Saturday, April 17, 2010

East Java Trip : Journey to Surabaya - Sidoarjo - Sempu - Bromo - Malang - Batu (Part-2)

Posting tamu oleh : Effendy Siawira

Sambungan dari East Java Trip : Journey to Surabaya - Sidoarjo - Sempu - Bromo - Malang - Batu (Part-1)

Hari ke-2 : Lumpur Lapindo Sidoarjo dan Pulau Sempu
Hari kedua merupakan perjalanan yang sangat panjang, oleh karena itu jam 5 subuh sudah dimulai antrian mandi. Pukul 06.30 WIB kami telah mendapatkan tempat sarapan yang enak di G-Walk, salah satu bagian dari Ciputraland.

Makanan khas Medan yang dijual di Surabaya ini yang menjadi pilihan kami: nasi campur dan lontong sayur. Maknyusss dengan harga Rp 12.000/porsi sudah memberikan kepuasan tersendiri bagi perut kami.


Menu Sarapan Kami: Nasi Campur dan Lontong Sayur.

Foto (c) Effendy Siawira, 2009


Pukul 8 pagi, dengan Innova yang berisi 9 orang (including supir), perjalanan pun dimulai dari kota Surabaya. Melalui jalan tol Porong, kami sempat singgah sebentar di bendungan lumpur Lapindo atau yang sering disebut sebagai Lusi (Lumpur Sidoarjo).

Di sekeliling jalan terdapat bendungan tinggi yang berfungsi untuk membendung si lumpur. Ternyata bencana ini tidak menghilangkan ide dari penduduk setempat untuk berbisnis. Beberapa spot di sepanjang bendungan, dibangunlah tangga-tangga dari bambu untuk menuju puncak bendungan. Sekali naik dikenakan tarif Rp 3000/orang.

Sejauh mata memandang, yang terlihat cuma lumpur, asap dan atap pabrik yang sudah tertimbun. Kami ditawarkan oleh warga di sana untuk menuju pusat semburan dengan ojek yang +/-10 menit dari tempat kami berdiri sekarang dengan harga Rp 15.000/ojek. Mengingat rencana perjalanan kami masih panjang untuk hari ini, maka kami memutuskan untuk langsung berangkat lagi.

Perjalanan terus berlanjut ke arah Selatan dengan melewati Kota Lawang. Sepanjang perjalanan kami tidak bermaksud untuk makan siang --dengan PD-- karena yakin akan menemukan tempat makan di lokasi tujuan.

Pukul 12 tepat, kami sampai di Sendang Biru. Sungguh bagus pemandangannya. Sesuai dengan namanya, air di tempat itu bener-bener biru. Di seberang posisi tempat saya berdiri ini ada satu pulau yang dinamakan Pulau Sempu. Pulau kecil ini terletak terpisah dengan Pulau Jawa.

Sempu Map
Lokasi Sendang Biru, Teluk Semut, dan Segara Anakan.
Foto (c) Effendy Siawira, 2009

Perut mulai minta jatah, mengintai ke kiri dan kanan dengan gaya “monkey king” --hehe, lebay-- Kami tidak menemukan adanya tanda-tanda restoran disini. Akhirnya ketemu satu warung kecil di pintu masuk, dan ternyaaataaa… warung itu juga tidak ada makanan, yang ada cuma indomie. Ya sutralah, akhirnya pesan indomie pake telur.


Pantai Sendang Biru, Jawa Timur.
Foto (c) Effendy Siawira, 2009

Selesai makan, kami berencana untuk menyebrang ke Pulau Sempu. Si empunya kapal menawarkan harga Rp 350.000 untuk keliling Pulau Sempu, dengan kapal kecil dalam waktu +/- 2 jam. Tetapi tujuan kami adalah ke Segara Anakan.

Segara Anakan ini adalah lagoon kecil yang terletak di tengah-pulau Pulau Sempu. Dapat ditempuh dengan kapal dan berjalan kaki memasuki hutan. Akhirnya kami menyewa kapal dengan harga Rp 100.000 PP menuju Pulau Sempu.

Perjalanan kapal ditempuh dalam waktu 15 menit. Sampailah kami di pinggiran Pulau Sempu yang dinamakan Teluk Semut. Dari sinilah perjalanan dimulai (pukul 13.00 wib).

Segara Anakan, tak kalah dengan Ko Phi Phi di Thailand
Baru saja berjalan sekitar 50 meter, kami ketemu jalan bercabang. Sebelah kiri terhalang oleh pohon yang tumbang, sedangkan sebelah kanan lumayan clear. Kami memilih jalan yang kanan. Setelah berjalan sekitar 20 menit, jalanan semakin aneh, jalan setapak mulai gak jelas, jalan daritadi menanjak, dan kami merasa bukan menerobos hutan, tetapi malah berjalan-jalan mengelilingi samping pulau.

