Showing posts with label Kota Tua. Show all posts
Showing posts with label Kota Tua. Show all posts

Sunday, May 9, 2010

10 Destinasi Wisata Favorit Sekitaran Jakarta & Jawa Barat

Seringkali para traveler yang berdomisili di sekitaran Jakarta dan Jawa Barat kebingungan untuk menentukan destinasi jalan-jalan yang relatif dekat dan tidak menghabiskan banyak waktu di perjalanan, apalagi untuk pekerja sibuk 9-5 yang hanya memiliki waktu kosong di akhir pekan saja.

Pilihan-pilihan destinasi wisata unik di artikel ini mungkin dapat membantu Anda untuk memutuskan destinasi Anda berikutnya:

10 Destinasi Wisata Favorit Sekitaran Jakarta & Jawa Barat

(1) Kota Tua Jakarta
Lokasi favorit di Jakarta bagi yang suka motret-motret. Kota Tua Jakarta adalah kawasan seluas 139 hektar yang dulu dikenal sebagai Oud Batavia (Batavia Lama), yang mencakup wilayah Jakarta Kota dan sekitarnya, termasuk Pelabuhan Sunda Kelapa.


Jakarta Old Town.
Sumber: wikipedia


Kawasan Kota Tua Jakarta, yang dahulunya sempat tidak tidak terawat selama berpuluh-puluh tahun ini, telah direncanakan untuk dipugar dan dipercantik oleh pemerintah kota Jakarta sejak 1970-an, saat Ali Sadikin masih menjadi Gubernur Jakarta. Namun upaya revitalisasi ini baru mulai terlihat hasilnya pada kurun tahun 2000-an. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan saat itu adalah menutup beberapa jalan di sekitaran Taman Fatahillah sebagai area pedestrian, sehingga mendorong timbulnya aktivitas publik. Dari sana, muncul komunitas-komunitas peduli sejarah yang berfokus kepada Kota Tua, seperti Komunitas Jelajah Budaya yang seringkali mengadakan acara jalan-jalan sekaligus mengkaji sejarah kawasan tersebut.

Pada akhirnya proyek revitalisasi telah sukses menghidupkan kembali sang Oud Batavia, kini berbagai macam kalangan selalu membanjiri Kota Tua Jakarta pada saat akhir pekan.


(2) Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan
Taman Margasatwa Ragunan ini lebih dikenal dengan nama Kebun Binatang Ragunan. Di sini Anda dapat menyewa sepeda (ada juga yang tandem) untuk berkeliling kebun binatang, karena --trust me-- lokasinya luas banget! Kebun Binatang Ragunan memiliki luas sekitar 140 hektar, sehingga membutuhkan waktu sekitar 3-5 jam untuk mengelilingi seluruh penjuru dengan berjalan kaki, itu pun mungkin masih ada tempat yang belum terjelajahi. Opsi sepeda tampaknya memang patut dipikirkan, hehehe...


Pusat Primata Schmutzer di Kebun Binatang Ragunan.

Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009


Di sini juga terdapat Pusat Primata Schmutzer, yakni tempat pelestarian primata yang didanai dan dikelola oleh swasta. Ironisnya, terlihat sekali perbedaan kualitas antara bagian yang disponsori swasta dan bagian mana yang dikelola pemerintah, tapi setelah dipikir-pikir, tampaknya sebanding dengan harga tiket masuk yang hanya Rp 4.500,- per-orang (untuk mengelola kawasan seluas 140 hektar!)


(3) Kepulauan Seribu
Ini salah satu pusat destinasi bagi para pecinta laut. Kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu memiliki tidak kurang dari 40 buah pulau, namun hanya sekitar setengahnya yang telah dikembangkan menjadi pulau resor. Pulau yang terkenal sebagai destinasi wisata antara lain adalah Pulau Bidadari, Pulau Onrust, Pulau Kelor, Pulau Rambut, Pulau Untung Jawa, Pulau Tidung, dan Pulau Putri.

Pulau Rambut di Kepulauan Seribu.
Foto (c) Listya Reina Karyadi, 2009

Biasanya rombongan wisatawan berangkat menuju Pulau Pramuka (pusat pemerintahan kabupaten Kepulauan Seribu) dengan kapal nelayan yang berangkat 2 kali sehari, baru dari sana kita bisa "melompat" ke pulau-pulau lainnya dengan menggunakan perahu nelayan sewaan. Di sini kita bisa menikmati pemandangan pantai, snorkeling, diving, dan makan seafood sepuasnya. Temukan catatan perjalanannya di sini.


(4) Kota Tua Banten Lama
Kota Tua Banten Lama ini merupakan peninggalan Kerajaan Islam Banten, dan berjarak sekitar 2 jam dari Jakarta. Hingga saat ini, reruntuhan situs kerajaan Banten Lama ini masih terlihat kemegahannya. Objek favorit di kawasan ini adalah situs Keraton Surosowan, Masjid Agung Banten, situs Istana Keraton Kaibon, Vihara Avalokitesvara, dan Benteng Spellwijk. Temukan catatan perjalanannya di sini.


Istana Kaibon, Kota Tua Banten Lama.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009


(5) Taman Nasional Ujung Kulon, Banten
Taman Nasional Ujung Kulon telah tercatat sebagai Situs Warisan Alam Dunia oleh UNESCO pada tahun 1991. Berbagai macam aktivitas dapat dilakukan di sini, dari surfing, diving, snorkeling, diving, trekking, hingga mengamati satwa dan berbagai jenis tumbuhan. Taman Nasional ini juga telah menjadi habitat yang baik untuk beberapa satwa langka seperti badak dan rusa. Izin untuk masuk ke Taman Nasional ini dapat diperoleh di Kantor Pusat Taman Nasional di Kota Labuan atau Tamanjaya. Penginapan dapat diperoleh di Pulau Handeuleum dan Peucang. Temukan catatan perjalanannya di sini.


(6) Desa Wisata Sawarna, Banten
Selain menawarkan pantai beserta lautnya yang indah, desa nelayan Sawarna juga menawarkan air terjun, kebun teh, dan gua peninggalan Jepang. Objek wisata yang paling sering didatangi adalah Pantai Ciantir, Gua Lalay, dan Pantai Tanjung Layar. Jalan yang telah diperbaiki terkait kampanye calon presiden setahun yang lalu membuat Sawarna semakin mudah dikunjungi pada saat ini. Berjarak sekitar 8 jam dari Jakarta, mengunjungi Sawarna terasa kurang lengkap jika tidak sekaligus mengunjungi Taman Nasional Gunung Halimun, yang terletak kira-kira 4 jam perjalanan darat dari Sawarna.


Pantai Sawarna.
Sumber: Klinik Fotografi Kompas



(7) Green Canyon, Pangandaran
Cukang Taneuh atau yang lebih dikenal dengan nama Green Canyon, adalah salah satu destinasi wisata favorit di sekitaran Pangandaran. Biasanya wisatawan yang mengunjungi Green Canyon akan sekaligus mengunjungi Pantai Batu Hiu dan Pantai Batu Karas. Green Canyon sendiri adalah bagian bawah jembatan tanah yang tampak seperti gua dan berada di hulu Sungai Cijulang. Pemandangan yang cantik akan membuat takjub para wisatawan yang melintasi Gua Green Canyon. Untuk melintasi gua tersebut membutuhkan sebuah perahu kecil bernama ketinting yang berkapasitas sekitar 7 orang. Temukan catatan perjalanannya di sini.


