

Tur Pulau Phi Phi

Keuntungan perjalanan saya kemarin adalah waktu kunjungan wisata sedang tidak ramai, karena bulan September – Desember biasanya hujan akan turun sehingga ombak laut agak garang menggoncang setiap kapal yang lalu lalang. Untungnya bagi saya dan teman-teman adalah harga-harga paket tur jadi miring.

Tur Pulau Phi Phi kami peroleh dengan harga 1000B per kepala untuk kunjungan ke 8 pulau, 1 kali snorkeling, 3 kali merapat ke pulau dan sudah termasuk makan siang juga kudapan ringan. Transportasi? Jangan khawatir, harga paket tur itu sudah termasuk antar jemput ke hotel, jadi kita hanya perlu duduk manis dan menunggu dijemput saja.

Pukul 8.30 kita sudah dijemput dan dihantar ke dermaga tempat kita akan naik speed boat. Sebetulnya harga paket tur Phi Phi ini bisa mahal dan murah bergantung pada jenis kapal yang digunakan. Ada Cruise dan Speed Boat, tentu saja Cruise akan lebih mahal mencapai harga 3000an Baht. Hari itu kami dibawa ke Maya Bay, Loh Samah Bay, Pileh Lagoon, Viking Cave, Monkey Beach, Phi Phi Don, dan diakhiri di Khai Island.



(Atas) Maya Bay; (Bawah) Khai Island.

Foto (c) Melly Ridaryanthi, 2010.

Kami diperbolehkan turun di Maya Bay untuk berfoto dan menghirup udara segar setelah 1,5 jam perjalanan penuh ombak, Phi Phi Don untuk makan siang dan Khai Island untuk bermain di pantai selama sekitar 1,5 jam. Sementara tempat-tempat lainnya hanya dinikmati dari dalam boat saja yang mayoritas adalah tempat snorkeling yang sudah rusak akibat terjangan tsunami pada 2004 lalu.

Tur Pribadi dengan Motor Sewa

Hari terakhir tim KL menyewa satu motor automatic untuk keliling kota. Saya dan seorang kawan dari tim KL benar-benar memanfaatkan sisa waktu di Phuket untuk mengulik daerah tersebut sampai ke pelosok-pelosok. Beberapa pantai berhasil kami kunjungi seperti Kata, Karon, dan Kamala Beach.


Karon Beach.

Foto (c) Melly Ridaryanthi, 2010.

Kata dan Karon ini seperti Legian-nya Bali, banyak tempat hang out eksklusif berbanding di pantai Patong atau pun Kalim. Saya juga menelusuri jalan berbukit menuju Phuket Funtasea yang terkenal itu namun tidak kami kunjungi karena faktor low budget. :)

Tempat-tempat yang kami kunjungi pada hari terakhir itu tidak terjamah sebelumnya karena faktor transportasi, maka dari itu kalau memungkinkan ada baiknya menyewa kendaraan sendiri. Selain lebih irit, jika pergi dalam kumpulan, kita juga bisa lebih meneroka daerah-daerah yang agak jauh dari hotel tempat kita menginap.

Makanan di Phuket

Sesampainya di Phuket agak terkejut saya karena menemukan satu mesjid yang cukup besar. Ternyata ketika menelusuri Kalim dan Patong pada hari berikutnya, tidak susah mencari sekedar mushala atau bahkan masjid-masjid kecil di Phuket. Penjual makanan pun banyak yang beragama muslim, sehingga tidak susah untuk mencari makanan halal selama piknik. Saya sempat makan di sebuah rumah makan orang Melayu Malaysia dengan citarasa yang hampir sama dengan makanan yang memang sama. Lagi pula, kalau memang sudah tidak ada pilihan makanan, kita akan menemukan banyak makanan cepat saji yang bisa dinikmati. Rumah makan Arab dan India dengan logo halal juga bertebaran dimana-mana.


Patong Beach.

Foto (c) Melly Ridaryanthi, 2010.

Souvenir

Standarlah ketika berpiknik ingin juga membeli beberapa souvenir untuk kenangan atau oleh-oleh. Harga yang ditawarkan biasanya bisa kita tekan sampai dengan setengahnya. Gantungan kunci bisa dapat dengan harga 35B, magnet 45B, selendang (konon) sutera 100B, T-shirt sekitar 100-150B, dan manisan-manisan seharga mulai dari 8B.

Jadi, kapan piknik ke Phuket?
Selamat piknik!


Profil Kontributor

Melly Ridaryanthi, yang akrab dipanggil Beby, adalah seorang mahasiswa salah satu universitas negeri di daerah Bangi, Malaysia yang memanfaatkan mind-blocked-phase selama menulis disertasi untuk piknik. Disebut piknik karena kata piknik dianggap bisa menjangkau segala status sosial untuk tetap bisa menikmati indahnya alam dan mengisi waktu luang dengan jalan-jalan sesederhana apapun. Piknik selalu dijadikan hadiah setelah menyelesaikan target-target tugas akademiknya. Pengalaman pikniknya bisa dilihat di Jinjinger. Kenapa "jinjinger"? Karena dia tidak punya tas punggung untuk disandang sehingga disebut sebagai backpacker, hanya sesederhana itu. :)

Tuesday, April 6, 2010

Ayutthaya, Thailand : Candi dan Lagi-Lagi Candi...

Ayutthaya Historical Park adalah situs peninggalan kerajaan Ayutthaya di Thailand dan merupakan salah satu UNESCO World Heritage Site. Inilah surganya bagi orang-orang yang menyukai candi-candi dan wisata ke situs bersejarah, hehehe...

Untuk mencapai kota Ayutthaya sendiri, dibutuhkan waktu sekitar 1,5-2 jam dari Stasiun Hua Lam Phong, Bangkok. Kami menggunakan 3rd class train (non-AC/kipas angin), dengan harga tiket 15 - 20 Baht. Berangkat dari Stasiun Hua Lam Phong sekitar jam 09:30 pagi, kami tiba di Ayutthaya sekitar jam 11:00 siang. Keretanya benar-benar tepat waktu, hebat!


Stasiun Ayutthaya.
Photo (c) Herajeng Gustiayu, 2009

Begitu sampai di Stasiun Ayutthaya, kami langsung menuju tourist center untuk meminta peta gratis (yang diharuskan hanyalah menulis nama dan daerah asal kita untuk catatan mereka). Dari peta itulah kami memperhatikan bahwa di Ayutthaya ini banyak sekali Wat --alias temple/candi/kuil, you name it-- yang tersebar, untuk mencapainya satu persatu disarankan untuk menggunakan sepeda atau menyewa "tuk-tuk" (bemo ala Thailand) karena lokasi Wat yang saling berjauhan.


