Tuesday, August 16, 2011

Berlibur A la Backpacker dengan Balita, Kenapa Ngga?

Posting tamu oleh: Ratna Amalia



Tidak sedikit dari kita yang menunda liburan keluarga ke tempat yang jaraknya relatif jauh dari rumah karena faktor anak-anak masih balita. Kalaupun pergi, membawa asisten atau pendamping tambahan yang tentu harus diperhitungkan juga biayanya. Belum lagi perihal privasi. Tidak semua orang bisa menerima kehadiran orang lain yang notabene bukan keluarga ikut terlibat dalam momen-momen penting orang tua – anak tersebut.



Itu juga yang menjadi alasan kami sampai akhirnya memutuskan untuk pergi berempat saja di pertengahan 2009 lalu dan pilihan dijatuhkan ke pulau Bali. Kenapa Bali? Selain anak-anak belum pernah ke sana, kami juga berpikir pengalaman naik pesawat terbang merupakan pembelajaran bagi mereka. Selama ini liburan diisi dengan bepergian ke tempat-tempat yang masih mudah dijangkau dengan mobil seperti Bandung atau Jogja. Dan biasanya lagi, pengalaman pertama selalu berkesan bukan?



Yang menghebohkan liburan kali ini adalah karena si kecil baru berusia 2,5 tahun. Bisa dibayangkan gimana repotnya membawa anak dalam usia tersebut; bayi bukan, anak-anak belum (hehehehe...). Nunggu sampai Ade berumur 4 atau 5 tahun, si Kakak yang sudah 10 tahun sudah ga sabaran. Akhirnya, what ever it takes deh.



Untuk menyiasati kemungkinan ”repot” di tujuan, maka jauh-jauh hari saya mempersiapkan hal-hal berikut.



Budget

Pengennya sih murni backpacking, berhubung bawa anak-anak (apalagi ada toddler) maka tema backpacking-nya dimodifikasi sedikit. Dalam artian kami memahami jika harus ada pengeluaran ekstra, misalnya sehubungan dengan faktor keamanan dan kenyamanan bagi anak-anak. Hal ini berlaku dalam pemilihan tempat penginapan dan tempat wisata.



Jadwal Penerbangan

Saya pilih penerbangan dari Bandara SoeTa pagi hari (sekitar pukul 11 siang). Untuk jadwal kembalinya, saya justru pilih penerbangan siang (sekitar jam 13 WITA) dari Denpasar. Semua berdasarkan perhitungan jarak dari rumah ke Bandara. Butuh waktu sekitar 2,5 jam dari Bogor ke Cengkareng dengan catatan lalu lintas tanpa macet. Jadi dari rumah paling lambat berangkat pukul 6.30 pagi. Masih cocok dengan kebiasaan berangkat ke sekolah.



Beberapa hari sebelum keberangkatan, kami selalu membicarakan topik liburan dalam perbincangan. Seperti apa dan bagaimana jika naik pesawat, Do’s and Dont’s ketika dalam kabin pesawat. Jadi ketika mereka benar-benar dalam pesawat, mereka sudah tidak kaget lagi.



Urusan formasi duduk pun saya atur. Ketika check-in, saya minta kursi dengan urutan sejajar. Saya bersama anak-anak, dan si Ayah berada di samping saya. Jadi posisi orang tua masing-masing berada di lorong (aisle). Saya meminta Kakak untuk duduk dekat jendela, sedangkan si Kecil duduk di antara saya dan Kakak. Walaupun usia si Kecil memungkinkan untuk dipangku tapi saya memilih untuk memesan seat untuk setiap orang dengan pertimbangan faktor kenyamanan selama di perjalanan.



Walaupun di pesawat akan disuguhi makanan, tapi saya membiasakan anak-anak untuk makan dahulu sebelumnya. Antisipasi jika makanan yang disuguhkan tidak sesuai dengan selera mereka.





Tim perjalanan saya: Ayah, Kakak, dan si Kecil.

Foto (c) Ratna Amalia, 2011.



Penginapan

Hostel jadi pilihan tempat menginap. Selain faktor biaya, rencananya aktivitas kami akan lebih banyak jalan-jalan. Jadi jika menginap di hotel berbintang, rasanya kok banyak fasilitas yang tidak akan kami nikmati. Dan lagi, temanya ngga sesuai dengan backpacking ’kan ?



Atas rekomendasi seorang teman, kami memilih salah satu hostel di daerah Legian. Letaknya tidak jauh dari Ground Zero. Ternyata suasana di sekitaran hostel cukup nyaman untuk pejalan kaki, tidak seramai Kuta. Jadi lumayan santai untuk sight seeing dengan anak-anak.



Lokasi Wisata

Jauh-jauh hari saya sudah tanya mbah Google untuk lokasi-lokasi wisata yang menarik dan punya nilai edukatif untuk kami kunjungi. Mengingat masih ada balita, maka aktivitas yang termasuk kategori ekstrim harus dikeluarkan dari daftar, hehehe... Padahal sang Kakak sudah antusias dengan outdoor activity seperti banana boat atau snorkeling.



Bali Zoo, Pulau Penyu, dan Taman Safari Bali adalah tiga tujuan utama selain tempat wisata lainnya di pulau Bali. Mungkin karena faktor ayahnya yang penyuka binatang maka anak-anak pun menyukainya. Jadi walaupun tidak snorkeling, tapi anak-anak masih dapat bermain di pinggir pantai Pulau Penyu yang ombaknya relatif lebih tenang dibanding ombak pantai Kuta.





Kami berpose di Pulau Penyu.

Foto (c) Ratna Amalia, 2011.