(8) Ujung Genteng, Sukabumi Selatan
Ujung Genteng adalah sebuah kawasan pantai di selatan Sukabumi, dengan berbagai macam spot wisata tersebar di daerah ini. Berjarak sekitar 200 kilometer dari Jakarta, maka membutuhkan sekitar 6 hingga 8 jam perjalanan untuk mencapai Ujung Genteng. Ujung Genteng menawarkan keindahan alam yang menakjubkan, dari Pantai Ujung Genteng, Penangkaran Penyu Pangumbahan, hingga Curug Cikaso. Di Tempat Pelelangan Ikan, Anda dapat membeli hasil tangkapan laut yang masih segar untuk dimasak dan dinikmati di tempat. Temukan catatan perjalanannya di sini.

Curug Cikaso, the hidden paradise,
terletak 38 km dari Ujung Genteng.

Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2009


(9) Curug 7 Cilember, Cisarua Bogor
Keindahan Curug Cilember memiliki keunikan sendiri karena terdiri dari tujuh buah curug sambung-menyambung yang airnya berasal dari mata air di Bukit Hambalang. Persiapkan fisik Anda jika ingin mengunjungi semua curug karena medannya yang agak berat. Di sini Anda juga dapat mengunjungi Taman Konservasi Kupu-Kupu sebagai habitat pengembangbiakan 12 spesies kupu-kupu.


(10) Garut
Mungkin belum banyak yang tahu bahwa Garut memiliki potensi wisata yang cukup unik selain dodol-nya. Dari candi (Candi Cangkuang), danau (Situ Bagendit), pemandian air panas (Cipanas Indah), pantai (Pantai Rancabuaya dan Pantai Santolo), curug (Curug Orok dan Curug Neglasari) serta gunung (Gunung Papandayan), semua ada di Garut. Temukan catatan perjalanannya di sini.


+ + + + +

REFERENSI
- Departemen Kehutanan: Taman Nasional Ujung Kulon
- Wikipedia: Taman Nasional Ujung Kulon

- Wikipedia: Kepulauan Seribu
- Wikipedia: Jakarta Old Town
- Pariwisata Garut Online

- Curug Cilember, Pesona 7 Air Terjun
- Wisata Edukasi di Wanawisata Curug Cilember
- Wana Wisata Curug Cilember
-
"Intip Jawa Barat bagian Selatan". Majalah Tamasya, edisi Februari 2009.
- "Kisah Segitiga Emas Swiss van Java" oleh Asep Siafullah & Edy Purnomo. Majalah National Geographic Traveler, edisi November 2009.
- "Sawarna, Surga Kecil di Balik Bukit" oleh Mame Slamet.
Majalah National Geographic Traveler, edisi Mei 2010.

Friday, March 26, 2010

Perjalanan Krabi, Bangkok, dan George Town (part-3)

Posting tamu oleh : Dibya Kusyala

Sambungan dari Perjalanan Krabi, Bangkok, dan George Town (part-2)

Tulisan ini merupakan catatan akhir perjalanan Krabi-Bangkok-Georgetown, sebelum kembali ke KL pada awal 2010. Karena content yang cukup banyak, maka tulisan ini dipisah menjadi 2 bagian. Pertama, lebih ke akomodasi dan kota tua Georgetown. Dan kedua, tentang Pulau Penang secara keseluruhan lengkap dengan atraksi-atraksi alamnya yang tersebar.


Georgetown view from ferry.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Meninggalkan Bangkok, kami berempat naik kereta first class sleeper dengan rute Bangkok-Butterworth. Perjalanan 23 jam di atas kereta melewati ratusan kilometer kembali tertolong oleh fasilitas sleeper yang lebih nyaman dibanding perjalanan second class sleeper Suratthani-Bangkok (mungkin karena beda kelas). Kami berangkat sekitar pukul 2 siang (Bkk). Berempat kebagian tiket upper bed semua.

*PS. Thanks Ka Budi, yang membantu pembelian tiket sebulan sebelum keberangkatan yang tinggal tersisa 4 itu doang :p*

Sekitar jam 8 pagi hari berikutnya, kami sampai di pos imigrasi ‘Padang Besar’ yang di dalamnya bergabung counter Thailand sekaligus Malaysia. Semua penumpang harus turun, sama dengan border lainnya. Setiap barang dipindai, bahkan isi koper-koper dikeluarkan untuk dicek satu persatu. Masinis menunggu sampai semua penumpang selesai urusan imigrasi.

Cukup tenang, ga sekhawatir seperti waktu di Custom Singapore-Malaysia yang lebih kompleks. Di
Custom Singapore-Malaysia, selain bangunannya terpisah (Woodland-Johor Bahru), antrian di dua custom terlalu panjang sehingga penumpang sering ketinggalan bus.

Dari Padang Besar, kereta api perlahan tapi pasti menuju Butterworth, melewati wilayah Negeri Bagian Kedah dengan transit di Alor Setar selama setengah jam.


Menuju Georgetown

Georgetown berada di Pulau Penang, yang terpisah sebelah Barat Laut Semenanjung Malaysia. Menuju Georgetown bisa dengan 3 cara (darat, laut dan udara).

Via darat bisa ditempuh dengan bis umum atau kendaraan pribadi melalui Penang Bridge yang konon tersohor. --Tapi gw juga baru tahu bagaimana bentuknya ya saat itu :p--

Via udara dengan penerbangan (AirAsia, Sriwijaya Air, JetStar, TigerAirways, dll) yang pemberhentian akhirnya di Bandara International Pulau Penang. Dari bandara tersebut, terdapat jaringan Rapid-Penang ke KOMTAR di tengah Georgetown dengan harga 2.5 RM /6500 rupiah. Kalo kepepet bisa pake taksi seharga 45 RM /120.000 rupiah sekali jalan.

Pilihan terakhir, via laut dengan titik pemberangkatan dari jetty Butterworth yang 1 lokasi dengan stasiun kereta api (sebagai titik transit KL-Bkk, sekaligus melayani pemberangkatan train ke KL dan ke Bangkok secara terpisah).

Dari tempat kita turun kereta api, cukup berjalan kaki saja menuju jetty (sekitar 200m). Ferrynya mirip dengan rute Ketapang-Gilimanuk di Selat Bali, namun lebih cepat, (20 menit perjalanan). Harganya relatif murah, hanya 1.5RM (4.000 rupiah).

Sepanjang perjalanan laut, di samping kiri ferry terhampar Penang Bridge. Kalau diamati sekilas, bentuknya mirip-mirip Jembatan Suramadu, mungkin lebih panjang, atau mungkin juga lebih tinggi.

Sesampainya di Jetty Georgetown, terdapat stasiun bus. Banyak sekali trayek Rapid-Penang yang siap mengantar ke seluruh penjuru pulau, harganya bervariasi tergantung jarak. Tapi rata-rata sangat murah (paling mahal sekitar 3RM / 10.000 rupiah sekali jalan). Selama berjalan di Pulau Penang sangat terbantu oleh rute-rute bus ini.