Ayutthaya City Map.
Sumber: Booking to Thailand


Pada bulan Desember, Ayutthaya ini panasnya bukan main. Rencana awalnya sih kami mau keliling Ayutthaya dengan bersepeda, tetapi berhubung kami sampai di sananya siang, cuaca sudah terlalu terik dan tidak nyaman untuk bersepeda keliling-keliling kota. Kami memperhatikan bahwa pepohonan di jalan-jalan besarnya juga jarang-jarang, jalanan aspal pun menjadi lebih panas dan tidak teduh. Oleh karena itu, akhirnya kami menyewa tuk-tuk untuk berkeliling Ayutthaya.

Setelah negosiasi alot dengan seorang pengemudi tuk-tuk, kami sepakat untuk menyewa tuk-tuk selama 3 jam sebesar 550 Baht (tarif aslinya 600 Baht). Tuk-tuk ini berkapasitas sekitar 7 orang penumpang (padahal kami cuma bertiga, jadi kami bisa duduk selonjoran sesuka hati, hehehe).


Tuk-tuk, teman kami berkeliling Ayutthaya: "Tony Service!"
Photo (c) Herajeng Gustiayu, 2009

Pengemudi tuk-tuk kami bernama Tony, berperawakan besar dan berjenggot dengan rambut yang mulai memutih dikuncir satu. Menggunakan kaus kutang dan celana panjang kain, terkadang kalau ia tertawa terlihat giginya yang sudah tidak lengkap. Walaupun terlihat seperti preman, Mr. Tony ini orang yang baik dan sangat membantu kami dalam menentukan spot jalan-jalan. Dan tuk-tuknya berwarna merah muda! Manisnya... si tuk-tuk. Setelah berjalan-jalan lumayan jauh kami baru menyadari bahwa tuk-tuk merah muda milik Mr. Tony ini pun dinamakan Tony Service, hehehe...

Di sini kami hanya mengunjungi beberapa Wat yang terkenal saja, seperti "Sleeping Buddha" di Wat Chaimongkhon dan "Buddha Head in Tree" di Wat Maha That.

Sleeping Buddha di Wat Chaimongkhon.
Photo (c) Herajeng Gustiayu, 2009



Wat Chaimongkhon.
Photo (c) Herajeng Gustiayu, 2009



Wat Maha That.
Photo (c) Herajeng Gustiayu, 2009

Setelah mengunjungi Wat Maha That, perut pun mulai terasa lapar. Berdasarkan referensi di internet, kami mencari Roti Sai Mai. Tadinya kami mengira ini adalah makanan yang berat, bisa untuk makan siang. Ternyataaa... Roti Sai Mai ini adalah cemilan tradisional khas Thailand. Cemilan ini mirip-mirip gulali "rambut nenek" yang banyak dijual di Indonesia, namun bedanya kalau di Indonesia kita menggunakan kepingan mirip kerupuk untuk menangkup si gulali, mereka menggunakan adonan pancake. Bentuk Roti Sai Mai mirip pancake yang diisi gulali, rasanya manis namun terimbangi dengan hambarnya adonan pancake. Lumayan juga sih untuk mengganjal perut yang kosong.


Roti Sai Mai, cemilan tradisional khas Thailand.

Photo (c) Herajeng Gustiayu, 2009

Selesai menghabiskan satu bungkus Roti Sai Mai seharga 25 Baht, kami memutuskan untuk melanjutkan makan siang di tempat yang direkomendasikan Tony --hahaha ternyata belom kenyang euy!-- Tempat ini mirip warung-warung di Indonesia. Berhubung kami kurang yakin apakah makanan sana halal atau tidak, akhirnya kami membeli semacam pempek ikan ala Thailand dan memesan nasi untuk 3 orang. Yep, kita harus benar-benar kreatif untuk mencari makanan halal di Thailand, sekaligus untuk menghemat biaya, tentunya, hehehe...

Perut kenyang, kami lalu mencari tempat belanja oleh-oleh. Dari hasil ngobrol-ngobrol dengan Tony, kami pun dibawa Tony ke sebuah department store. Tapi ternyata barang-barangnya biasa saja, masih serupa dengan ITC di Indonesia. Kami pun langsung mencari musholla.

Dari hasil ngobrol-ngobrol antara teman saya dan Tony, tampaknya Tony tidak mengerti arti "mosque", "masjid", "musholla", ataupun tempat beribadah orang Muslim. Heran juga, sebab di Bangkok sendiri, musholla bertebaran di mana-mana, termasuk di Stasiun Hua Lam Phong. Yo wis lah, akhirnya kami semua memutuskan untuk sholat di atas bangku depan toilet Stasiun Ayutthaya, hehehe... Oia, perlu dicatat bahwa di sini toiletnya bersih! Two thumbs up!

Selesai sholat dan cuci muka, kami pun kembali ke Bangkok sekitar pukul 3 siang dan tiba di Hua Lam Phong sekitar jam 5 sore. Biarpun capai dan kulit menggosong, kami puas telah berhasil mencapai Ayutthaya dengan kereta ekonomi, mencoba tuk-tuk, dan mencicipi Roti Sai Mai. Seru! :)

Referensi:
http://en.wikipedia.org/wiki/Ayutthaya_Historical_Park
http://wikitravel.org/en/Ayutthaya


Sunday, April 4, 2010

Perjalanan 3 Negara : Singapore - Phuket - Hat Yai - KL (Part-4)

Posting tamu oleh: Arlinda Wibiayu

Sambungan dari Perjalanan 3 Negara : Singapore - Phuket - Hat Yai - KL (Part-3)

Last Day in Singapore

Hari ini merupakan hari terakhir saya di Singapore, pastinya harus beli oleh-oleh dong. Kami putusin untuk check-out dan titip tas di hostel, karena batas check-out jam 12. Daripada kami buru-buru, mendingan check-out langsung aja.

Saya putusin untuk lihat-lihat ke Bugis Street, yang kata orang pusatnya oleh-oleh murah di Singapura. Ternyata memang bener sih, tapi jangan segen untuk nawar deh. Lumayan kok jadi bisa beli lebih banyak kan. Karena temen saya ada yang bisa bahasa mandarin, jadinya dialah yang diminta untuk jadi jubir tawar-menawar.

Selese lihat-lihat ke Bugis Street dan Bugis Junction, kami putusin cari makan. Kami ngeliat kedai nasi lemak di pinggir jalan North Bridge. Ternyata disinilah kami ngeliat Cozy Corner Hostel yang direkomendasikan oleh Kang Ocon. Kami pesen nasi lemak seharga 2 dollar dan teh tarik pastinya. Selese makan kami masih pengen jalan-jalan ke Vivo City sekalian nuker dollar sama mau beli SD card 4 giga yang saat itu cuma 14,5 dolar (saat itu berasa murah banget, ternyata harganya sama aja kayak di Jakarta ding).