Kami memutuskan untuk kembali ke jalan bercabang dan memilih jalan yang satunya lagi. Pukul 13.45 kami kembali sampai ke jalan bercabang. Nekad melangkahi batang pohon tumbang, ternyata jalan ini lebih manusiawi, walaupun jalanan penuh lumpur tapi setidaknya tanjakan tidak terlalu curam. Perjalanan satu setengah jam, tapi belum ada tanda-tanda akan sampai.

Akhirnya kami menyetujui akan balik jika jam 4 juga belum ketemu Segara Arakan, mengingat letak geografis di daerah ini yang lebih ke arah timur Indonesia yang artinya matahari akan terbenam lebih cepat dari biasanya. Untungnya jam 4 tepat kami sudah melihat air di Segara Anakan yang berwarna biru. Wuih, keren dah...


Segara Anakan.
Foto (c) Effendy Siawira, 2009

Setelah sampai, sempat foto-foto dan istirahat sejenak termasuk mencuci kaki yang sudah dipenuhi lumpur. Lagoon ini bentuknya bagus, dikelilingi oleh tebing, dan salah satu tebing itu ada membentuk lingkaran besar dengan ombak yang selalu menghempas dari arah Laut Selatan. Pokoknya setelah sampai disini, serasa tidak percaya bahwa ada tempat yang sebagus ini di Indonesia. Ada beberapa orang yang menyebutkan bahwa lokasi ini lebih bagus daripada PhiPhi Island di film “The Beach” Leonardo DiCaprio.

Kembali ke Pulau Sempu
Setelah ber-narsis ria sesaat walaupun belum puas, apapun yang terjadi, jam 5 kurang ¼ kami harus balik. Mengingat langit yang semakin gelap, dan kami ke pulau ini tanpa persiapan yang memadai (dengan pakaian wisata, sandal casual, tanpa air minum dan makan siang sekedarnya). Perjalanan dipercepat untuk menghindari gelap. Perjalanan cuma beberapa menit, langit sudah menunjukkan kondisi gelap. Dan terjadilah accident kecil.

Salah satu teman terperosok di jembatan kayu yang menyebabkan kaki luka dan sandal hilang, akhirnya si teman berjalan dengan nyeker (tanpa alas kaki). Langit semakin gelap, dan kami yang tadinya ber-8 berjalan bersama semakin terpencar. Tinggallah saya dan 2 orang teman lainnya di paling belakang.

Perjalanan terasa sangat lama dan tanpa penerangan memadai, untung saja ingat bahwa HP-saya ini bisa membantu sedikit penerangannya. Dalam kondisi seperti itu, jalanan di depan hanya berbayang-bayang. Kubangan lumpur yang seharusnya bisa dihindari di kala terang, menjadi korban kaki saya. Sandal yang semula dipakai untuk membantu melindungi tapak kaki malah menjadi hambatan karena licin dan sering tertinggal di dalam lumpur. Akhirnya saya ikutan nyeker juga.

Di tengah perjalanan, muncul seorang bapak dari belakang dengan obor dan sebuah tangkapan ikan yang besar sekali dan meminta izin untuk lewat. Dengan obor itu, lumayan sedikit terbantu melihat jalan. Tapi ternyata si Bapak berlalu dengan cepat dan akhirnya kami ditinggal dalam kegelapan kembali.

Pukul 19.15
: Ternyata kami sudah mendapatkan sinyal HP, langsung saja kami menghubungi teman yang sudah duluan sampai di Teluk Semut untuk menghubungi Bapak Perahu untuk menjemput dari seberang. Ternyata Bapak Perahu sudah di Teluk Semut sejak setengah jam yang lalu karena sedikit khawatir dengan keberadaan kita. Setelah mendapatkan info bahwa kami akan segera sampai, si Bapak Perahu langsung menerobos ke dalam hutan untuk menjemput kami dengan senter yang agak mumpuni.

Pukul 19.30:
Akhirnya kami sampai juga di Teluk Semut bersama si Bapak Perahu, kemudian kami dianter balik ke Pulau Sempu dengan kapalnya. Selama perjalanan, si Bapak menyuruh kami tidak boleh menyalahkan lampu apa pun, termasuk HP. Kami tidak mengerti apa maksudnya, dan kami hanya menurutinya.