Akomodasi
di Georgetown
Untuk penginapan, gw dan rekan mengandalkan Tunehotels.com yang murah. Semalam harga yang gw dapat selama ini berkisar 30-50RM (100.000-130.000 rupiah) dengan cara booking 2-3 bulan sebelumnya (double room-standard). Kalau mendadak (walk-in booking), harga normalnya 90RM (270.00 rupiah), dan bisa lebih mahal kalo lagi musim liburan.

Lokasi Tune terletak di Jalan Burmah
. Cukup strategis, karena tepat di samping foodcourt ‘New World’ dan bisa berjalan kaki 10 menit ke podium Kompleks Tun Abd Razak/KOMTAR yang merupakan menara tertinggi di Pulau Penang. Di podium KOMTAR berkumpul banyak resto, café dan stasiun transit bus dari arah jetty yang mengantar ke berbagai titik di Pulau Penang.

Berkeliling Georgetown

Area konservasi Georgetown berisi bangunan-bangunan bersejarah terkonsentrasi di ujung timur laut pulau. Kalo mau berkeliling kota tua ini, disediakan bus shuttle yang bernama Central Area Transit/CAT (berwarna kuning). Titik-titik transit CAT bus ini merupakan titik kunjungan wisata yang termasuk dalam heritage trail.

Bus ini gratis, membawa kita berputar melalui jalan-jalan yang di antaranya bertebaran artefak-artefak arsitektur Portugis, Inggris, China, dan India.

Kuliner
Untuk makanan, konon Penang sangat terkenal di kalangan penggemar Chinese Food, dengan spesialisasi seafood dan laksa-nya. Namun perlu dicatat, karena non-muslim menguasai tengah Bandar, maka sangat susah menemukan resto yang halal.

Makanan Halal hanya ditemui di kedai-kedai mamak (kedai Indian muslim), yang memiliki menu andalan Ayam Tandoori dan Nasi Kandar.

Kalau ente tinggal di Tune, dengan berjalan sedikit ke arah Menara UMNO, terdapat kedai Nasi Kandar Pelita (seberang Museum Dr. Sun Yat Sen). Satu porsi sekitar 5 RM (15.000 rupiah).

Kiri: Tandoori Chicken at Nasi Kandar Pelita;
Kanan:
Georgetown white coffee ice and roasted bread with 'kaya' jam.. :9
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009


Kalau ingin pengalaman kuliner unik, di area konservasi (tepatnya samping Masjid Kapitan Keling), terdapat Nasi Kandar Beratur 'Qoliyatut Tali' yang bukanya setiap pukul 10pm. Tapi antriannya panjang banget. Sampai 50 orang setiap baru buka, konon karena saking enaknya. Tapi pas nyobain sebelas-duabelas saja dengan Nasi Kandar Pelita. --Lebih mahal iya... Mungkin karena kedai ini dulunya pelopor jualan nasi kandar di Georgetown--


Café dan tempat minum juga tersebar rata di sepanjang area komersil. Rekomendasi gw minum di kedai kopi putih Georgetown di podium Komtar (kopi putih disajikan panas/dingin, dengan kelengkapan roasted-bread with butter & Kaya Jam). Menu makanan dan minuman lain juga tersedia, bisa puas dengan suasana interior kedai kopi jaman British yang unik. Semua perabotnya masih perabot antik dengan penerangan cukup remang-remang. :p

Kota Tua Georgetown

Georgetown merupakan UNESCO Heritage City di Malaysia, selain Melaka. Kalo Melaka landscape-nya berbukit-bukit, naik turun, dengan kota yang struktur pedestriannya berkoneksi secara organik, maka Georgetown kebalikannya. Situs-situs sejarah Georgetown terletak pada landscape kota yang datar dan lebih urban dengan pengaturannya yang ‘gridy’.

Di kota tuanya terdapat peninggalan Peranakan --keturunan Chinese yang berakulturasi dengan budaya Melayu: berupa kuil, mansion, ruko-- dan situs-situs keturunan India (Bengali, Kapitan Keling, Kuil, pasar). Semua tersebar pada jalanan yang membentuk ‘lot-lot kapling’.

Lotus as sacrifices ('sesajen') at China Town's temples.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Untuk area konservasi, istilah jalan diubah menjadi ‘lebuh’ dan ‘lane’. Yang cukup menarik di sana penamaannya masih ala-ala kependudukan British, kalau jeli di dalamnya kita bisa menemukan Love Lane, Lebuh Buckingham, Lebuh Manchester dan sejenisnya.

Lebuh Champbell, at Georgetown's central.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Area Pemugaran Kota Tua Georgetown
Area-area pemugaran ditandai dengan lantai paving atau beberapa terbuat dari cobalt-stone. Cukup memudahkan turis untuk mengetahui apakah di daerah itu terkonsentrasi artefak yang dikonservasi atau bukan.

Beberapa gedung yang berhasil dikonservasi memiliki booth kecil di depan tapaknya. Booth ini memperlihatkan proses renovasi dari foto-foto awal sebelum direkonstruksi, awal proyek dimulai, sampai penjelasan tentang perubahan-perubahan yang dilakukan dari desain awal sehingga mendapatkan bangunan renovasi yang siap digunakan kembali.

Dengan demikian kita bisa mengamati bagaimana situs-situs arsitektur yang berusia ratusan tahun itu dibangun ulang. Cukup menarik.

Tercatat beberapa mansion di Georgetown menjadi contoh menarik untuk pemugaran situs budaya dengan fungsi baru atau tetap seperti yang lama. Misalnya Blue Mansion yang mendapatkan award untuk kategori 'most successful renovation' dari UNESCO. Mansion ini diubah fungsi menjadi hotel butik dengan pengamanan yang sangat ketat.

Details at Blue Mansion.
This building is the most famous one at Georgetown,
because of UNESCO Award (the most successful renovation category).
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Pengunjung tidak sembarangan bisa masuk ke dalamnya. Itu pun dengan waktu kunjungan yang hanya 2 kali sehari, pada jam 11 dan 3 sore (selama 30 menit) dan hanya untuk 20 orang pertama! Memasuki museum ini membayar rata-rata 10RM sekali masuk (27.000 rupiah).

Selain area Chinese dan India, terdapat beberapa situs sejarah yang menandai kependudukan Inggris dan Portugis di Pulau Penang.

Benteng Fort Cornwallis yang berada di titik paling ujung menandakan awal pembukaan wilayah Pulau Penang oleh kaum penjajah. Benteng ini berisi gereja tua, meriam-meriam dan gudang mesiu, serta penjara-penjara tua yang diubah fungsi jadi galeri berisi panel-panel tentang kedatangan Portugis ke Penang.

Peninggalan Inggris dapat kita temui pada sekumpulan bangunan kolonial yang berdekatan dengan benteng Cornwallis. Terdapat City Hall, Parlianment Assembly, dan beberapa bangunan yang sekarang difungsikan untuk kantor-kantor Bank.