Setelah dari Vivo City kami putusin untuk balik ambil tas biar gak ketinggalan pesawat yang akan membawa kami ke Phuket. Karena belum sempet lihat-lihat di sekitar Little India kami putusin untuk lihat-lihat daerah sekitar situ sambil mau beli air minum. Ternyata souvenir yang kami beli di Bugis Street bisa lebih murah di Little India, sebel deh. Tapi ya sudah lah…

To Phuket by Tiger Airways
Pesawat kami akan berangkat jam 18.30 dari Singapura, maka kami harus segera berangkat biar gak ketinggalan pesawat. Biar cepet kami putusin untuk naik MRT aja.

Saya pesen tiket ke Phuket melalui maskapai Tiger Airways, seperti yang dibilang Ikman, Tiger itu salah satu budget airlines Singapura. Jadi terminalnya pun tersendiri di Budget Terminal. Jadi dari Changi terminal 2 ada free-shuttle bus yang membawa ke budget terminal. Gampang kok karena di sini banyak plang petunjuk arah.

Nah untuk ke Changi by MRT jangan lupa untuk ambil MRT East-West tujuan Pasir Ris/Changi, trus harus turun di Tanah Merah lalu ganti MRT yang ke Changi. Trus karena gak mau rugi kami ambil deposit yang ada di EZ Link card kami dulu dong, lumayan.

Walaupun budget airlines, tapi pilotnya bule euy. Jadi tenang naiknya.

No liquid more than 100mL, please!
Iya gara-gara saya gak sempet cari cairan pencuci contact-lens yang volume kecil, saya bawa yang gede (kalo gak salah 300mL). Ternyata gak boleh masuk cabin, jadi saya harus buang deh padahal masih baru. Tapi katanya kalo masuk bagasi boleh-boleh aja kok. Padahal di Jakarta lolos aja ya.

Phuket, here I come…
Penerbangan Sing-Phuket cuma butuh waktu 1 jam. Begitu sampe di Phuket International Airport, kami kembali harus antri di tempat pemeriksaan passport. Saya pikir akan susah nih bahasa Inggrisnya. Ternyata pada bisa bahasa melayu lho. Mungkin karena Phuket termasuk Thailand Selatan yang lebih deket ke Malaysia ya. Trus mereka bilang “Di sini banyak yang kaya kamu,” sambil nunjuk kerudung saya. Alhamdulillah deh kalo gitu. Gak akan susah cari makan deh.

Selepas pemeriksaan passport, saya lihat banyak agen tour wisata yang nawarin jasanya. Karena dari hasil browsing katanya Sea Angel bagus, kami putusin langsung booked untuk keesokan harinya. Dan gak tau kenapa tertulis 1800 bath, tapi jadi diskon 900 bath. Udah 900 bath tapi pengen nyoba nawar lagi sih, walaupun gak sukses.

Dari airport kami putusin pake taxi meter biar aman aja. Taxi meter ada di sebelah kanan pintu keluar. Kami cukup beli semacam kupon di loket sambil nunjukin alamat penginapan. Saya kasih aja alamat penginapan yang diemail ke email saya dengan versi Thai dan Latin.

Karena udah malem kami gak bisa lihat pemandangan pulau ini. Penginapan kami ada di daerah Patong dan ternyata penginapan kami gak jauh sama Banzaan Mall yang ada jaringan swalayan besar asal Perancis. Ya ampyun tetep ya.

I only speak English little...
Begitu sampe di Sea Blue Phuket Guesthouse (nama penginapan kami), saya seneng banget karena tempatnya jadi satu sama pharmacy. Berhubung saya harus beli cairan pencuci contact-lens. Saya dapet, tapi merek lokal gitu deh. --Later on, saya baru tau kalo mata saya infeksi gara-gara pake produk ini. Jadi saran saya, beli yang mereknya jelas deh--

Begitu masuk kami langsung disambut pengurus penginapan yang dengan sigap langsung bawain tas kami yang segede-gede gaban ke kamar kami di lantai 3. (Gila deh, sekali angkat 3 tas, ke lantai 3 pula, ckckck) Ternyata mereka gak begitu bisa bahasa Inggris (tapi kok dari email, kayak yang bisa lancar ngomong ya. Saya juga heran) Rada bingung juga mau tanya-tanya, tapi ya sudah lah. Nanti tanya-tanya sama orang aja.

Nicest Room
Kami pesen kamar yang bisa untuk 3 orang, yang katanya sih ‘our nicest room’ dan memang kamarnya very spacious and comfortable (ada TV and kulkasnya gitu, jadi gak berasa backpacking). Karena masih excited kami putusin jalan-jalan sebentar di sekitar penginapan. Kami ke mall, untuk lihat-lihat sekalian beli makanan untuk besok pagi karena kami akan dijemput jam 7 pagi.

Patong Beach : "Good man goes to heaven, and bad man goes to Patong"
Ada tulisan di kaos souvenir yang dijual di Patong yang berbunyi ‘Good man goes to heaven, and bad man goes to Patong’. Jadi kebayang kan suasana di Patong, bikin saya merinding ngeliatnya. Local girl bergandengan dengan turis yang udah tua-tua adalah hal yang biasa dilihat di sepanjang jalan.

Karena kaki udah mulai pegel, kami putusin untuk balik ke kamar dan istirahat biar besok siap melanjutkan perjalanan kami.

Bersambung ke Perjalanan 3 Negara : Singapore - Phuket - Hat Yai - KL (Part-5) - coming soon

*Gambar dipinjam dari fotosearch.com




Profil Kontributor
Ayu, kini bekerja di sebuah lembaga pemerintah dengan latar belakang bidang farmasi. Gaya backpackingnya adalah mengunjungi beberapa tempat sekaligus dan (tampaknya) sudah berencana untuk backpacking lagi dalam waktu dekat. :) Tulisan Ayu lainnya dapat ditengok di Arlinda's Site.

Wednesday, March 31, 2010

Review Akomodasi : Bangkok, Thailand

Ada beberapa area backpacker di Bangkok, yang paling terkenal tentu saja Khao San Road "the Mecca of Backpackers" di daerah Banglamphu. Namun selain Khao San Road, di Bangkok sendiri terdapat banyak sekali tempat penginapan murah yang tersebar, contohnya di daerah Sukhumvit, Silom, dan beberapa spot lainnya. Tinggal disesuaikan dengan kebutuhan dan faktor kestrategisan dengan tujuan wisata.

Saat kami ke Bangkok, kami memilih untuk menginap di daerah Sukhumvit, yang (katanya) daerahnya lebih tenang dibandingkan Khao San Road yang hidup 24 jam.

Di bawah ini adalah salah satu opsi penginapan yang pernah kami inapi di Bangkok :

Suk11
1/13 Sukhumvit 11, Sukhumvit Road, Bangkok, Thailand

Kami booking hostel ini melalui email, langsung dari website mereka: www.suk11.com. Suk11 ini (tampaknya) memiliki tema "jungle". Semua elemen interior rata-rata dibuat dari kayu, lengkap dengan akar-akar pohon yang menjuntai dengan "ayunan Tarzan"-nya. (Hehe~!)