Pukul 19.45: Kami kembali menginjakkan kaki di Pulau Sempu. Haus yang luar biasa mengarahkan kaki kami secara otomatis langsung menuju rumah penghuni sana yang menjual teh botol. Ntah berapa botol yang diminum oleh kami-kami. Setelah itu beristirahat sebentar dan gantian mandi. Setelah mandi, sekitar jam 21.00 WIB kami berangkat kembali menuju tujuan selanjutnya, yaitu Gunung Bromo.

Menuju Bromo
Di mobil kami mulai bercerita tentang perjalanan, dan mulai merasakan lapernya perut. Yah berhubung ini termasuk desa kecil dan masih hutan environment, maka kami agak susah menemukan warung di pinggir jalan.

Akhirnya kami tertidur dan jam 11 malam sampai di kota Malang. Segera saja kami mencari restoran McD yang kemungkinan besar buka 24 jam. Untung ada teman yang pernah bekerja di Malang dan mengetahui lokasi pasti dari si McD. Selanjutnya kami tertidur lagi di mobil dan membiarkan Pak Supir membawa kami ke Gunung Bromo.

Hari ke-3: Mendaki Gunung Bromo
Sekitar pukul 1 pagi, akhirnya kami sampai di hotel di Bromo (lupa euy nama hotelnya). Yang pasti hotel ini sudah di-booking sebelumnya lewat telepon. Suasana dingin sudah mulai menusuk tulang. Masuk kamar langsung tidur dah, walopun ada beberapa teman yang masih sibuk mengeluarkan duri pohon-pohon yang tersangkut di kaki hasil warisan dari Pulau Sempu.

Pukul 03.30 WIB kami harus bangun lagi untuk menikmati indahnya sunrise. Serasa belum puas nih tidurnya. Tapi tetap aja harus bangun, gosok gigi dan berangkat dengan Jeep yang telah disewa sebelumnya. Kami menyewa Jeep 2 biji (masing-masing berisi 4 orang).

Di kamar hotel ini telah berkumpul penjual-penjual sarung tangan, kupluk, dan menyewakan mantel dsb. Tapi tidak disarankan membeli disini. Sebab harganya bisa 3-4 kali lebih mahal daripada toko-toko di daerah Gunung Bromo.

Tidak ingat lagi perjalanan dengan Jeep ini berapa lama, yang pasti semua penumpang sudah tertidur lagi. Pas bangun sudah berada di daerah Penanjakan. Udara dingin di Bromo cukup membuat tangan menggigil. Ini merupakan tempat yang sangat favorit bagi pecinta fotografi untuk mengabadikan moment matahari terbit.


Gunung Batok.

Foto (c) Effendy Siawira, 2009

Setelah ini adalah waktunya sarapan dan kemudian dilanjutkan menuju kaki kawah Bromo. Jeep 4WD yang kami sewa ternyata tidak bisa membawa kami hingga ke tujuan. Untuk mencapai kaki Gunung Bromo masih berjarak sekitar 500 meter. Saat itu kami menyewa kuda dengan harga Rp 35.000,- bolak-balik. Cukup seru! Dari kaki kawah, kami harus memanjat anak tangga sebanyak 250 step untuk mencapai puncak Gunung Bromo.


Stairway to Mount Bromo.
Foto (c) Effendy Siawira, 2009

Setelah itu waktunya kembali ke hotel untuk bersih-bersih dan mengepack barang bawaan untuk check out.

Jam 12 tepat, kami keluar dari hotel dan melaju menuju Malang. Lokasi wisata di Malang adalah Jatim Park. Tempat ini seperti Dufan-nya Jakarta. Tapi alangkah suramnya, tempat wisata ini tutup pada pukul 5 sore. Akhirnya kami hanya duduk dan foto-foto sesaat dan memutuskan untuk kembali ke Surabaya.

Hari ke-4: Pulang deh ke lokasi asal... Balikpapan, I’m coming! :)


Profil Kontributor
Effendy Siawira, geoscientist di sebuah perusahaan. Memiliki hobby travelling, petualang mengunjungi tempat baru, dan mencoba hal-hal yang baru. Tipe manusia yang tidak suka terikat dan melakukan sesuatu semaunya (dengan catatan tidak merugikan org lain, syukur-syukur kalau orang itu bisa ikut senang ^^). Paling senang berburu tiket promo dan merencanakan perjalanan jauh-jauh hari, walaupun pada akhirnya belum tentu tiketnya dipakai. Motto hidup: "tidak ada yang lebih penting selain membangun networking". Tulisan Effendy lainnya dapat dikunjungi di blog pribadinya: UNEQ – ONUQ by effendy siawira.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Web Hosting