Georgetown City Hall.
Foto (c) Dibya Kusyala, 2009

Oh ya ketika menyusuri tepian pantai Georgetown, gw menemui monumen peringatan perang setelah kemerdekaan, untuk memperingati gugurnya pejuang melawan serangan dari Indonesia (?). --Baru tahu kalau dulu Indonesia pernah perang dengan Malaysia pada jaman Sukarno. Mmm..--

Tips Berjalan-jalan di Georgetown
Untuk panduan berjalan-jalan, ikuti saja flyer yang dibagikan oleh Pejabat Warisan Budaya Dunia UNESCO, semua obyek penting sudah tercantum di dalamnya. Semua bangunan peninggalan ini berkumpul pada area downtown, dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki seharian.

Kalau ga salah ada 40 bangunan lama yang menandai uniknya Georgetown. Tipologinya Mansion, Kuil, Gereja, Urban Amenities, dan Sekolah. Meski tampilannya jadul Georgetown nampak tetap menarik.

Semua aktivitas baru penduduknya tidak merusak bangunan-bangunan lamanya. Bahkan kerusakan yang signifikan pada gedung tuanya terus diperbaiki dan dibangun ulang dengan penelusuran data dan foto oleh dewan kotanya.

+ + + + +

Perjalanan ke Georgetown ini melengkapi informasi tentang sejarah Negara Malaysia. Lebih afdol lagi bila Anda juga telah mengunjungi Melaka di Bagian Selatan Semenanjung.

Bersambung ke Perjalanan Krabi, Bangkok, dan George Town (part-4) - coming soon



Profil Kontributor
Dibya, teman saya, adalah pecinta jalan-jalan yang kini bekerja sebagai lecturer di Kuantan, Malaysia. Profesi ini secara tidak langsung memberikannya banyak waktu untuk berjalan-jalan. Untuk tahun 2010, ia sudah menjadwalkan hari-harinya untuk agenda jalan-jalan sepanjang tahun (dengan berburu tiket pesawat promo murmer). Tulisan-tulisan Dibya lainnya dapat diikuti di Dibya Kusyala's Notes.

Sunday, February 14, 2010

Merayakan Imlek di Pecinan

Kemarin (13 Februari 2010), saya dan teman-teman mengikuti acara Komunitas Jelajah Budaya: Malam Tahun Baru Cina di Pecinan (Glodok, Jakarta Barat). Acaranya jam 5 sore hingga tengah malam, titik temu awalnya di Museum Bank Mandiri, dengan biaya pendaftaran Rp80.000,- per-orang.

Berangkat dari rumah sekitar jam 4 sore, saya kira waktu 1 jam dari Cipete akan mencukupi untuk sampai di Kota jam 5 sore. Ternyataaa... karena bus TransJakarta-nya penuh banget, kami baru sampai di Kota nyaris telat 1 jam! Untung saja, ternyata sistem dari Komunitas Jelajah Budaya amat praktis, mereka membagi grup jalan-jalan (sekitar 30 orang per-grup) sesuai dengan waktu kedatangan, hehehe jadilah kita grup terakhir. Grup dibagi dan dibedakan dengan warna pin, kami sendiri mendapat pin HIJAU (grup paling telaaattt, hehehe).


Grup Pin Hijau! Siap berangkat ke Pecinan, Glodok.
Foto (c) Ayudya Novinier, 2010.


Acaranya:
- Mengelilingi Museum Bank Mandiri,
- Makan malam & nonton film jadul,
- Atraksi Barongsai, daaann...
- Berputar-putar di Pecinan, Glodok

Rute yang kami lalui di Pecinan: ... Maaf, sejujurnya saya tidak terlalu menangkap apa yang dijelaskan oleh guide, hehehe... Sayangnya walaupun sudah menggunakan toa, suara guide tetap terdengar sayup-sayup. (Maap mbak! Huhuhu...)

Kami juga sempat melewati Gereja Santa Maria de Fatima. Gereja ini unik, karena berada di kawasan Pecinan, jadi desain gereja ini bernuansa Cina. Katanya, dinamakan Fatima karena ada yang melihat penampakan Bunda Maria di pegunungan Fatima, Spanyol.


Suasana Imlek di Pecinan.
Foto (c) Herajeng Gustiayu, 2010.


Sayangnya kami tidak sempat ikut acara ini sampai selesai, tapi secara keseluruhan, seru kok... Ketemu banyak orang baru yang suka jalan-jalan juga. :)

Kalo tertarik ikutan acara Komunitas Jelajah Budaya berikutnya, ini flyernya ya (klik untuk memperbesar):


Sampai jumpa di acara berikutnya. :)

Friday, January 29, 2010

Djakarta Tempoe Doeloe

Posting tamu oleh : Juningsih Anggraeni

Heee.. saya gak nyangka kalau Jakarta ternyata masih punya banyak tempat-tempat antik bersejarah yang layak dikunjungin selain Monas sama Museum Gajah. Misalnya nih, Museum Prasasti, Museum Wayang, Museum Fatahilah, Menara Syahbandar, Museum Bahari dan Pelabuhan Sunda Kelapa. Hihihihi, anak Jakarta yang gak gaol [gaul pake "O" jadi gaol biar makin ngenes!] ~wink2~

Nah, saya mo bagi-bagi cerita nih, trip "Djakarta Tempoe Doloe" bareng Outpack™ Indonesia.

(1) Museum Prasasti
Tempatnya agak-agak spooky gimana gituh, ya maklum lah ya namanya juga menyambangi makam. Meski kebanyakan kerangka sudah diambil keluarga dan dipindahkan ke negara asalnya, tapi konon katanya masih ada satu kerangka enggan hengkang, mitosnya selalu ada akar pohon yang melilitnya sehingga sukar untuk dipindahkan. Wew, ini mah kerangka penjajah yang cinta mati sama Indonesia Raya kali yak, hehe..
Ada loncengnya di pinggir gerbang masuk makam, katanya sih dulu waktu jenazah di bawa ke makam ini melalui Kali Krukut, lonceng itu dibunyikan.. bunyinya, teng-teng-teng gitu deh.. 'kerenan' bunyinya ini seh daripada tukang bakso yang sering lewat depan rumah *hehe, garink*. Terus ada kereta jenazahnya Presiden RI pertama kita, Soekarno. Kurang lebih mirip-mirip lah sama keretanya Cinderela, hahaha, boong banget!


Kenapa sih makam koq malah dibilang Museum Prasasti? Yang betul, dulunya bekas pemakaman. Tapi sama Pemda Jakarta di pugar dan di revitalisasi menjadi museum prasasti karena banyak nisan-nisan di sana yang bentuknya sangat artistik. Kebanyakan sih nisan-nisan di sana berbentuk wanita dan malaikat-malaikat yang rupanya suka muncul di pelem-pelem bule atau di pideo klip anak-anak band gitu.