Suasana di Suk11.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009


Kamar kami di Suk11.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009

Kamar: 3 bed, private, ensuite (kamar mandi dalam).
*Lihat di sini untuk foto-foto kamar yang tersedia : Suk11's Rooms Gallery
Rate: 1200 Baht for 3 people/days
Fasilitas:
- Air Conditioner,
- Diberikan gratis 1 botol air mineral per-orang saat pertama kali datang,
- Sarapan (buah, roti, selai, kue, teh/kopi),
- Meja kecil, gantungan handuk (disediakan handuk & toiletries),
- Kamar mandi dalam (wastafel, kloset, shower, air panas),
- Ada beberapa komputer dengan akses internet di lantai 2 dengan biaya 10 Baht/1 jam (kalau tidak salah ingat), tapi di lobby disediakan wifi gratis,
- Common room at lobby,
- 24 hour reception.

Nyaman, Bersih, dan Cocok Bagi yang Senang Berkenalan dengan Orang Baru
Suasana di hostel ini memiliki penerangan secukupnya, alias remang-remang, entah karena tema interiornya begitu atau memang untuk menghemat listrik. Tapi di dalam kamar kami sendiri sih memang cukup terang.

Di lorong depan kamar-kamar, terkadang ada satu wadah berisi buku-buku bekas. Kita bisa menukar buku yang sudah kita baca dengan buku yang tersedia di sini, istilahnya: "book swap". Ini sangat berguna apabila Anda tipe orang yang memerlukan bacaan selama di perjalanan dan buku yang Anda bawa sudah selesai Anda baca. Dengan adanya fasilitas book swap, Anda tidak perlu membeli buku baru, tinggal tukar saja di sini.

Kelebihan lain dari hostel ini adalah disediakannya common room di area lobby, yakni tempat duduk-duduk dan mengobrol. Di sini kita dapat saling berkenalan dengan para backpacker dari seluruh dunia yang menginap di Suk11.

Apabila Anda memiliki waktu lumayan banyak antara jam check-out dan jadwal penerbangan Anda, hostel ini menyediakan fasilitas penitipan tas, GRATIS. Dengan adanya fasiiltas ini, Anda dapat menghabiskan waktu menunggu pesawat dengan berjalan-jalan keliling kota tanpa perlu membawa-bawa backpack Anda yang lumayan berat. Sayangnya fasilitas ini tanpa penjagaan, jadi untuk jaga-jaga lebih baik Anda bawa semua barang berharga Anda.

Uniknya hostel ini, dinding-dinding selasarnya dipenuhi pesan-pesan singkat dari backpacker-backpacker yang sempat menginap di Suk11. Menjadikan dinding-dinding ini mempunyai kesan yang sangat personal. Apabila Anda jeli, Anda juga dapat melihat bekas coretan tulisan kami di sana, hehehe...

Secara keseluruhan, hostel ini nyaman, bersih, dan (relatif) aman. Banyak backpacker yang telah merekomendasikan hostel ini, termasuk Lonely Planet. Untuk itu, maka lebih baik Anda booking Suk11 jauh-jauh hari untuk mencegah tidak tersedianya kamar saat Anda tiba.


Book Hostels Online Now
---



Saturday, February 27, 2010

Perjalanan 3 Negara : Singapore - Phuket - Hat Yai - KL (Part-1)

Posting tamu oleh : Arlinda Wibiayu

Acknowledgement

Kalo artson bilang ”petualangan di mulai dari ketika kita merencanakan perjalanan” saya ngerasain sekali benernya ketika nyusun rencana perjalanan kali ini. But it’s fun.

Bermula dari ngilernya saya membaca cerita perjalanan orang di blog mereka (Asep, Bang Ikman, etc, thanks anyway for all the information).

Rencana
Makanya mulai deh saya browsing segala hal yang berbau backpacking sampe beli buku mulai "Travellers Tale", "Naked Traveller", "Merencanakan Sendiri Jalan-Jalan Keliling Dunia", "Ciao Italia" sampe terakhir "6 bulan di Eropa dengan 1000 USD" (mungkin harusnya saya beli "Lonely Planet South-East Asia on the Shoestring", abis di jalan banyak para backpacker yang bawa-bawa buku ini).

Sebenernya rada khawatir juga sih, secara belum ada berita kapan akan ada Prajab (nasib CPNS) Tapi kalo gak segera beli tiket, bisa-bisa tambah mahal deh ongkos jalan-jalannya. Makanya pas bulan September saya dan temen mutusin untuk beli dulu tiket Jakarta-Batam dengan Mandala. Saat itu yang jelas mau ikutan lagi-lagi cuma 3 orang, saya, Denik dan Sekar.

Sampe bulan Desember belum ada juga gosip-gosip soal prajab, ya udah deh akhirnya saya membulatkan tekad untuk tetap berangkat bulan Januari 2009.

Walau itenary sempet ganti-ganti, akhirnya keputusannya jadi seperti ini :
Jakarta > Batam > Singapura > Phuket > Hat Yai > Kuala Lumpur > Jakarta,
dengan satu selipan kota Johor Bahru dengan alasan kami harus ambil tiket kereta KTMB di Malaysia.

Penginapan pun sudah dipesan dengan modal kartu kredit teman kantor (makasih ya Bu Sandhy).

First Day
Penerbangan Mandala ke Hang Nadim yang tadinya jam 09.30 dimajuin jadi 08.10, rada aneh juga sih, biasanya kan delayed tapi ini dimajuin. Tapi bersyukur juga karena jadi bisa rada santai perjalanannya. Kenapa kita pilih ke Batam dulu, ya karena menurut informasi lebih murah. Lagian gak dapet tiket lain yang lebih murah, lagian kan fiskalnya lebih murah. Tapi ternyata bisa bebas fiskal euy... :)

Sampe di Hang Nadim kita sempet lihat-lihat bandara sebentar. Ternyata ada agen ferry di bandara yang katanya lebih murah dibanding kalo beli di seaport. Kami juga sempet tanya-tanya di pusat informasi turis di Bandara kalo mau wisata di Batam apa aja. Langsung dijelasin dan dikasih buku informasi wisata yang bagus banget, tapi sayang sama sekali nggak handy kan jadi males bawanya. Tapi teteup di bawa dengan niat buat promosi wisata Indonesia alias dikasih ke bule yang ketemu deh (dan akhirnya kesampean juga) :D

Harga ferry beda dengan informasi dari blogwalking, udah naek kali ya. Untuk ferry Penguin one-way udah 16 SGD (beda 1 SGD dengan beli di seaport) sedangkan PP-nya 18 SGD. Karena cuma butuh one way ya saya beli yang one way aja lah (kalo beli PP tanggalnya open kok, so don’t worry). Udah dapet tiket saya langsung cari taksi untuk ke Batam Center (70 ribu bisa di bagi 3, lumayan).