Luggage & Bags

Pergi berempat selama 6 hari termasuk dengan 1 balita bisa dibayangin berapa banyak pakaian yang harus dibawa. Masa’ iya, liburan pake acara nyuci baju segala? Supaya tidak terlalu banyak koper atau tas yang dibawa akhirnya kami pakai 1 koper ukuran ekstra plus 1 traveling bag ukuran medium. Semua baju disatukan di koper besar. Traveling bag digunakan untuk menampung barang-barang selain baju semisal sandal dan backpack. Makanan khusus dan susu si Kecil serta termos air panas ukuran 300ml juga saya masukkan ke dalamnya.



Oh ya, saya juga membawa traveling bag ukuran kecil yang bisa dilipat dan dimasukkan dalam traveling bag ukuran sedang tadi. Plus persediaan kantong plastik ukuran kecil. Gunanya jika si kecil ”jack-pot” dalam perjalanan.



Nah, ketika acara jalan-jalan dimulai. Suami, saya, beserta Kakak masing-masing membawa backpack. Isi masing-masing backpack pun berbeda. Backpack suami lebih berat karena berisi alat-alat dokumentasi seperti kamera dan handycam. Backpack saya berisi termos air panas plus makanan dan baju si Kecil. Persediaan air minum pun disimpan dalam backpack yang saya bawa. Sedangkan ukuran backpack Kakak lebih kecil dan berisi makanan ringan beserta persediaan 1 baju ganti. Formasi ini tidak berubah dari semenjak hari pertama hingga terakhir. Jadi setiap orang bertanggung jawab atas isi tas masing-masing. Another lesson learned, especially for Kakak...



Obat-obatan

Bepergian sendiri pun sebaiknya kita selalu membawa obat-obatan pribadi apalagi jika bepergian dengan anak-anak. Mulai dari minyak kayu putih, minyak tawon, obat anti mabok, obat turun panas (parasetamol), aspirin, obat pusing dewasa, obat flu, perban, dan obat sakit perut. Masing-masing cukup satu strip. Untuk obat cair, cukup bawa versi botol kecilnya. Semua dimasukkan dalam kantong kecil, pisahkan antara obat kering dan obat cair. Untuk obat cair, saya masukkan dulu dalam kantong plastik kecil, untuk pencegahan jika isinya tumpah.



Makanan si Kecil

Walaupun sudah bisa mengkonsumsi makanan dewasa tapi saya tetap membawa makanan khusus si Kecil. Selain susu bubuknya, saya juga membawa makanan pendamping lainnya seperti biskuit untuk toddler. Berikut mangkok plastik kecil beserta sendoknya. Ketika di lokasi ini sangat membantu si Kecil terutama ketika jamnya mengudap tapi kita masih dalam perjalanan dan belum menemukan tempat makan yang sesuai untuk kita berempat. Selain menghindari kerewelan si Kecil karena sudah masuk jam makannya, dia juga terhindar dari masuk angin karena terlambat makan.



Stroller

Kelihatannya repot ya tapi ini berguna banget lho... Saya juga harus argumentasi dulu dengan ayahnya anak-anak untuk membawa barang yang satu ini. Alasannya tidak praktis. Sedangkan saya yang memang tidak membiasakan anak untuk digendong-gendong, sudah bisa membayangkan bahwa jika tidak membawa benda ini maka akan banyak acara jalan-jalan yang harus dilalui dengan menggendong si Kecil yang beratnya sudah 13kg itu. Ga janji deh....



Setelah beragumen cukup alot, akhirnya si ayah mengalah dan stroller pun ikut terbang bersama kami. Kerepotan yang dirasakan di awal terganti terbayar dengan kepuasaan karena ternyata kami memang banyak menghabiskan waktu dengan berjalan kaki dalam menikmati pariwisata di pulau Dewata tersebut.



Terasa waktu kami mengunjungi lokasi Tanah Lot, Uluwatu, dan Garuda Wisnu Kencana (GWK). Si Kecil harus kami gendong karena medannya memang tidak dirancang untuk piranti beroda, di sisi lain si Kecil menolak untuk berjalan kaki. Lain halnya ketika kami berada di Bali Zoo atau Taman Safari dimana sudah disediakan stroller track oleh pengolala. Si Kecil tinggal duduk manis dan kami pun dapat menikmati pemandangan bersama-sama. Kegunaan lainnya, stroller juga berfungsi sebagai trolley hasil belanjaan saya, hehehe...





Beberapa objek wisata di Bali yang cocok untuk wisata keluarga:

(Kiri) Garuda Wastu Kencana; (Kanan) Uluwatu.

Foto (c) Ratna Amalia, 2011.



Lain-lain

Tissue basah dan tissue kering termasuk andalan saya dalam bepergian. Selain untuk membersihkan tangan dan kaki setelah beraktivitas. Andalan saya ini pun berguna sekali jika si Kecil menumpahkan makanan/minumannya atau ketika si Kecil muntah karena mabok perjalanan. Untuk acara ke kamar kecil pun, tissue menjadi benda yang paling dicari. Karena ternyata tidak semua kamar kecil umum selalu menyediakan kertas yang satu ini. :)



Setelah dilalui, ternyata liburan a la backpacker dengan kehadiran balita tidak serepot yang dibayangkan. Dengan catatan, persiapannya memang harus lebih matang dan kondisi kesehatan si kecil pun memang memungkinkan untuk perjalanan yang relatif cukup jauh.



Happy holiday!




Profil Kontributor

Ratna Amalia, ibu dua anak sekaligus kuli kantor ini adalah penyuka jalan-jalan yang juga memiliki hobi baca buku, fotografi, dan nulis/blogging. Baca tulisan-tulisan Ratna lainnya di the Dairy Note's dan follow twitternya di @ratn_a.



0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Web Hosting