****Rating 4 buat uji nyali Dunia Lain! wkwkwkwkw..
INFO | Museum Prasasti menempati lahan bekas pemakaman orang Belanda yang dulunya bernama Kebon Jahe Kober dengan luas lahan 5,5 hektar yang dibangun pada tahun 1975. Di museum ini dihimpun berbagai prasasti dari zaman Belanda dan sebelumnya, serta makam beberapa tokoh Belanda dan Inggris seperti: A.V. Michiels (terkenal pada perang Buleleng), Dr. H.F. Roll (Pendiri STOVIA atau Sekolah Kedokteran pada zaman Belanda), J.H.R. Kohler (terkenal pada perang Aceh), Olivia Marianne Raffles (istri Thomas Stamford Raffles), dan Kapitan jas yang makamnya diyakini sebagian orang dapat memberikan kesuburan, keselamatan, kemakmuran dan kebahagiaan.

Alamat: Jalan Tanah Abang I Nomor 1, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Telp: 021 3854060
Jam Operasional:
Selasa – Minggu: 09.00- 15.00.
Senin dan hari libur nasional Tutup.
Harga Tiket Masuk:
Dewasa : Rp 2.000;
Mahasiswa : Rp 1.000;
Anak-anak : Rp 600
(2) Museum Wayang
Namanya juga museum wayang, ya isinya kebanyakan wayang. Dari yang kulit sampe keluarganya cepot. Tau cepot kan? Iyak betul, kembarannya Mang Asep Sunarya, wkwkwkw... peace ah!

Ada juga topeng-topeng dengan model wajah yang unik. Kalo temen-temen berkunjung ke sana, salam yah buat Kedok Pentoel, one of my fav mask! Ada juga wayang ato puppet dari berbagai negara lainnya kaya Inggris dan Perancis, kalo dipikir-pikir mirip2 si Chuky semua tampangnya, wkwkwkwkw.. atut! Ada yang keren juga, wayangan berbentuk Adam dan Eve beserta gunungan-nya. Tau gak gunungan wayang entu yang mana? itu yang kaya kipas, hehe..

Yang harus diketahui sama pengunjung neh, dilarang motret pake blitz. Karena dikhawatirkan lampu blitz yang menembak langsung pada objek akan mempengaruhi warna wayang (pudar).

Buat yang mo beli suvenir, disediakan di depan pas pintu masuk. Suvenir khas museum wayang atau berbau wayang.. Ada handkey, bookmark, stationery sampe wayangnya juga ada! Dipilih, dipilih, dipilih...

*
I bought some of bookmarks, trs dikasih bonus satu. Bonusnya terus dikaseh "jampe2", katanya supaya nanti jodoh gw setia, ehm..hm..ehm.... amin aja dah pak! ^_^
INFO | Gedung Museum Wayang beberapa kali mengalami perombakan. Pada awalnya bangunan ini bernama De Oude Hollandsche Kerk ("Gereja Lama Belanda") dan dibangun pertama kali pada tahun 1640. Tahun 1732 diperbaiki dan berganti nama De Nieuwe Hollandse Kerk ("Gereja Baru Belanda") hingga tahun 1808 akibat hancur oleh gempa bumi pada tahun yang sama. Di atas tanah bekas reruntuhan inilah dibangun gedung museum wayang dan diresmikan pemakaiannya sebagai museum pada 13 Agustus 1975.

Alamat : Jl Pintu Besar Utara No. 27, Jakarta Kota.
Telp : 021 6929560 / 6927289
Jam Operasional :
Selasa – Minggu : 09.00 – 15.00.
Senin dan hari libur nasional Tutup.
Harga Tiket Masuk:
Dewasa : Rp 2.000;
Mahasiswa : Rp 1.000;
Anak-anak : Rp 600
(3) Museum Fatahilah
Buat yang punya kamera bagong alias kamera profesional bak potograper, banyak spot yang bagus buat poto-poto di sini. Lah? ini kunjungan museum apa mo poto-poto prewedding seh? hehehe, biar Museum trip tapi narsis jalan terus downk! Isinya ada furniture jadul peninggalan pada masanya, bangunan besar bertingkat dengan jendela-jendela besar yang unik buat poto (dogh, narsis lagi!).

Museum Fatahilah dan area sekitarnya kan kental dengan kota tua-nya! Tau stasiun kota kan? Nah kalo tau, kalian jadi bisa ngebayangin sisa-sisa gedung tua yang masih pada bertengger di sana.

Temen-temen, Museum Wayang dan Museum Fatahilah ini juga letaknya berdekatan lho, tinggal lompat juga nyampe.. *jangan percaya!*

Maksudnya mereka cuma dibatasi area halaman yang sama, nah kalo mau merasakan yang lebih jadul di antara keduanya. Ada rental sepeda ontel di depan museum wayang lengkap dengan topi 'kebangsaan' menir Belanda.. Kisaran rental katanya mulai 10ribuan, coba aja nego karena biasanya cuma buat muter2 di depan Museum Wayang dan Museum Fatahilah doank. Bawa pulang sepeda, telanjangin ;P wkwkwkwkw, gak se-ektrim itu deeyh. Becanda!

***Rating 3 buat yang mo pre-wedd dengan low budget.
INFO | Museum Fatahillah yang juga dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta atau Museum Batavia adalah sebuah museum dengan luas lebih dari 1.300 meter persegi. Gedung ini dulu adalah Stadhuis atau Balai Kota (Gouvernourskantoor) , yang dibangun pada tahun 1707-1710 atas perintah Gubernur Jenderal Johan Van Hoorn. Bangunan balaikota itu serupa dengan Istana Dam di Amsterdam, terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara. Pada tanggal 30 Maret 1974, gedung ini kemudian diresmikan sebagai Museum Fatahillah.

Alamat: Jl. Taman Fatahillah No. 1 Jakarta Barat 11110
Telp: 021 6929101
Jam Operasional :
Selasa – Minggu : 09.00 – 15.00.
Senin dan hari libur nasional Tutup.
Harga Tiket Masuk:
Dewasa : Rp 2.000;
Mahasiswa : Rp 1.000;
Anak-anak : Rp 600
(4) Menara Syahbandar
Saya cuma bisa bilang, unik! Begitu menjejakkan kaki di tempat ini, serasa dapet hawa jaman-jamannya VOC dulu, kayaknya gak nyangka kalo disitulah ditetapkan kilometer 0 dari Batavia. Ada berapa lantai ya lupa, tapi buat yang takut ketinggian, hehe, bisa bikin lemes kaki juga, soalnya simpang anak tangga satu dengan yang satunya gak rapet-rapet amet, jadi bisa langsung njeglok liat bawah gitu, hehehe bahasa gw primitip abies.. i'm heightphobia!