Berhubung perut sudah lapar, saya n yang lain mutusin untuk makan dulu di Batam Center. Yang langsung dicari pastinya tempat penitipan tas dong (berat euy). Ternyata ada di lantai satu deket Es Teler 77. Tas udah dititipin langsung makan, karena males cari-cari lagi, kami langsung makan di sebelah penitipan tas (maksudnya ya di Es Teler 77)

Perut udah kenyang kami langsung ambil tas n ke seaport. Nah di sini mulailah berurusan dengan imigrasi.

Pertama langsung ke counter Penguin untuk semacam check-in gitu deh. Ternyata selain tiket, seaport tax juga naek, jadi 7 SGD (berasa dirampok, mahal amat sih tax aja). Kedua, adalah counter-nya imigrasi. Saya sudah siapin fotokopi passport n NPWP. Alhamdulillah langsung lanjut tuh... gak ada bayar fiskal (ternyata bener-bener bebas fiskal). Ketiga, ke atas untuk pemeriksaan terakhir, trus tinggal nunggu untuk ferry Penguin selanjutnya. Kami dapet ferry yang jam 2, sempet ngobrol sama seorang bapak keturunan tionghoa yang juga mengeluh tentang harga tiket penyeberangan yang sekarang mahal menurut dia (beli di seaport PP 41 SGD, ih mahal amat ya)

Kami sampai si Harbourfront jam 4 waktu Singapura yang lebih cepet satu jam dari Jakarta, perjalanannya sendiri cuma makan waktu 1 jam. Waa pelabuhannya jauh lebih bagus dari yang di Batam Center (apalagi dari pelabuhan Merak dan Bakauheni). Urusan imigrasinya lancar-lancar aja tuh.

Sebelum lanjut naek MRT kami sempet ke luar untuk lihat-lihat. Ternyata kompleks mall Harbourfront ini sebelahan sama Vivo City (mall juga sih, tapi rada lebih baru aja).

Di MRT sempet bingung apa langsung beli EZ Link aja, tapi kita tanya sama petugasnya katanya kalo cuma 2 ato 3 hari gak usah beli karena sayang. Ya udah kita beli tiket untuk ke stasiun kembangan yang paling deket sama hostel kita.

Frankel Hostel tempat kami nginep gak terlalu susah dicari sih, tapi pintunya rada saru, alias gak terlalu jelas kalo di sana ada hostel. Secara cuma ditempelin tulisan di pintunya aja. Kami harus naek tangga ke lantai 3 dimana hostel itu berada. Kami sebelumnya pesen triple bed yang ada di GAS 81, tapi karena katanya penuh kami dipindahkan ke Frankel ini deh. Kamarnya kecil, kasurnya tipis, lumayan lah buat istirahat aja tapi ada satu komputer yang bisa dipake browsing n telpon yang bisa dipinjem kok (O ya disini kami harus self check in, alias gak ada host or sejenis resepsionis gitu, ngambil kunci dari deposit box yang kodenya udah dikasih tau via email)

Setelah bersih-bersih kami telpon Lee (Frankel Hostel person in charge, istilahnya) untuk bayar and cari info-info. Kami putusin ke Chinatown yang katanya bakalan rame karena ada festival Chinese New Year. Yup it was very crowded.

Perut udah mulai laper nih kami cari makanan yang ada tulisan halal-nya. Ketemu di Mosque St, restoran campuran gitu tapi ada booth yang berlabel halal. Kami pesen Nasi Goreng Ikan Bilis dan roti prata untuk dimakan bertiga (cukup kenyang kok) ditambah teh tarik. Selese makan kami jalan-jalan lagi untuk sekedar lihat-lihat. Karena sudah cukup malam kami memutuskan untuk pulang ke hostel.

Sebelum pulang kami sepakat untuk beli EZ Link card dulu biar kalo jalan-jalan gak repot mikir ongkos. EZ Link ini bisa dibeli dengan harga 15 SGD. Maksudnya kita beli kartu 5 dolar trus depositnya 10 dolar dan bisa balik kalo masih sisa. Dan kalo mau abis kita tinggal top-up aja deh.

Sampe di hostel kami sempet coba internet sebentar trus istirahat biar besok siap untuk jalan...(bersambung, mudah2an saya gak males ya)

Bersambung ke Perjalanan 3 Negara : Singapore - Phuket - Hat Yai - KL (Part-2)

Sumber foto : dreamstime.



Profil Kontributor
Ayu, kini bekerja di sebuah lembaga pemerintah dengan latar belakang bidang farmasi. Gaya backpackingnya adalah mengunjungi beberapa tempat sekaligus dan (tampaknya) sudah berencana untuk backpacking lagi dalam waktu dekat. :) Tulisan Ayu lainnya dapat ditengok di Arlinda's Site.

Friday, February 26, 2010

Photo(s) : Ronald McDonald at Khaosan Road

Foto oleh : Herajeng Gustiayu

ขอบคุณ
"Khop kun ka" = thank you. :)
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009

Thursday, January 28, 2010

Naik-Turun Kendaraan Umum di Bangkok

Salah satu hal yang paling saya sukai di Bangkok, Thailand, adalah sistem transportasi publiknya yang amat bagus. Thailand sebagai negara berkembang rupanya telah mempersiapkan dirinya menjadi negara maju. Sistem transportasi publik Bangkok relatif telah terintegrasi dengan baik satu sama lain, hingga memberikan kemudahan bagi warganya untuk mencapai satu titik ke titik lain.

Dari awal kami tiba di Bangkok, di bandara internasional Thailand, Suvarnabhumi Airport, kami sebagai para turis disediakan bus khusus bandara menuju titik-titik utama kota. Contohnya, untuk mencapai Sukhumvit (tempat hostel kami berada), kami perlu naik bus AE3. Sedangkan untuk menuju Khaosan Road, namanya AE1. Dan seterusnya. Ini benar-benar memudahkan para turis.


Bus AE3 Menuju Sukhumvit.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009

Peta jalur transportasi publik dapat diambil gratis di bandara Suvarnabhumi Airport. Di peta ini dijelaskan bahwa ada beberapa macam moda transportasi yang dapat digunakan selama di Bangkok, dua yang paling utama adalah BTS (Skytrain) & MRT (Subway).

BTS & MRT sebenarnya mirip-mirip saja. Bedanya cuma kalau BTS beroperasi di atas jalan raya, namun kalau MRT beroperasi di jalur bawah tanah. Tarifnya pun mirip-mirip. Antara 10 Baht hingga 45 Baht dari titik terdekat hingga ke titik terjauh.


(kiri) Stasiun BTS (Skytrain);
(kanan) Loket penukaran koin
untuk tiket.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009

Sistem pembayaran BTS & MRT menggunakan sistem kartu, serupa dengan sistem pembayaran MRT di Singapura & Malaysia. Ada yang tipe prabayar dan ada pula yang beli di tempat. Contohnya, apabila kita ingin menuju Victory Monument dari stasiun Asok, maka kita memerlukan 4 koin 10 Baht (40 Baht) untuk di"tabung" di mesin koin yang nantinya mengeluarkan kartu. Apabila kita tidak memiliki recehan, kita dapat menukarkannya di loket yang sudah disediakan. Saya dan teman-teman jalan saya tiba-tiba terpikir, berapa banyak koin yang harus mereka sediakan perhari ya?? Tapi pertanyaan itu terjawab beberapa detik sesudahnya, yah kan koin-koin di mesin kartu bakal balik lagi ke mereka. Hehehe, dasar udik...

Waktu kami pergi ke Ayutthaya, kami mencoba kereta 3rd class mereka. Btw kami mencoba kereta ini karena direkomendasikan oleh Simon, teman baru kami yang berasal dari Jerman. Simon ini ternyata setelah lulus dari kuliah, selama 2 bulan ia berkeliling Asia Tenggara seorang diri, sebelum akhirnya bekerja kantoran. Simon sehari sebelumnya juga ke Ayutthaya. Dari awal kami diwanti-wanti, Ayutthaya tempatnya panas banget! Kulit saya sampai terbakar parah. Wah iyalah bule, kalo kita kan udah biasa sama panas, hehehe... Simon bilang, keretanya unik, semua terbuat dari kayu. Hmm menarik... Okay, here we go then! :)




(atas) Wooden 3rd class train to Ayutthaya, @15 Baht;
(bawah)
3rd class train back to Bangkok, @ 20 Baht.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009

Berangkat dari Stasiun Hua Lam Phong, kereta 3rd class ini hanya menghabiskan uang 15 Baht per-orang. 15 Baht itu berarti sekitar 4500 rupiah, dengan waktu perjalanan 2 jam antara Bangkok-Ayutthaya. Benar kata Simon, keretanya kayu semua, dari bangku, badan kereta, sampai lantai-lantainya pun kayu. Dan di sini kami bebas memilih kursi di mana pun, walaupun sebenarnya lokasi kursi sudah tertera di tiket.

Bagusnya, walaupun 3rd class, kereta ini bersih sekali, kami tidak menemukan sampah apapun di sini. Kami juga memperhatikan bahwa di Thailand, mereka sangat tepat waktu! Berangkat sesuai dengan jam yang ditentukan, dan sampai di tujuan sesuai pula dengan jam yang tertera di tiket kereta.

Pulang dari Ayutthaya, kami lagi-lagi memesan tiket 3rd class, dengan harga 20 Baht per-orang. Lho, kami terheran-heran kenapa harganya tiba-tiba naik?? Petugas loketnya berusaha menjelaskan dengan susah payah berbahasa Inggris, tapi kami tetap tidak mengerti. Setelah kami cek tiketnya, ternyata sepertinya kali ini tipe kereta kami berbeda dengan kereta saat berangkat. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya kereta kami tiba. Rupanya benar, ternyata kereta yang sekarang ini bukan kereta kayu yang seperti sebelumnya. Kereta yang ini tampak lebih "eksklusif", eksklusif di sini artinya bangkunya lebih empuk, badan kereta & lantai kereta dari logam, selebihnya sih biasa saja.

Di Bangkok kami juga mencoba menggunakan bus lokal, dari yang berlantai kayu hingga yang ber-AC, kami coba semua. Rata-rata tarif naik bus di sini sekitar 7 hingga 14 Baht. Bus lokal di sini biasanya punya 2 staff, satu sopir, dan satu lagi kondektur. Dua-duanya diberikan seragam & topi, biasanya berwarna hitam-hitam. Menariknya, kondekturnya rata-rata wanita. Cuma sekali saja kami naik bus yang kondekturnya pria.


Bus lokal di Bangkok, lantainya kayu!
Dan kondekturnya rata-rata wanita.

Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009

Ada cerita lucu waktu kami mencoba-coba untuk naik bus lokal ini. Waktu itu kami ingin ke Khaosan Road, yang katanya sih surga para backpacker di Bangkok. Berangkat dari Benchasiri Park di daerah Sukhumvit, kami coba bertanya kepada penjaga taman. Mana penjaga tamannya ngga ngerti bahasa Inggris sama sekali, akhirnya kami menggunakan bahasa tarzan (alias bahasa tubuh). Akhirnya dia mulai mengerti saat kami menyodorkan buku pedoman "Tips on Thailand" yang ada terjemahan bahasa Thailandnya, sambil menunjuk-nunjuk bagian "numbers" & peta Bangkok, dan bersahut-sahutan "Bus, bus number, to Khaosan Road!" Aha! Dia mulai mengangguk-angguk, dan menuliskan 2 nomer bus. Fuihhh...

Setelah mengucapkan terimakasih ke penjaga taman, kami langsung mencari bus dengan nomer tersebut. Begitu naik ke atas bus, salah seorang teman saya kembali bertanya kepada kondektur sambil menunjuk-nunjuk peta ke arah Khaosan Road. Walah! Kondektur itu menggeleng-geleng, rupanya kami salah naik bus. Haiyaa... Untungnya kami dipersilahkan turun di pengkolan depan, lalu disuruh naik bus nomer lainnya, yang katanya mengarah ke Khaosan Road. Pas kami mau bayar, kondektur itu menolak dengan tegas. Waahhh... Baiknya!

Turun dari bus, kami mencari bus dengan nomer rekomendasi dari kondektur tadi. Ah nemu! Kami langsung naik, dan kembali bertanya kepada kondektur tentang daerah tujuan kami. Ya ampuuunn, lagi-lagi kami salah naik bus. Tapi untungnya sih, lagi-lagi kami diturunkan di tempat yang agak jauh dan semakin mendekati Khaosan Road, dengan GRATIS.

Kejadian itu berulang 2-3 kali lagi sampai akhirnya kami benar-benar tiba di Khaosan Road dengan sangat hemat! Karena kami hanya membayar satu kali tarif bus, sekitar 7-8 Baht. Hahaha! Padahal jaraknya lumayan jauh dari tempat kami berangkat tadi. Saat tiba di Khaosan Road, kami hanya bisa tertawa-tawa geli mengingat perjuangan dan cara kami hingga berhasil sampai di sana.