Terus waktu naek emang jadi agak pusing, entah karena takut apa karena kondisi menara yang katanya miring ituh.. Sampe di loteng atas, eh bisa liat ada tulisan VOC dari jauh..
Wow, amazing! Amazing sama kali Pasar Ikan maksudnya, item2 banyak sampah gituhhh.. yaiks.. eh terus apaan tuh kapal laut gede-gede, gak taunya bisa melihat jelas Pelabuhan Sunda Kelapa, keren juga yak Batavia punya gaye, hehe :)
INFO | Menara Syahbandar (Uitkijk) dibangun sekitar 1839 yang berfungsi sebagai menara pemantau bagi kapal-kapal yang keluar-masuk Kota Batavia lewat jalur laut serta berfungsi kantor "pabean" yakni mengumpulkan pajak atas barang-barang yang dibongkar di Pelabuhan Sunda Kelapa. Menara ini sebenarnya menempati bekas bastion (kubu) Culemborg yang dibangun sekitar 1645, seiring pembuatan tembok keliling kota di tepi barat. Sebelum dibangun Menara Syahbandar, fungsi menara pemantau sudah dibangun diluar dekat bastion Culemborg dengan bentuk "tiang menara", diatasnya terdapat "pos" bagi petugas. Salah satu saksi bisu perkubuan Belanda adalah pintu besi di bawah Menara Syahbandar yang, menurut infomasi penjaga menara, menyambung ke dalam lorong bawah tanah menuju Masjid Istiqlal. Semasa penjajahan, lokasi yang menjadi Masjid Istiqlal sekarang adalah benteng Belanda. Pada tahun 1977, Gubernur Jakarta Ali Sadikin meresmikan tugu di lokasi Menara Syahbandar sebagai penanda Kilometer 0 Batavia di masa lalu. Bertambahnya usia bangunan hingga saat ini kurang lebih 168 tahun, membuat bangunan setinggi 12 meter dengan ukuran 4x8 meter ini, secara perlahan menjadi miring sehingga kerap disebut "Menara Miring". Posisinya yang persis disisi jalan raya Pakin, dimana setiap hari padat oleh kendaraan dan tak jarang jenis kendaraan berat seperti truk kontainer, menambah beban getar disisi selatan menara.

Alamat: Pasar Ikan No. 1. Kel. Penjaringan Kec. Penjaringan, Jakarta Utara, Jakarta 14440
Jam Operasional:
Selasa – Minggu: 09.00- 15.00.
Senin dan hari libur nasional Tutup.
Harga Tiket Masuk:
Dewasa : Rp 2.000;
Mahasiswa : Rp 1.000;
Anak-anak : Rp 600

(5) Museum Bahari
Di museum ini ada apa ya? ada banyak koleksi yang berbau laut yang jelas, dari mulai jangkar sampai replika kerangka pinisi. Ada gambar-gambar kota Batavia jaman jebot, ada kaya semacam tungku entah untuk kopi atau pembakaran di kapal :P jadul abisss, unik! maklum teknologi Belanda. Ruangan satu ke ruangan yang laen yang digunakan untuk memerkan koleksi benda-benda yang tidak terlalu banyak malah bikin kesannya syerrrr tek dung alias a bit spooky juga. Jadi jangan ketinggalan dari rombongan apalagi ketinggalan di lantai atas, wkwkwkwkw.. And be careful beberapa tangga sudah mulai agak reot.


Daya tarik Museum Bahari menurut saya malah ada di luar. Benar, Jendela! Jendela hijau fuschia dan coklat besar saling berhadapan, lagi-lagi spot yang bagus buat poto-poto lagian jauh dari kesan spooky. *iya lah jreng soale poto-potonya siang, nah kalo malem??*
INFO | Di ujung Utara Ibukota Jakarta, tepatnya pada kawasan kuno pelabuhan Sunda Kelapa, berdirilah Museum Maritim (Museum Bahari) yang memamerkan berbagai benda peninggalan VOC Belanda pada zaman dahulu dalam bentuk model atau replica kecil, photo, lukisan serta berbagai model perahu tradisional, perahu asli, alat navigasi, kepelabuhan serta benda lainnya yang berhubungan dengan kebaharian Indonesia. Museum ini mencoba menggambarkan kepada para pengunjungnya mengenai tradisi melaut nenek moyang Bangsa Indonesia dan juga pentingnya laut bagi perekonomian Bangsa Indonesia dari dulu hingga kini. Museum ini juga memiliki berbagai model kapal penangkap ikan dari berbagai pelosok Indonesia termasuk juga jangkar batu dari beberapa tempat, mesin uap modern dan juga kapal Pinisi (kapal phinisi Nusantara) dari suku Bugis (Sulawesi Selatan) yang kini menjadi salah satu kapal layar terkenal di dunia.

Alamat: Jln. Pasar Ikan No. 1. Kel. Penjaringan Kec. Penjaringan, Jakarta Utara, Jakarta 14440
Telp: 021 6693406
Jam Operasional:
Selasa – Minggu: 09.00- 15.00.
Senin dan hari libur nasional Tutup.
Harga Tiket Masuk:
Dewasa : Rp 2.000;
Mahasiswa : Rp 1.000;
Anak-anak : Rp 600

(6) Pelabuhan Sunda Kelapa
Bisa ngebayangin gak, kalo Pelabuhan Sunda Kelapa udah selama itu umurnya? Mungkin masa-masanya Brama Kumbara sama Mantili kali yah, hahahaha.. Jaman kerajaan. Well, baru sekali ke pelabuhan dan wow, bersejarah banget ni pelabuhaaaaaan! Kapalnya gede-gede, masih kapal kayu bukan tipe-tipe cruise ship to Carribbean gitu *ya e-yalah, bletak!*
Pelabuhan ini terutama disinggahi kapal-kapal antarpulau dan pelayaran rakyat dengan komoditas utama kayu, bahan kebutuhan pokok, barang kelontong, dan bahan bangunan.
Kalo beruntung bisa ketemu turis asing juga yang lagi trip ke pelabuhan ini, tapi kalo gak beruntung, hehehe, kalo jumlahnya rombongan siap-siap di datengin petugas berseragam - biasalah, uang rokok!


And the trip was ended here.
INFO | Meskipun sekarang Sunda Kelapa hanyalah nama salah satu pelabuhan di Jakarta, daerah ini sangat penting karena desa di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa adalah cikal-bakal kota Jakarta yang hari jadinya ditetapkan pada tanggal 22 Juni 1527. Kala itu Sunda Kelapa milik Kerajaan Sunda yang beribukota di Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang kota Bogor) yang direbut oleh pasukan Demak dan Cirebon. Walaupun hari jadi kota Jakarta baru ditetapkan pada abad ke-16, sejarah Sunda Kelapa sudah dimulai jauh lebih awal, yaitu pada zaman pendahulu Kerajaan Sunda, yaitu kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Tarumanagara pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kelapa menggunakan bahasa Malayu yang umum di Sumatera, yang kemudian dijadikan bahasa nasional, jauh sebelum peristiwa Sumpah Pemuda.

Alamat : Jl.Maritim No.8 Sunda Kelapa 14430
Telp: 021 6928888
Tiket Masuk: Lupa-lupa inget tentang tiket masuk, kalo gak salah per mobil sekali masuk Rp 500 - 1.000
+ + + + +

Kesannya, selain jadi tahu di mana letak-letak tempat antik itu bersembunyi, dapet juga tuh feel-nya merasa memiliki Jakarta, hallah.. Djakarta Tempoe Doloe.

Temen-temen yang berminat pastinya bisa langsung ngacir ke tempat-tempat diatas. Budgetnya amat sangat terjangkau kan? Tapi klo temen-temen gak mau repot, dan mau tinggal ikut dan poto-poto ajah gitu misalnya bisa mengikuti paket-paket trip Outpack yang ditawarkan.
Paket Djakarta Tempoe Doeloe yang saya ikuti 17 Januari ditawarkan dengan biaya Rp. 175.000/org.

Saya sendiri cukup puas :) dan ketagihan pengen jalan-jalan lagi bareng Outpack, hihi.. rejeki (baca: duit) datanglah!

Mudah-mudahan bisa dijadikan pilihan buat jalan-jalan hemat, ya!

*Foto-foto koleksi pribadi, Outpack Indonesia & Nuh Bayu Putra.


Profil Kontributor
Juni, teman saya, pekerja kantoran yang selalu terlihat bersemangat ini, membagikan pengalamannya berkeliling Jakarta sekaligus berwisata sejarah dengan tur berpemandu. Mengikuti tur berpemandu merupakan salah satu opsi dalam berjalan-jalan (apalagi kalau low-budget tour), karena semua objek wisata dapat didatangi sekaligus mendapatkan informasi sejarah yang terjamin karena dipandu oleh tour guide yang relatif telah berpengalaman, sehingga efisien terhadap waktu & tenaga. Tulisan Juni lainnya dapat diintip di blog pribadinya : simplyfootnotes

Monday, November 30, 2009

Berwisata Sejarah di Kota Tua Banten Lama

UPDATE - Posting ini sempat muncul di situs indobackpacker.com
pada tanggal 19 Juni 2010


Titik-titik air hujan mulai menampar kaca mobil saat kami mencapai kawasan Banten Lama, setelah menempuh perjalanan sekitar dua jam dari Jakarta, 11 km dari pintu tol Serang Timur. Awan tebal berwarna abu-abu terlihat menggantung di langit. Seluruh penumpang di dalam mobil yang berjumlah delapan orang mengeluh dan berdoa agar hujan tidak menjadi semakin lebat.


Ini adalah perjalanan jauh pertama kami secara bersama-sama, setelah beberapa tahun yang lalu berpisah dari satu rumah kost yang sama di Bandung, saat satu persatu telah selesai menjalani masa perkuliahannya masing-masing.

Awalnya...
Rencana menjelajahi sisa kejayaan Kerajaan Islam Banten ini muncul saat kami berdiskusi, enaknya jalan-jalan selanjutnya ke mana ya? Dari browsing internet, akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi situs ini, yang terletak relatif tidak jauh dari kota Jakarta, sehingga perjalanan dapat dilakukan sehari penuh tanpa perlu menginap. Lucunya, saat mendekati hari H satu persatu peserta berguguran karena acara mendadak dan lain sebagainya. Namun pada hari H-1, semua akhirnya menyanggupi untuk mengikuti tur kecil-kecilan tersebut karena ada pasangan muda yang mau mensponsori transportasi. *Thanks CiKi!* :))

Akhirnya pada tanggal 28 November 2009 lalu kami merealisasikan rencana tersebut. :) Kami berangkat dari Jakarta sekitar jam 09:00 (yang rencana awalnya jam 07:00, hehehe), dan tak terasa sekitar dua jam telah kami lewati untuk mencapai Banten Lama. Gerimis sempat datang sebentar saat kami tiba dan berpotensi mengacaukan acara jalan-jalan kami, namun tak terlalu kami hiraukan, walaupun membuat kami sedikit resah.



Perjalanan Menuju Banten Lama - Sempat deg-deg-an
karena gerimis sempat datang saat kami tiba dan
berpotensi mengacaukan acara jalan-jalan kami

(11:00) Setelah kami memarkir mobil di area parkir yang dikelilingi warung-warung kecil, kami menuju Benteng Keraton Surosowan. Dinding benteng dengan konstruksi batu bata merah dengan campuran kapur itu terlihat megah, rupanya ia masih menyimpan sisa-sisa kejayaan masa lampau. Situs ini dikelilingi oleh pasar yang dikelola oleh penduduk, sehingga kami harus berputar-putar dahulu untuk mencari gerbang masuk ke dalam benteng tersebut. Rentetan keluh kesah mulai bermunculan lagi saat kami mendapati gerbang besi ke dalam benteng tersebut terkunci!

Tak hilang akal, setelah melihat beberapa orang penduduk memanjat dinding benteng tersebut, salah seorang di antara kami pun turut memanjat. "Wah isi dalam bentengnya bagus!", serunya setelah berhasil mencapai atas dinding benteng. Tapi sisa dari rombongan pun hanya tersenyum simpul, karena meragukan kemampuan masing-masing dalam "pemanjatan ilegal" tersebut, hehehe...

Awan kelabu terlihat semakin kelabu, sehingga salah seorang teman lainnya mengusulkan untuk melihat-lihat dahulu ke dalam Museum Kepurbakalaan Banten Lama, yang terletak tepat di depan Benteng Surosowan, sekaligus mencari guide yang mungkin dapat membantu kami dalam menjelaskan sejarah peninggalan Kerajaan Islam Banten tersebut.

Museum Kepurbakalaan Banten Lama
Tarif masuk ke dalam museum hanya Rp 1000,- per orang. Di museum ini kami berkenalan dengan Pak Slamet, yang selanjutnya menjadi teman perjalanan kami dalam menyusuri jejak sejarah Kerajaan Islam Banten. Pak Slamet sebagai guide dengan sabar menjelaskan secara rinci sejarah Kerajaan Islam Banten dengan menunjukkan foto-foto dan alat peraga yang terdapat di dalam museum.



Museum Kepurbakalaan Banten Lama - Sayangnya kurang terawat...

Karena bawaan saya yang selalu tidak dapat berkonsentrasi apabila dijelaskan secara lisan tanpa alat peraga visual, saya dengan gelisah menatap ke sekeliling, dan merasa agak kecewa karena museum tersebut tampak kurang menggugah dan kurang menarik. Benda-benda sejarah yang dipajang tampak berdebu dan terlihat kurang terawat. Seorang teman berceletuk, seharusnya museum ini dapat dijadikan lebih menarik apabila dibuat semacam alat peraga visual yang menjelaskan secara jelas beserta bukti otentik mengenai wujud bangunan keraton pada masa itu. Saya setuju. Hehehe...

Namun dari beberapa sumber yang telah saya baca, ternyata memang sejarah Kerajaan Islam Banten sejak abad 16 hingga abad 19 belum terkuak secara detail hingga saat ini. Potongan-potongan sejarah Kerjaan Islam Banten masih ditelusuri dan dikumpulkan oleh para sejarawan sampai detik ini.

Tapi secara keseluruhan, setidaknya museum tersebut telah memberikan gambaran secara garis besar akan sejarah dan kehidupan sehari-hari penduduk Kerajaan Islam Banten pada masa silam.

Hot Tips: Pihak museum menawarkan semacam paket tur arkeologi, sekitar Rp 100.000 - 150.000,- untuk maksimal 10 orang. Nanti kita akan diajari cara mencari dan menggali sebuah situs sampai cara mendokumentasi artefak yang ditemukan.