Benar-benar deh, penduduk -eh- kondektur bus di Bangkok baik-baik banget! :D


Tuesday, January 26, 2010

Perjalanan Krabi, Bangkok, dan George Town (part-2)

Posting tamu oleh : Dibya Kusyala

Sambungan dari Perjalanan Krabi, Bangkok, dan George Town (part-1)

*ngarep kereta mudik waktu lebaran bisa leyehan*
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Setelah berangkat dari Suratthani pukul 9pm, kami berempat tidur di kereta api- sleeper 2nd class. 4 tiket yang tersisa berhasil kami dapatkan : 2 bilik tidur-atas dan 2 bilik tidur-bawah. Awalnya gw pikir fasilitas bilik tidurnya sama, tapi ternyata tidak. Bilik tidur-atas tidak mendapatkan pemandangan ke luar. Langit2nya pun pendek, *terang aja harganya berbeda* Di bilik bawah ada jendela, dan spacenya lebih lega. Karena sebagian kita mendapat lower-sleeper, jadi masih bisa nyobain.. mm.. ternyata jauh lebih nyaman, meski beda harga dengan upper-sleeper tidak signifikan! *hehe, coba kalo kereta mudik lebaran ada kelas sleeper juga*

Landscape-line yang tadinya didominasi tebing2 alam selama di Krabi-Suratthani berangsur berubah dari perkebunan>perumahan>perkantoran>dan ga nyadar dah nyampe aja di pusat kota Bangkok pada pagi harinya [8am, jadi total perjalanan sekitar 11jam]. Suasana hiruk pikuk mirip Jakarta, taxi dimana-mana, warna2nya pun nyolok mata. Ada pink, kuning, ijo, ungu terang, dan cyan! Penjual makanan juga keluar masuk kereta mirip di stasiun Jogja, *hehe jadi inget teriakan2 ‘popmi, kopi, mijon.. kolakolane mas’, tapi di sini ntah2, udah bahasanya ga ngerti, sahut2an lagi*

Sebelum keluar Hua Lamphong, sempet ketemu petugas information centre yang mirip 'Mulan Jameela' yang kemudian kami ketahui bernama Aminah, beliau membantu menulis alamat hotel yang kami dapat dari internet menjadi karakter2 Thai yang mirip huruf Jawa Kuno, buat ditunjukin ke supir Taxi.. *Arigatou-ne Aminah-San..*

Berdasar informasi Aminah ini, banyak penghuni Bangkok yang tidak bisa membaca huruf Roman [huruf latin] mereka hanya bisa berbincang dan membaca huruf Thai. Gaswat! Jadi pengen 'hire' Aminah buat nemenin, kan kita takut kesasar.. *hehe..ngarep*

Perjalanan pertama setelah nyampe hotel adalah mencoba sky-bus, *lebih mirip MRT kalo di Singapur, tapi platformnya diangkat mirip monorail di KL*. Dan kita pun menuju ChatuChak Weekend Market..

Leaving Chatuchak, see how many hrs have we spent there?
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Di sana berkumpul PKL dari segala penjuru Bangkok. Menurut info tourism map, konon diperlukan waktu 2 bulan penuh kalo kita mau ngiterin semua lapak pedagang dengan berjalan kaki. Pedagang tidak selalu menempati lokasi dagangan yang sama. Yang dijual sangat beragam, dari yang kualitas abal-abal sampe yang koleksi ala butik. Harganya murah. Buat perbandingan kaos2 sekualitas Dagad* [dari segi material dan desain] dijual rata2 100Baht (Rp30rb-an), baju2 yang desainnya lumayan update juga sekitar 150an Baht (45rb), kalo beli banyak minimum 3 langsung harga diturunkan lagi [wholesale price] tanpa kita perlu menawar.

Melihat situasi ini, langsung semua pada kalap belanja. Yang tua, yang muda, yang laki, yang perempuan, yang lokal, yang bule, semua nenteng2 kresek. hehe.. [ati2 ya kalo datang ke sini, sediakan waktu, uang, dan tenaga yang memadai.., juga jangan lupa sebelumnya menyisakan space di koper dan persiapkan sehingga over-luggage di bandara]

Di samping ChatuChak ini, ada taman kota yang luas.. nampak sebagai ruang publik yang berhasil. Di dalamnya ada pohon, tempat duduk, instalasi seni, dan kolam. Di sekitarnya ada station sky bus, pool taxi, pool bus, juga Station subway.. pas Sabtu Minggu rame banget! orang datang dan pergi dari berbagai arah..

Namun ada yang sama dengan taman2 di Indonesia, tamannya diPAGERin! *due to violences and chaos that happened there lately, maybe..* tapi titik keluar ke simpul transport dibuka sehingga sedikit menghalangi permeabilitas massa.

Ga kerasa sekitar 7jam kita muter2 di pasar akhir pekan ini, dilanjutkan menghabiskan waktu bersama penduduk Bangkok dan turis lainnya di taman Chatuchak untuk sejam kemudian..

Full Team.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Procession from square to circle form in classic Thai.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Esok paginya kita menuju Grand Palace aka. Istana Raja ภูมิพลอดุลยเดช ป [Bhumibol Adulyadej]. Harga masuknya naik jadi 350Baht [Rp.100ribu-an, info sebelum year-end masih 300Baht :(]. Agak mahal, tapi ta apalah.. may be once in the life time ngeliatin ‘keseriusan’ Kerajaan membangun istana dan kuil Budha dari emas 24 karat. Pas udah masuk ternyata ramai dan sangat panas. Iseng megang2 bangunan atau detail dari emas, ternyata adem lho.. [mungkin bisa jadi solusi buat anda yang tinggal di Jakarta, silahkan mencoba membangun dinding dan atap dari emas, wkwk..]

Atmosfer istana ini tidak semistis Istana Jogja. Mungkin karena terlalu ramai pengunjung.. Yang gw heran, jarak bangunan2 di dalamnya sangat rapat, seperti sudah tidak ada lahan lagi saja. Padahal setiap bangunan dibuat dengan detail yang sangat menarik, sangat presisi, dengan elemen2 kecil yang indah.

Kalo gw disuruh mendesain ulang, Gw akan tarik sedikit lebih jauh jarak antar bangunan supaya pengunjung bisa menikmati setiap elemen dan detail dengan lebih baik. Problem lainnya yaitu panas matahari yang menyengat. Kalo lagi-lagi gw disuruh desain ulang, gw akan desain selasar2 yang adem, nanem pepohonan, dan meletakkan tempat duduk yang nyaman di sepanjang lintasan pengunjung..

Secara keseluruhan puas melihat ‘kegilaan’ konstruksi Grand Palace ini. Proporsi bentuk bangunannya sangat unik [dg pucuk2nya yang berangsur meruncing ke atas], eksekusi material [which is gold] yang sangat detail, juga olahan warna2nya meski meriah, nampak memiliki keteraturan.