Situs Keraton Surosowan
Tak terasa akhirnya tur di dalam museum berakhir. Sekarang saatnya tur yang sesungguhnya! Keluar dari museum secara reflek saya langsung mendongak ke arah langit dan takjub mendapati awan kelabu mulai bergerak ke arah barat. Langit biru mulai terlihat di balik awan mendung. Karena habis gerimis, angin terasa lebih sejuk dibandingkan saat kami baru datang. Dengan sumringah kami menuju Benteng Surosowan. Dan ternyata Pak Slamet dititipi kunci oleh penjaga museum, dan akhirnya kami pun berhasil masuk ke dalam benteng! Yippy!


Situs Keraton Surosowan - Dulunya tempat tinggal
para sultan Banten yang dibangun pada tahun 1552

Begitu gerbang dibuka, kami melihat sisa reruntuhan Keraton Surosowan di dalam benteng. Walaupun berupa reruntuhan, tumpukan batu bata merah dan batu karang tersebut masih tampak membentuk sebuah bangunan keraton.

Dari beberapa sumber, disebutkan bahwa reruntuhan keraton seluas sekitar 3,5 hektar ini dulunya merupakan tempat tinggal para sultan Banten yang dibangun pada tahun 1552. Pada tahun 1680, benteng ini dihancurkan Belanda akibat peperangan antara Kerajaan Banten dan penjajah Belanda, pada saat itu Kerajaan Islam Banten berada di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Keraton ini sempat diperbaiki namun kemudian dihancurkan kembali pada tahun 1813, karena pada saat itu sultan terakhir Kerajaan Islam Banten, Sultan Rafiudin, tak mau tunduk kepada Belanda.

Menurut Pak Slamet, dulu situs ini hanya tertutup gundukan tanah, hingga kemudian mulai digali dan dipugar kembali pada sekitar tahun 1970-an. Hingga kemudian perlahan-lahan tampak sisa-sisa reruntuhan keraton tersebut.

Bakar Apa Sih??
Ada cerita lucu (atau lebih tepatnya ANEH) tentang situs ini. Pertamanya sih kami berombongan mengamati ada seorang pria berusia sekitar 20-an sedang duduk di rumput, membakar sesuatu. Salah seorang di antara kami langsung menyadari bahwa yang dibakarnya adalah ... (maaf) tumpukan celana dalam pria! Astagaaa! :(

Setelah bertanya-tanya ke Pak Slamet, ternyata salah satu alasan gerbang keraton dikunci, selain agar situs tetap bersih dari sampah, adalah karena pada malam hari banyak penduduk atau wisatawan lokal yang suka memanjat ke dalam benteng, dan ..... berbuat XXX (sensor) di dalamnya. Yaiks! Kenapa kok pake ninggalin CD sih?? Aneh banget. Pantesan dikunciii... :(


Masjid Agung Banten
Setelah makan siang di warung dekat museum, kami mampir ke Masjid Agung Banten untuk sholat. Terlihat berbagai macam pedagang yang bebas berjualan di dalam masjid. Dan di sini berulangkali kami dimintai sumbangan "tak resmi", sedikit-sedikit harus bayar. Benar-benar mengganggu kenyamanan para pengunjung yang ingin beribadah.

Situs Istana Keraton Kaibon
(14:30) Selesai dari masjid, kami bertolak ke sisa peninggalan Istana Kaibon, tempat tinggal Ratu Aisyah, ibunda Sultan Syaifudin. Reruntuhan ini masih terlihat (agak) lengkap membentuk sebuah istana keraton. Di samping istana ini terdapat kanal dan pepohonan besar, saya bayangkan pasti dahulunya istana ini bagus dan indah sekali. Namun lagi-lagi, istana ini pun dihancurkan oleh Belanda pada tahun 1832, akibat peperangan antara Kerajaan Banten dan Belanda pada saat itu.


Istana Kaibon - sisa reruntuhan kediaman
Ratu Aisyah, ibunda Sultan Syaifudin

Vihara Avalokitesvara
Tujuan selanjutnya adalah ke Vihara Avalokitesvara. Menurut salah satu sumber, vihara ini merupakan salah satu vihara tertua di Indonesia. Saya jadi merenung, apabila di dalam sebuah kerajaan Islam saja dapat berdiri sebuah vihara, tentunya keberadaan vihara ini merupakan bukti bahwa pada saat itu penganut agama yang berbeda dapat hidup berdampingan dengan damai tanpa konflik yang berarti. Sungguh menarik.

Vihara Avalokitesvara

Di dalam vihara ini sendiri terasa sejuk karena banyak pepohonan rindang, dan terdapat tempat duduk yang nyaman untuk beristirahat. Pak Slamet bercerita bahwa di selasar koridor vihara yang menghubungkan bangunan satu dengan yang lainnya ini terdapat relief cerita hikayat Ular Putih, yang dilukis dengan berwarna-warni sebagai elemen estetis.

Benteng Spellwijk
Puas berkeliling di dalam vihara, kami menuju benteng Spellwijk yang terletak tepat di depan vihara ini. Dan di depan vihara ini pula terdapat kedai es kelapa muda yang menggiurkan, sayangnya kami tak sempat mencicipi karena terdesak oleh waktu.


Benteng Spellwijk - sekarang jadi lapangan bola
dan tempat kambing cari rumput, hehehe..


Dahulunya Benteng Spellwijk digunakan sebagai menara pemantau yang berhadapan langsung ke Selat Sunda dan sekaligus berfungsi sebagai penyimpanan meriam-meriam serta alat pertahanan lainnya, namun pada saat ini digunakan hanya sebagai lapangan bola oleh para penduduk. Di sana kami diajak Pak Slamet untuk masuk dan mengamati sebuah terowongan yang katanya terhubung dengan Keraton Surosowan.

Di dalam kawasan benteng ini kami harus berjalan dengan hati-hati, karena terdapat banyak "peninggalan" kambing-kambing ternak yang dibiarkan bebas merumput di sana. Huhuhuhu...

Menara Pacinan Tinggi
(16:30) Tak terasa hari sudah sore, kami pun bersiap-siap menuju Jakarta kembali dengan pemberhentian terakhir Menara Pacinan Tinggi. Dahulunya ini adalah kawasan Masjid Pacinan Tinggi, namun saat ini hanya tersisa menaranya saja. Kami hanya mengamati menara tersebut dari dalam mobil karena sudah capai berjalan-jalan.


(kiri) Pak Slamet - Tour guide kami yang sabar bangett! :D
(kanan) Menara Pacinan Tinggi


Saat tur Banten Lama ini secara resmi berakhir, kami mengucapkan salam perpisahan serta tak lupa memberikan imbalan jasa kepada Pak Slamet yang telah bersabar menjelaskan sejarah Kerajaan Islam Banten kepada kami (yang kebanyakan tidak sabar mendengarkan dan malah sibuk foto-foto! Hehehehe...) Makasih banyak ya Pak! :)

Huhuy! Banten Lama benar-benar sukses menyegarkan otak kami saat liburan panjang kali ini. What a great trip!

OK, sekarang kita pulang ke Jakarta untuk nonton New Moon bareng-bareng di Setiabudi! Hahaha! :D

+ + + + +

Catatan Tambahan
(1) Buat yang suka fotografi, di sini banyak spot seru buat foto-foto & prewed.
(2) Untuk cerita mengenai sejarah Banten & referensi jalan-jalan yang lebih lengkap, bisa coba dilihat di sini:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Web Hosting