Tuk-Tuk.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Tuk Tuk [4 hrs muter2 bkk]

Sepulang dari Grand Palace, kita ditodong oleh seseorang di luar pintu istana. Tadinya kita mau ke Wat Po, tempat Budha raksasa leyehan. Tapi orang ini memberitahu kalo di Wat Po sedang ada upacara dan akan berakhir pukul 4 petang [Waktu itu masih jam 12an siang, terik matahari naujubile] Dia menawarkan jasa Tuk-Tuk, hanya 20 Baht saja (Rp6ribu) dia akan mengantarkan ke Standing Budha, Sitting Budha, dan Golden Mountain diakhiri dengan kunjungan di Sleeping Budha *gw heran, ada yang bisa jelasin ga, kenapa Budha dibuat dg berbagai posisi?* tapi dia bilang di sela-sela kunjungan ini kita akan diajak ke art galleries sebanyak 6 tempat. Demi melihat atap TukTuk yang teduh dan kursinya yang kosong. Langsung saja setuju. *keputusan tanpa pertimbangan yang matang*

Perjalanan dengan Tuk-Tuk ternyata memakan waktu berjam2. Gw jadi mikir bagaimana bisa hanya dengan 20Baht dah dianter muter2 kota?. Kita ngelewatin perkantoran UN, kantor2 pemerintahan, kampus2 dan jalan2 utama Bangkok.. di sepanjang perjalanan, baru tau kalau perjalanan itu ternyata disponsori Art Galleries yang emang konon dah ga laku lagi. Sang supir yang masih berusia 23, Tik, menceritakan, dia dapat subsidi dari setiap toko yang kita datangi. [d*mn! tertipu..]

Setiap Art Gallery yang kita kunjungi memiliki ruang display yang luas dan kosong pengunjung. Penjaga2 dengan gigih menawarkan barang dagangannya yang harganya ga kira2. Ada tukang jahit yang nawarin model celana ala brand kondang dengan harga paling murah 2000Baht (Rp600rb-an), sampai galeri perhiasan yang menawarkan cincin atau kalung dengan mata ruby-thai paling murah 4000Baht (Rp.1,2jt-an), *noway-hosay. Jangan2 informasi upacara di Wat Po tadi berita bohong, Untung gw masih rela, gara2 disupirin keliling Bangkok dg murah-meriah..*

Water taxi, atapnya adjustable naik-turun saat lewat bawah jembatan.. *sugoi!*
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Selepas perjalanan TukTuk yang sukar dilupakan ini, kami mencoba water taxi ke arah Pratunam [Shopping District]. Biaya perjalanan dengan perahu ini murah sekali. Kami hanya dikenakan ongkos 10Baht (Rp3rb) saja, menyusuri sungai2 Bangkok yang disampingnya berderet hunian2 publik setinggi 6-7 lantai, nyupirnya kenceng lagi. Kenek yang nagih duit penumpang berdiri di samping boat, sambil akrobatik ngatur atapnya [naik turun saat lewat bawah jembatan]. Pembatas tepi terbuat dari terpal, bisa dikendalikan secara manual oleh penumpang dengan teknologi mekanika dan prinsip sambungan sendi yang sederhana.. *menarik! coba ya di Jakarta sungainya dibersihin trus ada perahu2 seperti ini, pasti sangat membantu transportasi dan pariwisata kota*

Kami mencoba masuk di satu mall namanya Platinum Mall, [ala2 Mangga Dua], barang2 dijual dengan harga super miring. Apalagi kalo kita beli dengan pembelian minimum 3, harganya turun lagi. Desain2 kaos yang mirip Giord*no dijual dengan 100Baht saja (Rp30rb), baju2 kerja mirip G200* seharga 200Baht (Rp60rb), warna dan modelnya okelah, hanya mutu materialnya kurang sedikit. Tapi buat barang murah dengan desain yang bagus, tetep banyak juga pengunjung yang memborong.

Pengamatan secara sekilas dari segi model baju-kaos untuk kaum muda di Bangkok hampir lebih variatif dengan harga setengah di Bandung, makanya dulu waktu di Bandung gw liat banyak distro dan toko yang menjual barang2 Thailand.. [fyi. di Bandung harganya menjadi 3 kali lipat]

Elevated pedestrian and train path, Victory Monument.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Sekitar tempat gw menginap [Rajavithi], terdapat Victory Monument. Di sini, ga pagi ga malam, banyak yang menjual barang2 murah. Mirip PKL2 di Jakarta. Yang menarik, space pedestrian tidak terganggu. Taman kota juga masih berfungsi tanpa invasi pedagang, aliran pedestrian tetap disediakan. Terdapat struktur jembatan beton yang dinaikkan lengkap dengan escalator dan hanging garden buat meeting point atau tempat ngobrol. Elevated pedestrian ini juga berfungsi menghubungkan jalur pejalan kaki antara sisi jalan2 yang sangat sibuk-padat [fyi. 1 jalur kendaraan terdiri dari 4-6 lajur di downtown]. Di atas struktur yang sama terdapat jalur sky-bus. Di bawah tanahnya dilengkapi dengan subway train. *wuih.. sibuknya*

Makanan hampir sama dengan Krabi, harus pinter2 nyari yang Halal. Kendala bahasa ternyata tidak separah yang diceritakan oleh Aminah, masih banyak orang yang pandai berbahasa Inggris meski buta huruf latin, terutama di daerah2 wisata dan belanja.

Our first class Sleeper Train
Bangkok-Butterworth at Pulau Penang [22 hrs!]*
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

*Premium classnya silahkan googling 'Eastern Oriental Express', jalur Singapore-KL-Butterworth-Bangkok.

Setelah 3 hari 2 malam, kami pun mengakhiri perjalanan di Bangkok. Dan melanjutkan ke Butterworth [di Pulau Penang, Malaysia]. Sama seperti sebelumnya, kami menempuh perjalanan kereta api malam, yang pemberangkatannya dari Stasiun Hua Lamphong.

Tadinya berharap ketemu Aminah lagi. Apa daya ternyata siang itu, penjaga kios informasinya berbeda. Wajah penjaganya kali ini lebih mirip pemain lenong bocah. Dengan setengah ketus, ketika kami tanya lokasi train ke arah Butterworth, dia menjawab,
‘Have you got the tickets? Go to Platform 5!’
Wuduu.. Siap Bu!..

*hari ini Aminah kemana ya? Wkwk..*

Bersambung ke Perjalanan Krabi, Bangkok, dan George Town (part-3)




Profil Kontributor
Dibya, teman saya, adalah pecinta jalan-jalan yang kini bekerja sebagai lecturer di Kuantan, Malaysia. Profesi ini secara tidak langsung memberikannya banyak waktu untuk berjalan-jalan. Untuk tahun 2010, ia sudah menjadwalkan hari-harinya untuk agenda jalan-jalan sepanjang tahun (dengan berburu tiket pesawat promo murmer). Tulisan-tulisan Dibya lainnya dapat diikuti di Dibya Kusyala's Notes.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Web Hosting